TRIBUNNEWS.com – Tentara Israel secara tidak sengaja membunuh tiga sandera dalam serangan udara terhadap pemimpin senior Hamas di Gaza utara.
Menurut media lokal, Senin (9/9/2024) mengutip Anadolu Ajansi, kejadian tersebut terjadi pada Desember 2023 dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sengaja menyembunyikannya dari publik.
Channel 12 Israel mengungkap tiga sandera, termasuk dua tentara, yang menjadi korban pembunuhan brutal tersebut adalah Nick Beiser, Ron Sherman, dan Elia Toledano.
Menurut jaringan ini, tentara Israel tidak mengetahui keberadaan sandera Israel di tempat-tempat yang mereka targetkan.
Jenazah ketiganya dievakuasi dari terowongan di Gaza pada pertengahan Desember 2023.
Militer Israel saat itu mengatakan ketiga korban diculik hidup-hidup oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Namun, IDF segera mengetahui rincian kematian para korban pada Februari 2024, namun memilih untuk tidak mempublikasikannya.
Terkait hal ini, Juru Bicara Angkatan Darat Israel Daniel Hagari mengatakan pihaknya terus menyelidiki pembunuhan tiga sandera Israel.
Lebih lanjut Daniel mengatakan pihaknya nantinya akan “mengkomunikasikan hasil penyelidikan kepada keluarga mereka”.
Di bulan yang sama, Desember 2023, tiga sandera Israel juga menjadi korban penyerangan di lingkungan Shujaiyeh.
Saat itu, tentara Israel mengumumkan bahwa ketiga sandera tersebut dibunuh karena pasukan Zionis salah mengira mereka sebagai ancaman.
Selama pertempuran di Shujaiyeh, (pasukan Israel) salah mengidentifikasi tiga sandera Israel sebagai ancaman.
Menurut Al Jazeera, militer mengumumkan dalam sebuah pernyataan: “Akibatnya, angkatan bersenjata menembak dan membunuh mereka.”
Para sandera diidentifikasi sebagai Yotem Haim, Samer Al Talalka dan Alon Shamriz.
Daniyal Haqari saat itu mengatakan ketiga sandera tersebut diyakini telah melarikan diri dari tempat mereka ditahan atau ditinggalkan.
Serangan palsu terhadap sandera dan tentara Israel telah menjadi hal biasa sejak 7 Oktober 2023 selama perang Gaza.
Pada pertengahan Agustus 2024, seorang tentara Israel tewas dan enam lainnya terluka dalam penembakan yang “keliru” terhadap sebuah bangunan di Khan Yunis, Gaza selatan.
Gedung ini merupakan tempat menampung tentara Israel yang berperang di Gaza.
Militer Israel tidak memberikan rincian apapun mengenai insiden tersebut.
Mereka mengatakan hanya satu tentara dari unit pengintaian Brigade Parasut Angkatan Darat yang tewas dan enam lainnya luka-luka.
Radio dan televisi publik Israel, KAN, menyebutkan jumlah korban tewas disebabkan oleh pesawat tempur Israel yang menjatuhkan bom di gedung sebelah gedung tempat pasukan ditempatkan. Kemungkinan perang permanen di Gaza Yair Lapid, pemimpin oposisi moderat Israel, menyampaikan pernyataan di hadapan Knesset (parlemen Israel) di Yerusalem pada 31 Mei 2021. Kita bisa sepakat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. (DEBBIE HILL/KOLAM RENANG/AFP)
Sebelumnya, pemimpin oposisi rezim Zionis Yair Lapid memperingatkan kemungkinan terjadinya “perang abadi” di Gaza.
Lapid menyatakan hal ini dalam pernyataannya bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berniat melakukan gencatan senjata di wilayah yang diblokade.
Menurut Lapid, Netanyahu lebih memilih perang daripada menghadapi tantangan internal rakyatnya.
Lapid mengatakan dalam keterangannya, Rabu (9/4/2024), dikutip Independent: “Dia lebih memilih perang karena perang membebaskannya dari menghadapi tantangan dalam negeri.”
Jelas bahwa pemerintahan Netanyahu menghadapi kritik keras dari masyarakat Israel, yang menuntut kesepakatan pertukaran sandera segera dengan Hamas.
Namun, Netanyahu terus menunda kesepakatan tersebut dan bersikeras mempertahankan IDF di koridor Philadelphia.
Terkait hal ini, Lapid yakin Israel bisa mengatasi situasi ini hingga Netanyahu mundur dan perang di Gaza berakhir.
Kami tahu cara menghadapi tantangan internal, kami sudah melakukannya sebelumnya.
“Waktunya telah tiba untuk mengganti pemerintahan dan mengakhiri perang (di Gaza),” jelasnya. Sejauh ini, Netanyahu terus bersikeras mempertahankan kehadiran militer Israel di koridor Philadelphia.
Menurut media Amerika, kesediaannya berisiko terhadap kegagalan gencatan senjata dengan Hamas.
Desakan Netanyahu pada koridor Philadelphia “telah menjadi hambatan besar bagi kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera dengan Hamas,” lapor Washington Post, mengutip seorang pejabat AS yang bertindak sebagai mediator dengan Qatar dan Mesir.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)