TRIBUNNEWS.com – Berbicara tanpa menyebut nama, Kepala Pertahanan Israel menyatakan keprihatinannya atas sikap Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.
Menurutnya, pemerintahan Joe Biden telah menempatkan Israel dalam bahaya besar karena tidak bisa mengambil keputusan terhadap Iran dan proksinya.
Di tengah ketegangan regional setelah kematian Ketua Politik Hamas Ismail Haniyeh, Israel meminta Amerika Serikat untuk bertindak keras dan mengancam Iran jika perlu.
“Amerika tidak pernah mengancam akan menyerang Iran, sekali pun. Mereka (AS) hanya berbicara tentang pertahanan diri,” kata pejabat itu seperti dikutip Iran International.
Dia berargumentasi bahwa kegagalan Amerika mengambil tindakan tegas memberikan semangat kepada Iran.
Ia mengatakan hal ini meningkatkan ancaman keamanan di Timur Tengah dan membahayakan keamanan Israel.
“Amerika menggunakan bahasa yang lembut dan tidak membatasi Iran,” katanya.
“Proksi Iran di perbatasan Israel terus menjadi ancaman besar bagi kami saat ini, seperti sebelumnya,” tambahnya.
Diketahui, sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, proksi utama Iran, Hizbullah, hampir setiap hari menyerang Israel dengan roket, rudal, dan drone.
Selain Hizbullah, proksi Iran di Irak, Yaman, dan Suriah juga melancarkan serangan ke Israel.
Kepala Pertahanan Israel menyinggung sikap AS terhadap Iran, dan sikap Biden terhadap Hamas.
AS diketahui menekan Israel untuk menerima perjanjian gencatan senjata.
Hal ini dilihat oleh seorang pejabat Israel sebagai tanda bahwa Tel Aviv telah menyerah kepada Hamas.
“Amerika Serikat sekali lagi menempatkan kita pada risiko besar di seluruh negeri dengan mengirimkan pesan kepada Hamas untuk menang,” katanya.
Kepala keamanan melanjutkan: “Mereka memperlakukan Hamas dengan sangat hati-hati, sama seperti mereka selalu memperlakukan Iran.”
“Kita berhadapan dengan Hizbullah di utara, banyak kelompok teroris termasuk Hamas di Tepi Barat, Houthi yang menguasai Laut Merah di selatan, Hamas dan Suriah. Jangan bicara soal Irak lagi.” Panglima Garda Memimpin Perjuangan Melawan Israel
Sebelumnya, Iran melontarkan ancaman baru terhadap Israel terkait serangan balasan.
Ancaman tersebut disampaikan Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) Hossein Salami pada Minggu (8/9/2024).
Hossein yakin serangan Iran akan memberikan mimpi buruk bagi Israel.
“Besarnya pembalasan Iran akan menghantui Israel,” tegasnya, seperti dikutip Iran International, Minggu. Kepala Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran Hossein Salami berbicara pada pemakaman Razi Mousavi di Teheran, komandan senior Pasukan Quds Pengawal Revolusi Iran, yang terbunuh dalam serangan Israel di Suriah pada 25 Desember. 28 Desember 2023. (ATTA KENARE/AFP)
Hal ini juga menegaskan bahwa serangan terhadap Israel berbeda dari sebelumnya.
Saat ditanya kapan, di mana, dan bagaimana serangan akan dilakukan, Salami hanya menegaskan akan ada aksi balasan terhadap Israel.
“Serangan terhadap Iran ini akan berbeda, semua orang akan segera mengetahuinya,” kata Salami.
Sementara itu, para pejabat Iran telah memberi isyarat bahwa tanggapan Teheran mungkin tidak mencakup serangan langsung.
Faktanya, pernyataan Salami pada hari Minggu dipandang sebagai kemungkinan bagi Iran untuk mencegah eskalasi besar-besaran.
Pernyataan Salami menunjukkan respons yang lebih terencana dan mungkin tidak merata dibandingkan operasi militer yang langsung dan jelas.
Sejak kematian Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli 2024, Iran terus melanjutkan ancamannya terhadap Israel.
Namun sejauh ini belum ada serangan langsung dari Iran.
Hal ini mirip dengan serangan Iran terhadap Israel pada April 2024, setelah Tel Aviv menargetkan konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
Iran kini menghadapi dilema terkait rencananya melancarkan serangan balasan terhadap Israel. Serangan langsung menimbulkan risiko peningkatan militer besar-besaran dan menjadi sasaran utama bagi Iran untuk membalas.
Di sisi lain, kegagalan dalam melakukan hal ini akan merusak kredibilitas Iran di Timur Tengah, terutama di kalangan sekutu dan pendukungnya.
Hal ini menempatkan Iran dalam situasi yang sulit, menyeimbangkan kebutuhan untuk melindungi reputasinya dengan risiko eskalasi konflik lebih lanjut.
Diketahui, tekanan meningkat di Timur Tengah setelah Ismail Haniye meninggal di Teheran pada 31 Juli 2024.
Iran menuduh Israel berada di balik kematian Haniyeh, namun Tel Aviv tetap bungkam.
Namun, para pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan, begitu Haniyeh terbunuh, Israel langsung menghubungi Gedung Putih dan mengaku bertanggung jawab.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)