TRIBUNNEWS.COM – Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (7/2/2024).
Selama panggilan telepon, Macron meminta Netanyahu untuk mencegah konflik antara Israel dan Hizbullah di Lebanon.
Macron khawatir meningkatnya ketegangan akan berdampak pada kedua negara.
“Macron menegaskan kembali keprihatinan seriusnya atas meningkatnya ketegangan antara Hizbullah dan Israel dan menekankan kebutuhan mutlak untuk mencegah konflik yang akan merugikan kepentingan Lebanon dan Israel,” kata presiden Prancis dalam pernyataan yang dikutip Arab News.
Ia juga menekankan bahwa semua pihak perlu segera mengambil tindakan untuk mencari solusi diplomatis atas konflik tersebut.
“Kedua pemimpin membahas upaya diplomatik yang sedang dilakukan mengenai masalah ini,” kata Istana Elysée pada malam kunjungan perwakilan konflik AS Amos Hochstein ke Paris.
Hochstein akan bertemu dengan perwakilan Macron di Lebanon, Jean-Yves Le Drian, setelah mengunjungi Israel dan Lebanon.
Selain membahas konflik Israel dan Lebanon, Macron juga meminta Netanyahu menahan diri melakukan operasi baru di Gaza, Rafah, dan Khan Younis.
Menurut Macron, jika serangan di jalur ini meningkat, maka situasinya akan semakin buruk.
“Setiap operasi baru di Gaza dekat Rafah atau Khan Younis hanya akan memperburuk jumlah korban tewas dan situasi kemanusiaan yang sudah menjadi bencana,” kata Istana Elysee.
Israel sebelumnya memerintahkan evakuasi warga Palestina di Khan Younis dan Rafah pada Senin (1/7/2024).
Meskipun tidak secara langsung menandakan adanya operasi militer, perintah evakuasi biasanya merupakan tanda pertama terjadinya serangan besar.
Perintah tersebut memicu eksodus massal warga Palestina dari Gaza selatan pada hari Selasa. Banyak warga Palestina yang mulai meninggalkan Khan Younis
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan pada Selasa (2/7/2024) bahwa sekitar 250.000 warga Palestina sudah mulai meninggalkan Khan Younis.
Warga mulai mengungsi setelah perintah evakuasi terbaru dikeluarkan Israel.
Namun seorang pejabat senior UNRWA mengatakan angka tersebut mungkin meningkat.
“UNRWA memperkirakan sekitar 250.000 orang terkena dampak perintah ini. Tentu saja, seperti biasa, kami memperkirakan jumlah ini akan meningkat,” kata Louise Wateridge seperti dikutip Anadolu Ajansi.
Wateridge menggambarkan perintah evakuasi tersebut sebagai pukulan telak bagi komunitas Khan Younis.
Pasalnya, ratusan ribu warga tidak bisa kemana-mana setelah ada perintah evakuasi.
Menurut Wateridge, ratusan ribu warga kini meninggalkan Khan Younis dan menuju ke barat.
“Kami memahami masyarakat mengarah ke arah barat, yaitu ke arah pantai, namun informasi lebih lanjut akan kami peroleh sepanjang hari ini,” jelasnya. Konflik antara Palestina dan Israel
Israel melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Israel terus mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera dan terus melakukan serangan brutal di Gaza.
Serangan-serangan ini mengakibatkan kematian 37.900 warga Palestina.
Kebanyakan korbannya adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara itu, 87.141 warga lainnya mengalami luka-luka.
(Tribunnews.com/Fara Putri)
Artikel lain terkait Benjamin Netanyahu, Emmanuel Macron, Hizbullah, dan konflik Palestina vs Israel