Laporan Koresponden Tribunnews.com Endrapta Pramudias
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendak) Zulkifli Hasan memimpin pemusnahan produk baja tulangan beton yang tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
Produk yang dimusnahkan senilai Rp 257,24 miliar dan pemusnahan terjadi pada Jumat (26/4/2024) di Kabupaten Serang, Bandon.
“Terjadi pelanggaran produksi baja beton dan aturan SNI,” kata Zulhas, nama samarannya, dalam keterangan tertulis.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penertiban terhadap pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab karena menghasilkan produk yang tidak memenuhi persyaratan SNI, lanjutnya.
Di antara produk yang dimusnahkan terdapat 116 ukuran dan merek berbeda dengan total 3.608.263 buah atau berat 27.078 ton.
Produk yang dimusnahkan tidak memenuhi SNI 2052:2017 dan legalitas produk berupa Sertifikat Penggunaan Produk Merek SNI (SPPT-SNI) dan Nomor Registrasi Produk (NPB).
Sulhas menjelaskan Kementerian Perdagangan melakukan pengawasan khusus melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Pengaturan Perdagangan (Ditjen PKTN).
Akibatnya, Kementerian Perdagangan menemukan ada pemain komersial yang memproduksi produk baja tulangan beton yang tidak memenuhi persyaratan SNI.
Penemuan produk baja tulangan beton ini merupakan hasil pengawasan khusus Direktorat Jenderal PKTN. Sesuai ketentuan, produk baja tersebut akan dimusnahkan, kata Sulhas.
Menurut dia, produk baja tulangan beton yang tidak memenuhi SNI sangat berbahaya dan merugikan konsumen.
Selain itu, produk tersebut mengganggu industri nasional dan merugikan masyarakat karena produksinya menimbulkan polusi.
“Kalau tidak sesuai SNI pasti berbahaya dan merugikan konsumen. Selain itu, produk baja yang tidak memenuhi standar akan mengganggu industri dalam negeri dan menimbulkan banyak pencemaran,” kata Zulhas.
“Jadi, kami bekerja sesuai norma yang berlaku. Nanti akan ditindaklanjuti oleh otoritas dan Kementerian Perdagangan,” tutupnya.
Tidak mematuhi aturan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar berdasarkan Pasal 62 Ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999.
Selain itu, Undang-undang Nomor Tahun 2014. Pasal 113 angka 7 memberikan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.