SYL Bantah Kesaksian Anak Buah Utak-atik Eselon I Kementan hingga Umrah untuk Kepentingan Pribadi

Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) membantah pernyataan anak buahnya saat persidangan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.

Di Pengadilan Tipikor Pusat Jakarta, Senin (6/3/2024), hakim memberikan kesempatan kepada SYL untuk menanggapi pernyataan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dedi Nursyamsi. .

Menanggapi hal tersebut, SYL membantah hal tersebut merendahkan posisi eselon I di Kementerian Pertanian.

Sebab, pergantian pejabat eselon I di lingkungan kementerian harus dilakukan melalui tim penilai akhir (TPA).

“Hal ini selalu diungkit-ungkit seolah-olah Syahrul bisa diganti sesuai keinginan Menteri Eselon I. Meski mengganti Eselon I itu tidak mudah. ​​Harus melalui dump Presiden. Maklum Profesor Dedi?” SYL bertanya kepada Dedi sebagai saksi.

– Aku tahu, – jawab Dedi.

Selain jabatan Tier I Kementerian Pertanian, SYL juga mencakup bantuan pangan, telur, sumbangan bencana alam, dan sewa jet pribadi.

Menurutnya, semua tergantung masyarakatnya, bukan dirinya.

“Sebelumnya kita bicara tentang berbagi dan hal-hal lain tentang kebutuhan pokok dari awal mulai dari uji coba: bencana alam, sapi, tigana, sewa pesawat, helikopter, jalan-jalan ke luar negeri. Pertanyaan saya kepada Profesor Dedi yang menangani SDM di sana, apakah untuk komunitas atau SYL pribadi?”

“Untuk masyarakat,” kata Dedi.

“Mencarter pesawat ke Papua untuk Syahrule?” SIL bertanya.

“Iya, untuk urusan dinas,” jawab Dedi.

Kemudian SYL juga membantah jika kegiatan umroh yang dilakukan merupakan keinginan pribadi.

Diakui SYL, menunaikan umrah bersama keluarga saat itu merupakan kegiatan yang bertepatan dengan Ketua KADIN Makkah.

Maksud saya, Profesor Dedi kemarin lupa kalau dia menandatangani MoU di Mekah dengan Syekh Quraisy, ketua Kamar Dagang dan Industri Mekah, yang terkait dengan buah-buahan. Apakah Anda lupa? kata SIL.

“Saya ke tempat itu, tapi mungkin postingan saya keluar. Mungkin,” kata Dedi.

“Tetapi apakah Syekh Quraisy itu ada?”

“Melanjutkan”. Mereka memeras bawahannya atas hadiah yang diterima sebesar Rp 45,5 M dan Rp 40,6 M

Dalam kasus ini, SYL didakwa melakukan pemerasan sebesar $44.546.079.044 dan menerima sumbangan dari Kementerian Pertanian periode 2021-2023.

“Sebagaimana disebutkan di atas, uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan cara paksa adalah sebesar Rp 44.546.079.044,” kata Jaksa KPK, Masmudi dalam sidang, Rabu (28/2/2019). ). 2024) di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang tersebut diperoleh SYL dengan mengutip pejabat Eselon I Kementerian Pertanian. Terdakwa Syahrul Yasin Limpo menggelar sidang kasus pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Kementerian Pertanian, Jakarta pada Senin (03/06/2024). Dalam persidangan, JPU KPK menghadirkan beberapa saksi untuk dimintai keterangan, salah satunya mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut jaksa, bukan hanya SYL yang bertindak, Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian, ikut membantu. dia. . mereka juga menyalahkan mereka.

Apalagi, Kasdi dan Hatta menggunakan uang yang dikumpulkan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, uang pungutan terbesar digunakan untuk acara keagamaan, operasional kementerian, dan belanja lain-lain yang tidak termasuk kategori yang ada, yakni mencapai Rp 16,6 miliar.

“Setelah itu, mereka menggunakan uang tersebut sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.

Terkait perbuatan tersebut, para terdakwa disangkakan dengan dakwaan pertama: Pasal 12 huruf e dan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor serta Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dari KUHP.

Tuduhan Kedua: Pasal 12(f) sama dengan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor dan Pasal 55(1) KUHP dan Pasal 64(1) KUHP.

Tuduhan Ketiga: Pasal 12 B sesuai dengan Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, Pasal 55(1) KUHP, Pasal 64(1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *