Dilansir reporter Tribunnews.com Ashari Fadila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kemantan) mengungkap mantan Menteri Pertanian Syahurul Yasin Limpo (SYL) memeras uang pedagang untuk memberikan kado pernikahan.
Hal itu diungkapkan Kepala Subbagian Rumah Tangga Kementerian Pertanian Raden Kiki Mulya Putra saat menjadi saksi dalam persidangan Senin (6/5/2024) di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Duduk di kursi terdakwa, SYL dan dua anak buahnya, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasadi Subagyono.
Saat SYL menerima undangan pernikahan dan ingin hadir, asistennya atau staf asistennya akan menghubungi Kiki untuk menyiapkan rangkaian bunga dan hadiah.
Hadiah pernikahan biasanya berupa cincin atau bros emas.
“Biasanya mereka informasikan kalau ada undangan. Kirimkan saya undangannya di WA (Whatsapp),” kata saksi Kiki.
“Lalu kenapa menunjukkan undangannya?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh.
“Untuk menyiapkan buket bunga. Lalu, Yang Mulia, hadiahnya berupa cincin atau bros emas,” jawab Kiki.
Menurut Kiki, pemberian berupa cincin atau bros emas tersebut merupakan permintaan SYL dari asistennya.
Hadiah tersebut dibeli dari toko emas di Blok M, Jakarta Selatan.
“Di mana biasanya kamu membelinya?” tanya Hakim Rianto.
“Di toko emas block’em,” kata Kiki.
“Sudahkah kamu memutuskan apakah itu gelang, cincin atau anting? Siapa yang memutuskan?”
Sudah diputuskan, Yang Mulia. “Kalian berdua, Panji dan Reena (aku dan asisten serta staf SYL).”
Biasanya bawahan menyiapkan cincin atau bros emas dengan berat lebih dari 10 gram sebagai kado undangan pernikahan.
Katanya, kado pernikahan dibeli seharga Rp 10-15 juta.
Rata-rata 10 sampai 15 gram. Sekitar 10 sampai 15 juta. Itu estimasinya, kata Kiki.
Menurut Kiki, pemberian hadiah berupa rangkaian bunga ditanggung anggaran Kementerian Pertanian.
Namun hadiah berupa cincin emas dan bros tidak bisa diakomodasi dalam anggaran Kementerian Pertanian.
Untuk ini dia meminta uang kepada penjual.
“Ada karangan bunga, Yang Mulia. Ada anggarannya. Bukan oleh-oleh,” ujarnya.
Uang diambil dari vendor dengan janji pekerjaan.
“Biasanya saya dapat dari penjualnya, Yang Mulia Pak Nasir,” kata Kiki.
“Apakah dia sudah mengerjakan suatu proyek atau akan dijanjikan proyek dari kementerian?” Hakim Pontoh bertanya.
Biasanya kalau (proyeknya) kecil, nilainya langsung ditagih,” kata Kiki.
Sekadar informasi, dalam kasus ini SYL diduga menerima gratifikasi sebesar Rp44,5 miliar.
Total dana yang diterima SYL selama periode 2020-2023.
“Uang yang diperoleh terdakwa dari tugasnya sebagai Menteri Pertanian RI melalui pemaksaan sebagaimana diuraikan di atas berjumlah Rp44.546.079.044,” kata jaksa Masmudi, KPK, dalam sidang, Rabu (28/2). /). 2024) pada Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang tersebut diperoleh SYL dengan mengutip pejabat eselon I Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya, SYL tidak sendirian, melainkan dibantu oleh mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian Muhammad Hatta dan mantan Sekjen Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono yang turut serta dalam aksi tersebut. Tapi dituduh.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasadi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbesar dari uang dimaksud adalah untuk acara keagamaan, operasional kementerian, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, yaitu sebesar Rp16,6 miliar.
“Uang tersebut kemudian digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa mula-mula dijerat dengan: Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf f KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi.
Dakwaan ketiga: Pasal 12 B dibaca dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP Pasal 55 ayat (1) KUHP dibaca dengan Pasal 18 UU Pencegahan Tipikor.