Tangis Anak-anak Pengungsi di Rafah: Kami Tak Tahu Harus ke Mana Lagi? Rumah Kami Dibom

Sejak Senin (6/5/2024), tentara Israel melancarkan serangan darat di kawasan Rafah dan Israel mengklaim telah merebut perbatasan Gaza-Mesir. Tentara Israel melancarkan serangan besar-besaran di Rafah dengan mengerahkan tank, jet tempur, dan kekuatan militer lainnya. Sekretaris Jenderal PBB memperingatkan bahwa invasi besar-besaran ke Rafah oleh pasukan Israel akan menjadi “kesalahan strategis, bencana politik, dan mimpi buruk kemanusiaan”. Penutupan Israel terhadap penyeberangan Rafah ke Gaza telah memicu kekhawatiran akan berkurangnya pasokan makanan dan obat-obatan. “Setiap hari pihak berwenang Israel memblokir bantuan yang menyelamatkan nyawa, semakin banyak warga Palestina yang berisiko meninggal,” kata Human Rights Watch. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan proposal gencatan senjata yang disetujui Hamas tidak memenuhi tuntutan Israel. Namun, delegasi Israel telah tiba di Kairo untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut. Setidaknya 34.789 orang tewas dan 78.204 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Korban tewas di Israel akibat serangan Hamas pada 7 Oktober mencapai 1.139 orang. rakyat.

TRIBUNNEWS.COM, Gaza – Seperti diketahui, tentara Israel mengebom Rafah di Palestina tiga hari lalu.

Wilayah kecil berpenduduk 1,5 juta jiwa ini dibom di beberapa tempat hingga menimbulkan korban jiwa.

Serangan militer Israel di Rafah menyebabkan membanjirnya pengungsi ke wilayah tersebut.

Sedikitnya 23 orang, termasuk enam wanita dan lima anak, tewas dalam gelombang pertama serangan Israel di Rafah pada Senin (6/5/2024) malam.

Jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat saat ini.

Seorang pria di Rafah, Mohammed Abu Amra, kehilangan lima kerabat dekatnya dalam serangan yang juga menghancurkan rumahnya.

“Kami tidak melakukan apa pun, kami tidak ada hubungannya dengan Hamas,” kata Abu Amra, yang istrinya, dua saudara laki-lakinya, saudara perempuannya dan keponakannya semuanya tewas. 

“Kami melihat api yang menghanguskan kami. Rumahnya terbakar,” kata Al Jazeera mengutip ucapannya.

Keluarga Palestina yang mencari perlindungan di Rafah kembali terpaksa mengungsi setelah Israel melancarkan operasi militer di wilayah paling selatan Jalur Gaza. Tank tentara Israel bergerak di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza di Israel selatan pada 7 Mei 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina. (Foto oleh Menahem Kahana/AFP) (AFP/Manahem Kahana)

Pengungsi Palestina kembali harus mengungsi untuk menghindari serangan Israel yang bisa membunuh mereka.

Rafah dilaporkan dipenuhi sekitar 1,5 juta warga Palestina ketika Israel menginvasi.

Banyak dari mereka datang dari Jalur Gaza tengah dan utara, yang merupakan wilayah pertama yang diserang oleh pasukan darat Israel.

Mohammed al-Ghul, warga Palestina di Gaza timur, mengaku terpaksa meninggalkan Rafah akibat serangan Israel.

Ia mengaku telah mengungsi sebanyak lima kali sejak Israel menginvasi Gaza pada 7 Oktober 2023.

“Saya pindah dari Shujaiya ke Nuseirat, lalu ke Deir al-Balah, lalu ke Rafah, dan ini akan menjadi evakuasi kelima,” kata Al-Ghul, demikian laporan Al Jazeera, Rabu (8/5/2024).

Situasinya buruk. Kami tidak cukup tidur di malam hari karena bom dilemparkan ke atas kepala kami.” Asap mengepul akibat serangan udara Israel di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 7 Mei 2024, di tengah konflik antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (Foto oleh AFP) (AFP/-)

Imad, pengungsi Palestina lainnya di Rafah, mengatakan masa depan masyarakat di Jalur Gaza tidak jelas.

Ia mengaku ragu untuk menemukan lokasi yang aman di Jalur Gaza, wilayah Palestina yang diblokade Israel sejak 2007 dan jutaan orang dikurung di wilayah tersebut.

“Keluargaku ada empat, keluarga saudara laki-lakiku ada empat, totalnya delapan, kemana kita harus pergi?” kata Imad.

“Aku belum mengemas tendaku, aku butuh uang untuk membawanya.”

Sejak pekan ini, pasukan Israel telah mengebom beberapa titik di timur Rafah dan menutup titik perlintasan antara Gaza dan Mesir.

Penutupan tersebut menghalangi aliran bantuan kemanusiaan ke masyarakat Gaza yang menderita kelaparan.

Meski mendapat tentangan dari berbagai pihak, termasuk sekutu Israel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertekad menyerang Rafah yang penuh dengan pengungsi.

Netanyahu mengklaim Rafah adalah basis kekuatan Hamas.

Militer Israel mengatakan pihaknya telah menginstruksikan keluarga Palestina di Rafah timur untuk melarikan diri sebagai persiapan menghadapi kemungkinan serangan darat di kota dekat perbatasan Gaza dengan Mesir.

Namun ketika banyak pengungsi mengemasi tas mereka untuk pergi lagi, para pejabat di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan serangan udara Israel telah menargetkan daerah-daerah tertentu yang berada di bawah perintah evakuasi di Rafah timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *