Laporan reporter Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – WHO telah meminta produsen diagnostik in vitro (IVD) Monkeypox (Mpox) untuk menyerahkan pernyataan minat ke Daftar Penggunaan Darurat (EUL).
WHO telah melakukan diskusi berkelanjutan dengan produsen mengenai perlunya diagnostik yang efektif, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah.
Permintaan pernyataan minat dari produsen EUL merupakan perkembangan terbaru dalam diskusi ini.
Menurut situs resmi WHO, pengujian sangat penting untuk mengobati dan merawat orang-orang sesegera mungkin dan mencegah penyebaran lebih lanjut.
Pada tahun 2022, WHO telah melakukan sekitar 150.000 tes diagnostik mpox di seluruh dunia, lebih dari seperempatnya dikirim ke negara-negara di kawasan Afrika.
Dalam beberapa minggu mendatang, WHO akan mengirimkan 30.000 tes lagi ke negara-negara Afrika.
Dengan 1.000 kasus dugaan yang dilaporkan di Republik Demokratik Kongo saja pada minggu ini, permintaan akan tes diagnostik semakin meningkat.
Di negara-negara yang terkena dampak paling parah ini, WHO bekerja sama dengan mitranya untuk meningkatkan kapasitas diagnostik guna merespons lonjakan kasus.
“Hingga Mei 2024, enam laboratorium tambahan telah dilengkapi untuk mendiagnosis Mpox, sehingga memungkinkan desentralisasi kapasitas pengujian dari kota-kota besar ke provinsi yang terkena dampak,” kata WHO, Minggu (1/9/2024).
Dua dari laboratorium ini berada di Kivu Selatan, dipilih sebagai respons terhadap wabah virus jenis baru, yang disebut Ib.
Berkat upaya ini, jumlah tes di negara tersebut meningkat secara signifikan.
Artinya, jumlah sampel yang diuji sejauh ini empat kali lebih banyak pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2023.
WHO juga telah memperbarui pedoman tes diagnostiknya untuk mendeteksi jenis virus baru dan bekerja sama dengan negara-negara untuk memperkenalkannya.
Sebelumnya, WHO menerbitkan profil produk target untuk membantu produsen mengembangkan tes diagnostik baru.
Selain itu, Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 14 Agustus 2024 menyatakan bahwa peningkatan Mpox di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan sejumlah negara di Afrika merupakan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). pada Peraturan Kesehatan Internasional (2005).
Produsen IVD kini diwajibkan untuk menyerahkan data kualitas, keamanan, dan kinerja yang tersedia kepada WHO sesegera mungkin.
IVD adalah tes yang dilakukan di laboratorium untuk mendeteksi patogen. Deteksi DNA virus menggunakan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan standar emas untuk diagnosis Mpox.
Tes ini mendeteksi DNA virus pada sampel yang diambil dari lesi kulit, seperti cairan atau kerak dari vesikel atau pustula.
Tes darah tidak dianjurkan untuk diagnosis rutin dan metode deteksi antibodi dapat digunakan untuk klasifikasi kasus retrospektif tetapi tidak untuk diagnosis.
Melalui prosedur EUL, WHO dapat menyetujui penggunaan produk medis seperti vaksin, tes, dan perawatan.
Serta mengevaluasi penerimaan penggunaan produk tertentu untuk pengadaan terbatas waktu dalam situasi darurat.
Proses ini bertujuan untuk membantu negara-negara yang belum menyetujui produk obat melalui proses persetujuan nasional.
Untuk mendapatkan produk sangat dibutuhkan seperti tes melalui badan PBB dan mitra lainnya.
Memperluas akses terhadap layanan diagnostik sangat diperlukan karena pengujian sangat penting untuk perawatan kritis.
Misalnya peningkatan kapasitas laboratorium, peningkatan investigasi kasus, pelacakan kontak, pengumpulan data surveilans, dan pelaporan tepat waktu.
Secara keseluruhan, hal ini membantu negara-negara mengidentifikasi rantai penularan, mendeteksi kasus secara dini, mencegah penyebaran lebih lanjut, dan memantau virus secara real-time.
Menetapkan prosedur daftar penggunaan darurat untuk pengujian diagnostik mpox akan membantu mencapai tujuan ini.