Tribun News.com, Semarang – Najamtun Malina tak kuasa menahan air mata sedihnya. Ibu dr Olia Rasma Listeri menuntut keadilan atas penganiayaan anak terakhirnya.
Olya Rasma Listari merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Dipongoro yang mengalami dugaan pencabulan oleh orang yang lebih tua.
Najmatun Malina tertawa dan buka suara soal pelecehan yang dialami putrinya.
Najmatun membeberkan detail pelecehan yang dilakukan putrinya.
Keluhan pertama para orang tua adalah jam belajar yang mulai awal tahun 2022. Saat itu, Olya mengaku sudah siap dengan peralatan di kamar pada pukul 03.00.
Orang tua juga terkadang pulang dari pendidikan pada pukul 01.00 dan 01.30 pagi.
“Kondisinya seperti biasa. Sampai pulang dari rumah sakit, dia pingsan. Itu tanggal 25 Agustus 2022,” katanya dalam jumpa pers di Hotel Poe seraya menambahkan bahwa dia sempat terjatuh ke dalam selokan hingga sadar kembali. Jatuh dari sepeda” Rabu (18/9/2024).
Setelah terjatuh, katanya, kaki dan punggungnya sakit.
Akhirnya ia mendatangi ketua prodi untuk memastikan anak tersebut mendapat perawatan yang baik. Namun ketua prodi justru menjawab bisa memberikan pelatihan psikologis selama menangani pasien.
Katanya: “Tidak ada jalan lain? Berkali-kali saya mendatangi ketua program studi dan bercerita tentang perlakuan terhadap anak saya, namun kenyataannya masih sama.” Selama menempuh pendidikan di PPDS (Green Screen) Dr. Olya dimarahi karena menceritakan kepada putrinya tentang pelecehan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Depongoro. (TRIBUNJATENG.COM/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS)
Najmatun mengatakan, anaknya juga menangis saat mengikuti program PPDS.
Anak-anaknya juga diajarkan untuk menggunakan kata-kata kasar dan suara keras. Hal ini membuat anak itu ketakutan.
“Pada saat yang sama, saya mengajar anak-anak saya dengan lembut dan lembut. Saya beberapa kali menyampaikan hal ini ke ketua prodi, tapi jawabannya sama,” ujarnya.
Tak hanya itu, Nazmatoon juga bercerita tentang pengeluaran uang untuk kursus PPDS anaknya. Uang itu untuk keperluan militer dan lain-lain.
“Yang paling besar di semester satu, tapi masih semester depan,” imbuhnya.
Dia mengatakan, seluruh aliran uang dilaporkan ke polisi. Ini memiliki data cache daya.
“Informasinya sudah kita punya, sudah kita serahkan ke kepolisian setempat,” imbuhnya.
Di sisi lain, ia mengungkapkan ketidaksenangannya atas perlakuan putrinya selama belajar. Indip awalnya tidak terima.
“Tapi setelah datang ke sini, saya berharap bisa menyadarinya dan mengakuinya. Saya tidak hanya memohon, tapi tolong bantu saya,” ujarnya.
Dia sangat merasakan kehilangan putranya. Ia kecewa karena anaknya harus bersekolah untuk menimba ilmu.
Katanya: “Anak saya sudah tidak ada lagi. Seharusnya anak saya bersekolah mencari ilmu, tapi apa yang didapatnya?”
Akibat kejadian tersebut, Najmatun tidak hanya kehilangan putrinya, tapi juga suaminya. Dia menuntut keadilan bagi putranya.
“Tolong bantu saya mendapatkan keadilan. Bukan hanya nyawa, tapi suami saya yang seharusnya bersama saya,” ujarnya. Nusrat mengimbau agar kasus tersebut menjadi pembelajaran bagi semua pihak, khususnya PPDS. Dia menyebutkan orang-orang yang dilaporkan melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya.
Dia menambahkan: “Saya beritahu Anda untuk berhati-hati. Jika kejahatan ini terbukti, Anda tidak bisa lagi menjadi dokter.”
Ia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan segera mengambil tindakan terkait hal ini. Dia meminta kedua kementerian mengeluarkan surat.
Katanya: “Saya minta suratnya dikeluarkan agar saya bisa langsung melapor besok atau lusa.”
Sikap Kementerian Kesehatan, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuno. (Lebaran/IST)
Wakil Direktur (Wanita RI) Kementerian Kesehatan Dante Saxono Harbono menegaskan, program Pendidikan Profesi Dokter (PPDS) akan direformasi untuk mencegah terjadinya insiden pelecehan.
Dante mengatakan, karakter yang baik harus terbentuk dari pola pendidikan.
“Dokter adalah profesi yang mulia. Dikatakannya dalam diskusi FMB, Rabu (18/09/2024): “Profesi mulia seorang dokter hendaknya dimulai dari hati yang suci. Hati yang murni dimulai dengan pendidikan.”
Pihaknya mengaku memantau proses PPDS menggunakan log book.
Fungsi logbook adalah untuk mendokumentasikan dan mengevaluasi seluruh proses pengobatan dan aktivitas terapis secara keseluruhan.
“Log book harusnya menjadi kualifikasi kedokteran yang wajib. Tidak ada kegiatan lain yang harus dilakukan. Kami menyelenggarakannya di rumah sakit vertikal pemerintah dan luar negeri,” kata Dent.
Pihaknya telah mengancam pelaku pelecehan dengan surat peringatan, menutup program studi atau program, dan mencabut izin praktik dokter yang kedapatan melakukan pelanggaran berat.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Dr. M. Sehril mengatakan, sejak Juli 2023 hingga 9 2024, Kementerian Kesehatan menerima 356 laporan pelecehan, 211 laporan di RS vertikal, dan 145 laporan di luar RS vertikal.
Bentuk pelecehan yang paling sering dilaporkan adalah pelecehan non fisik, non verbal, jam kerja yang tidak wajar, penugasan yang tidak berhubungan dengan pendidikan dan pelecehan verbal dalam bentuk intimidasi.
Dr. M. Dari penyidikan 156 kasus pelecehan, 39 mahasiswa dan dokter pengajar (konsuler) dilarang keras, kata Sehril.
(Tribun Jateng/Tribunnews.comrtp)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul “Di Luar Nalar, Pelecehan Dr. Olya Malah Diucapkan Indep PPDS Prodi Anestesi Pelatihan Mental”.