Tak Terima Beras RI Disebut Termahal di ASEAN, Bos Bapanas Ungkap Motif Bank Dunia: Biar Impor Lagi

Laporan jurnalis Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) bereaksi terhadap pernyataan Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia termahal di ASEAN. 

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengaku tidak terprovokasi dengan pernyataan tersebut. 

Sebelumnya, Country Manager Indonesia dan Timor Timur, Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia Carolyn Turk mengungkapkan, harga beras di Indonesia selalu lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. 

Menurutnya, harga beras di Indonesia bisa mahal, antara lain karena pembatasan impor dan berbagai distorsi harga yang meningkatkan harga produksi dan melemahkan daya saing pertanian.

Arief pun meminta agar tidak terprovokasi dengan pernyataan tersebut karena hanya ingin mendorong Indonesia untuk lebih banyak mengimpor beras. 

“Jangan terprovokasi dengan harga tinggi karena kita membatasi impor. Ini tidak boleh. Harga kita tinggi karena pembatasan impor? Nah, harus dibatasi. Kalau tidak ada batasan, apa jadinya petani? wajib,” kata Arief saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024). 

“Apakah Anda ingin percaya bahwa Bank Dunia memberikan penjelasan atas turunnya harga (dan kemudian) banyak impor, atau Anda ingin percaya bahwa kita setara di bidang ini?” lanjutnya. 

Ia mengatakan Indonesia harus membatasi impor dan meningkatkan produksi beras. 

“Impor dikurangi, dibatasi, produksi ditingkatkan, jadi ada crossover. Kalau tidak impor, kita ekspor,” kata Arief. 

Bank Dunia juga menyebutkan meski harga beras di Indonesia paling mahal, namun petani di Indonesia justru berpendapatan rendah. 

Carolyn mengatakan sebagian besar pendapatan petani marginal seringkali berada jauh di bawah upah minimum dan di bawah garis kemiskinan.

Mengutip hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Carolyn mengatakan rata-rata pendapatan petani kecil di Indonesia kurang dari satu dolar AS per hari atau US$341 per tahun. 

Arief pun membantahnya dan mengatakan petani senang saat ini karena harga kotak sedang tinggi. 

“Hari ini petani senang. Tadi harga gabah Rp 3.900 dinaikkan jadi Rp 5.000, lalu dinaikkan jadi Rp 6.000. Ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” pungkas Arief. . 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *