Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktur Jenderal Perkebunan (Dirgen), Direktur Jenderal Perkebunan (Dirgen) Kementerian Pertanian, Andy Nur Alamsia telah dihadirkan sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut. Ada dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementon) pada Senin (20/5/2024).
Yang duduk di kursi pembela adalah: Mantan Menteri Pertanian, Sayahrul Yasin Limpo (SYL); Mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Hat;a dan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono.
Dalam kesaksiannya, Andy mengungkapkan ada aliran dana untuk membantu biaya asrama di berbagai pesantren.
“Biasanya Pak Menteri, kalau ini terjadi, beliau akan turun membantu pesantren-pesantren tersebut,” kata Andi yang hadir di hadapannya.
Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Andy yang dibacakan jaksa, terungkap Kay berhutang Rp 102 juta di Ponpes Karawang.
Subjek SYL memenuhi permintaan ini melalui komunikasi interpersonal langsung.
Yang dimaksud dengan “kegiatan yang disebutkan saksi, kegiatan di Karawang, Kyai Karawang Rp 102.500.000”? Siapa ini?” tanya jaksa penuntut umum.
“Iya. Saat itu kami diminta ikut dan terpenuhi,” jawabnya.
Dana sumbangan ke pesantren tidak hanya diminta oleh Direktorat Jenderal Perkebunan saja, namun juga oleh Direktorat Jenderal Peternakan (PKH) pada uji coba sebelumnya.
Namun, penyelidikan sebelumnya belum mengungkap bahwa uang tersebut diterima oleh salah satu pesantren.
“Ada hal lain. Biaya operasional pesantren bencana 260 juta,” kata Dirjen PKH Nasrullah di persidangan, Senin (13/5/2024).
Menurut Nasrullah, seluruh permintaan itu dipenuhi melalui anggaran Direktorat Jenderal PKH Kementerian Pertanian.
Permintaan ini tidak termasuk dalam anggaran. Namun Direktorat Jenderal menemukan jalan keluarnya dengan membuat jalur resmi fiktif dan menggunakan fungsi lainnya.
“(Anggarannya) untuk kunjungan dinas dan pertemuan pada tahun 2021 hingga 2023,” ujarnya.
Pada periode tersebut, Direktorat Jenderal PKH Kementan mengeluarkan dana hingga Rp1,3 miliar untuk membayar permohonan SYL yang tidak masuk anggaran.
“Kalau catatan kami 1,3. Periode 2011 sampai 2013,” tuturnya.