Tribun News, Jakarta – Haider Alavi, pendiri Haider Alavi Institute (HAI), menilai pro kontra pengujian UU TNI-Polri adalah hal yang wajar.
Hal itu dilayangkan Haider Alvi menanggapi penolakan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrat Indonesia.
Haider Alavi, Rabu (31/7/2024) mengatakan, “Positif dan negatif adalah jiwa demokrasi. Tanpa positif dan negatif tidak ada demokrasi. Padahal, Pancasila lahir dari sudut pandang yang berbeda.”
Menurut R. Haider Alavi; Argumentasi yang muncul akibat pro dan kontra terhadap proses pengujian UU TNI-Polri sudah matang.
Parlemen dan komite; Partai politik, partai, organisasi sipil, perselisihan bilateral di media dan ranah swasta;
Adanya kelebihan dan kekurangan tersebut menunjukkan bahwa proses pengujian Undang-Undang TNI – Polri dilakukan secara transparan. Aspirasi berbagai lapisan masyarakat dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan revisi UU TNI-Polri. “Bentuk terbaik,” jelas R Haider Alavi.
Haider Alawi mengimbau masyarakat tidak perlu takut atau khawatir berlebihan karena prosesnya dilakukan secara terbuka dan transparan.
Melibatkan permintaan baru atau masalah perkembangan permintaan baru.
“Prosesnya transparan dan terbuka untuk publik. Banyak Ormas yang menyampaikan aspirasinya melalui pertemuan dengan parpol di Senayan. Jangan takut dan terintimidasi,” pungkas R Haider Alavi.
Pernyataan MW
Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Sukanputri menolak uji coba UU TNI dan UU Polri.
Megawati berbicara pada hari kedua Konferensi Aksi Nasional (Mokarnas) Perindo 2024 di iNews Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Megawati menilai revisi UU TNI dan UU Buliri tidak sesuai dengan ketentuan TAP MPR RI VI/MPR/2000.
“Terus kalau dibilang seperti itu, (ada yang bilang) ‘Bu Mega tidak setuju’ karena tidak setuju dengan RUU TNI-Bulri,” kata Megawati dari lokasi kejadian.
Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menilai, posisi TNI dan Polri setara dalam draf revisi tersebut.
Megawati mengatakan, “Proyek TAP MPR harus dilaksanakan, seperti kalian tahu perpecahan antara TNI dan BULRI, kenapa sekarang setara? Saya tidak mengerti maksudnya ya, sekarang tidak perlu.”
Oleh karena itu, Megawati mengaku menolak meninjau kembali UU TNI dan UU Buleri yang saat ini disahkan di Republik Demokratik Kongo.
Artinya, kalau TNI AU punya pesawat, maka polisi punya pesawat, ya. “Itulah pemikiran saya,” katanya.
Ia menilai pengujian UU TNI dan UU Polri harus memperhatikan TAP MPR RI VI/MPR/2000.
“Bukan itu saja, Bu.” Ini adalah masalah usia. Ya, ini masalah usia. Itu saja. Kita tidak perlu menyeimbangkan dengan cara ini. “Tidak perlu menyeimbangkan semua yang diinginkan,” tambah Megawati. .