TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah tidak cukup hanya membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) merek Pertalite oleh pemilik mobil, tetapi juga melakukan upaya dan pengawasan maksimal.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pembatasan pasar bahan bakar benar-benar bermanfaat bagi sasaran.
Menteri Perhubungan Bambang Haryo Soekartono (BHS), mengatakan larangan pembelian BBM harus dibarengi dengan kajian pradistribusi, penilaian harga, dan pemantauan distribusi.
“Tujuan pembatasan yang dilakukan pemerintah adalah untuk menghemat anggaran. Itu benar. Tapi pemerintah juga harus mengukur penggunaan dan biayanya,” kata BHS, Senin (9/9/2024).
Ia menambahkan, pentingnya distribusi BBM bagi angkutan umum, baik logistik darat (truk) maupun kendaraan penumpang besar seperti bus.
Karena negara kita adalah negara maritim yang memiliki banyak pulau, maka sumber bahan bakar utama juga berasal dari angkutan laut, baik angkutan penumpang maupun angkutan penumpang, termasuk kereta api.
Harapannya, masyarakat terdorong untuk menggunakan angkutan umum jika harganya murah karena harga bahan bakarnya rendah. Dan itu juga akan menurunkan harga barang jika perjalanan angkutannya murah karena harga bahan bakarnya rendah, ujarnya . katanya.
“Hal ini juga akan berdampak pada harga jual, murahnya produk, meningkatkan daya beli dan mengurangi beban pelanggan,” ujarnya, berbicara pada Senin, 9 September 2024.
Penyaluran utamanya, lanjut BHS, ditujukan kepada nelayan dan petani untuk kebutuhan operasionalnya, seperti bahan bakar kapal nelayan, bahan bakar pompa air pada traktor untuk membajak gandum dan padi.
Hal ini diharapkan berdampak pada swalayan dan juga harga pangan yang murah. Dan hal ini dapat mengarah pada perekonomian multipemain yang besar.
“Saat ini besaran subsidi Pertalite sebesar KL31,7 juta dan Solar sebesar KL18,89 juta. Padahal, jumlah tersebut cukup untuk menutupi kebutuhan angkutan umum dan angkutan massal, baik darat, laut, dan kereta api, serta angkutan umum. kebutuhan masyarakat Kebutuhan nelayan dan petani menjawab bahwa “tidak boleh lebih dari 20 persen dari total subsidi listrik dan tidak lebih dari 10% dari total subsidi Pertalite”.
Jadi sisa kuota liter subsidi BBM untuk masyarakat yang menggunakan mobil ada sekitar 19,7 juta mobil dan 120 juta mobil eksisting.
Dikatakannya, “Masih cukup jika minyak yang diterima tidak disalahgunakan untuk diangkut ke pasar dan terdapat tanda-tanda kebocoran pada pipa-pipa kilang yang sering terjadi di Indonesia,” ujarnya.
“Laporan penyalahgunaan dan kebocoran BBM harus dilacak dan ditangani langsung oleh Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan bila perlu Dewan Kesehatan Bersih. atau korupsi,” ujarnya.
BHS juga menambahkan bahwa biaya subsidi bahan bakar Pertalite sedang dinilai dan ditinjau. Sebab jika dibandingkan dengan harga bensin non-RON 97 di Malaysia, hanya 3,42 ribggit malaysia atau setara Rp 12.000.
Sedangkan harga retribusi Pertalite sebesar Rp 10.000. Meski nilai oktan kedua bahan bakar tersebut terpaut 7 oktan, namun perbandingannya sangat besar.
Diperkirakan selisihnya bisa melebihi Rp 3.500. Jadi bisa dihitung harga subsidi Pertalite bisa turun 25 – 30% dari harga saat ini.
“Kalau begitu, penurunan harga Pertalite bisa dialihkan ke kuota liter subsidi BBM yang ada. Jadi kuota Pertalite 31 juta kiloliter akan bertambah 7-8 juta kiloliter menjadi sekitar 38 juta kiloliter,” ujarnya.