TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tuntutan Ketua Umum PDI Megawati Sukarnoputri terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengusut AKBP Roja Porbo Bekti patut dilihat sebagai bagian dari kritik dan pendidikan politik yang seharusnya dimiliki setiap partai politik fungsional. .
Pernyataan Megawati ternyata berkaitan dengan gugatan Sekjen PDIP Histo Cristianto. Seperti yang dituduhkan saksi Aaron Masiko,
Mengapa pendidikan politik? Sebab, apa yang dilakukan penyidik KPK Rosa Purab Bhakti diduga melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang sangat merugikan hak warga negara Hastu dan Kasanadi yang menjadi saksi, padahal KPK adalah lembaga negara yang “bertanggung jawab melindungi hak warga negara”. saksi, nyatanya sudah dilanggar,” kata pengacara senior Petrus Celestins SH yang juga koordinator tim pembela Republik Indonesia di Jakarta (TPDI) ini, Senin (8/7). /2024).
Salah satu amanat UU No. 2 Tahun 2011 tentang partai politik, kata Peters, partai politik harus mendapat pendidikan politik.
Di sini Puan Megawati memberikan edukasi politik kepada seluruh pengurus partai, anggota partai, dan peneliti KPK tentang hak dan tanggung jawab setiap warga negara sebagai negara yang bebas dan berpemerintahan sendiri, dalam kehidupan nyata setiap hari. Harus ditanggung oleh lembaga negara. Peters yang juga kuasa hukum Kusnadi merupakan asisten Hasto yang juga diperiksa KPK bersama majikannya di KPK pada Senin (10/6/2024) lalu.
Oleh karena itu, tegas Peters, ketika aktivis parpol diperlakukan semena-mena oleh aparat penegak hukum, maka sikap Megawati yang mengkritik keras bahkan menantang KPK merupakan bagian dari pendidikan politik untuk mengusut KPK agar semua orang tahu betapa pentingnya menjaga keselamatan semua orang. . Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan hak hukum berdasarkan UU.
“Perilaku Bu Megawati ini ada kaitannya dengan jatuhnya KPK karena banyak penyidiknya yang salah kaprah dalam menangani beberapa kasus korupsi yang bermotif politik dan bukan untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Penyimpangan dari kondisi ideal
Peters berspekulasi, realitas memburuknya kondisi KPK adalah Ibu Megawati sebagai sosok reformis yang melahirkan KPK dengan segala kekuasaan dan wewenangnya tidak mau.
Oleh karena itu, melihat keadaan KPK yang jauh dari ideal, lumpuh dan tidak berdaya akibat campur tangan politik pihak luar, maka sudah menjadi tanggung jawab moral dan hukum Ibu Megawati untuk mengoreksi dan mengingatkan semua pihak. jelas Peters yang juga koordinator Gerakan Pengacara Indonesia (Perekat).
Komisi Pemberantasan Korupsi dibubarkan dan kehilangan senjata pamungkasnya yaitu independensi, lanjut Peters, karena didepolitisasi melalui perubahan undang-undang yaitu UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi UU No. 30 Tahun 2002 telah diubah. Dengan terbukanya pintu bagi pihak luar untuk campur tangan penyidik KPK, penyidik, dan Jaksa Penuntut Umum, maka tugas dan fungsi lembaga penegak hukum KPK lainnya menjadi sangat lumpuh.
Dikatakannya, penanganan kasus dugaan korupsi Haroon Masiko merupakan contoh buruk kinerja pemerintahan mendiang Presiden Jokowi oleh KPK karena ketidakmampuan KPK berpolitik dan melakukan intervensi dalam beberapa kasus . Kasus dugaan korupsi Haroon Masiko sempat tertunda selama 4 tahun, dimana di Khyber Pakhtunkhwa hanya berpidato menggantikan Haroon Masiko lalu tiba-tiba mengangkat masalah tersebut sebagai prioritas. dia bertanya dengan bingung.
Menurut Peters, kelakuan AKBP Rossa Purbo Bekti dkk saat memeriksa Shahid Hasto, kemudian merajalela dan mengincar Kasanadi dengan beberapa perilaku tidak pantas terhadap keduanya, diduga tindakan ilegal, tidak profesional, dan sewenang-wenang.
Pendidikan politik partai politik
Menyikapi keadaan de facto Komisi Pemberantasan Korupsi yang lumpuh di masa Presiden Jokowi dan jauh dari kinerja ideal, kata Peters, sangat tepat jika penyidikan terhadap Megawati Hasto ditanggapi dengan kritik pedas. seperti yang telah ditunjukkan dengan jelas. Jadilah bagian dari politik hukum.
Megawati diketahui menantang Hasto untuk berani menjawab pertanyaan di KPK saat menyampaikan orasi politik di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2024), dan menanyakan Hasto Siapa Inspektur KPK. ? Siapa yang mengundangnya?
Hasto kemudian menjawab AKBP Roja Puro Bekti dan Megawati juga meminta wartawan menuliskan nama penyidik Polri, karena banyak penyidik KPK yang beralih ke pihak luar dan melemahkan KPK dalam melakukan hal tersebut. KPK terpaksa diselamatkan agar identitas aslinya kembali.
Menurut Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Listio Segut Prabowo, dan Jaksa Agung Saint Burhanuddin, Peters harusnya bertanggung jawab mengembalikan KPK ke jati dirinya dengan membuka tugas supervisi, koordinasi, dan pemantauan KPK. Berhenti melakukan intervensi di level penyidik KPK seperti yang diungkapkan pimpinan KPK.
Khusus kasus Aaron Masiko, KPK harus merujuk penyidikan perkara tersebut ke Kepolisian atau Kejaksaan sesuai amanat ayat (2) dan ayat (3) Pasal 11 UU. Nomor 11.19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi agar Komisi Pemberantasan Korupsi tidak terganggu oleh perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum,” pintanya.
Pimpinan KPK mengungkap faktanya
Peters mengatakan, dampak dari tindakan Rossa dkk telah menimbulkan ketegangan politik yang cukup serius sehingga Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alex Marwata harus mengungkap kartunya saat memeriksa tim penyidik AKBP Rossa Purbo Bekti. dkk, tidak bertindak atas instruksi pihak luar dalam memeriksa saksi Hasto dan Kusnadi.
Persoalan instruksi pihak luar tersebut kembali diutarakan oleh pimpinan Panitia Pemberantasan Korupsi pada rapat kerja Komisi III DPR dengan pimpinan Panitia Pemberantasan Korupsi pada 1 Juli 2024, dimana Panitia Pemberantasan Korupsi KPK yang dipimpin secara terang-terangan mengaku belum mampu memberantas korupsi selama delapan tahun terakhir, antara lain karena ego pimpinan Polri dan Kejaksaan yang menjauhkan diri dari tugas koordinasi dan koordinasi. memantau KPK dan KPK memberikan intervensi langsung kepada pemeriksa. Menangani beberapa kasus korupsi,” jelasnya.
Mengingat KPK rupanya melemah dalam berbagai hal ketika Jokowi menjadi presiden, ketika Histo Cristianto menjadi sasaran kekuasaan menjelang berakhirnya masa jabatan Jokowi pada 20 Oktober 2024, baik oleh Polri maupun oleh Polri. Inspektur KPK tentu masih sangat “muda karena infrastruktur untuk mempolitisasi kasus tertentu sudah ada, tergantung kapan mau menggunakannya,” ujarnya.