Taruna Tewas Diduga Akibat Perpeloncoan? Begini Jawaban Ketua STIP Jakarta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Jakarta menegaskan tidak ada tempat bagi pelecehan terhadap mahasiswa dan taruna.

Informasi tersebut disampaikan Ketua STIP Jakarta, Ahmad Wahid, menyusul meninggalnya muridnya Putu Satria Ananta Rustika (19). Putu diduga diserang oleh orang tuanya yang bertipe T (21) hingga tewas.

Wahid mengatakan, kejadian tersebut merupakan masalah pribadi antara pelaku dan korban dan bukan karena amarah.

Wahid dari YouTube Kompas TV, Sabtu (6 April 2024), mengatakan, “(Budaya pelecehan) sudah tidak ada lagi, sudah kita hilangkan. Oleh karena itu (kasus pencabulan Putu) hanya menyangkut satu orang.”

Wahid mengatakan tidak ada budaya perundungan di sekolah yang dikelolanya.

“Disini memang tidak ada rabies (STIP Jakarta). Makanya kita hilangkan semua penyakit rabies karena penyakit itu turun temurun,” jelasnya.

“Saya sendiri sudah setahun di sini (STIP), semua itu (budaya eksploitasi) sudah saya hapus, sudah tidak ada lagi,” imbuhnya. Dimulai dengan pakaian olahraga

Kepala Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Hady Saputra Siagian mengungkapkan, peristiwa perundungan itu bermula saat korban mengajak lima temannya untuk membayangi dan mengikuti pelajaran pada Jumat pagi (3 Mei 2024). .

Setelah aktivitas rekreasinya terhenti, Putu dan kelima temannya turun ke lantai dua. Beberapa waktu kemudian, mereka ditelepon oleh teman T dan T.

“Saya tanya siapa yang menyuruh mereka masuk kelas di lantai tiga gedung pendidikan dengan memakai pakaian olahraga,” kata Hady, Jumat.

T kemudian mengajak korban dan kelima temannya menuju kamar mandi yang terletak di aula lantai dua ruang kelas C KALK. Mereka diminta untuk mengantri.

Baris pertama pengorbanan, baris kedua A, baris ketiga D, baris keempat J, baris kelima R, kata Hady.

Putu yang berada di barisan depan, T.T memukul korban sebanyak 5 kali di bagian ulu hati. Mereka kemudian meminta 5 teman korban yang menyaksikan kejadian tersebut untuk keluar dari kamar mandi.

Tak lama kemudian, korban pingsan dan dibawa ke klinik sekolah. Sayangnya, sesampainya di klinik, denyut nadi korban sudah tidak ada.

“Karena saat diperiksa di klinik setempat, denyut nadinya tidak ada. Ini tandanya ada korban jiwa,” kata Kapolres Jakarta Utara Kompol Gidion Arif Setyawan saat dihubungi, Jumat (3 Mei 2024).

Jenazah kemudian dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diperiksa.

Kini T. telah ditahan polisi. Barang bukti hasil pemantauan juga diamankan. Keluarga menyebutnya pembunuhan

Keluarga Putu membuat laporan polisi ke Polres Metro Jakarta Utara.

Pengacara keluarga Putu, Tumbur Aritonang, mengatakan, menurut laporan, kematian Putu merupakan tindak pidana pembunuhan berdasarkan Art. 338 KUHP. Kuasa hukum keluarga Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Putu Satria Ananta Rustika (19), Tumbur Aritonang, terkait otopsi dugaan penganiayaan yang dilakukan seorang pria lanjut usia di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, mengatakan. informasi, Sabtu (4/05).

Tumbur mengatakan di Jakarta Timur, Sabtu (4/05/2024): “Pasal 338 KUHP terkait dengan Pasal. 351 KUHP ayat 3. Karena di sini (laporan SPKT) dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan. “

Menurut pihak keluarga, kejadian yang dialami Putu bukanlah tindakan kemanusiaan karena korban diduga mengalami penganiayaan hingga tingkat ulu hati oleh petinggi STIP Jakarta Utara.

Pihak keluarga berharap Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Utara cepat menyelesaikan kasus ini dan membawa pelaku ke pengadilan.

“Keluarga percaya ini bukan tindakan manusiawi. (Informasi) Demikian yang diucapkan oleh orang yang tertabrak di bagian ulu hati.

Tumbur mengatakan, pihak keluarga menunggu hasil otopsi Putu untuk mengetahui penyebab kematiannya dan diperlukan bukti untuk penyelidikan unit penyidik ​​Polres Jakarta Utara.

Hasil otopsi yang dilakukan tim dokter forensik RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, diharapkan mengungkap kekerasan yang dialami Putu hingga kematiannya.

“Jadi kita tinggal menunggu saja. Keluarga juga menunggu, berharap kasus ini bisa terungkap sepenuhnya, tidak ada gunanya menyembunyikannya.” Keluarga akan menuntut kampus

Paman korban, Nyoman Budi Arto mengatakan pihaknya akan membuka kasus tersebut di kampus.

Ia meminta pihak kampus bertanggungjawab atas kejadian yang merenggut nyawanya tersebut. Selain keluarga tersebut, mereka juga ingin agar pelakunya dihukum seberat-beratnya sesuai kejahatannya.

Nyoman Budi Arto menjelaskan: “Saya punya bayi digital. Jika dia punya anak juga? Saya akan membuka kasus di kampus.”

Ia menambahkan, pihak STIP Jakarta menghubunginya pada Jumat (3/05/2024) pagi sekitar pukul 09.00 WIB. STİP melaporkan, seorang taruna angkatan satu angkatan 2023 berinisial P meninggal dunia.

P merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang menjadi taruna sekolah di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

(Tribunnews/TribunJakarta/Kompas.com/Kompastv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *