TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak keputusan pemerintahan Joko Widodo yang mengekspor pasir laut dan sedimen laut ke luar negeri.
Menurut dia, sedimen laut lebih baik diekspor ke luar negeri daripada dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri untuk meninggikan kawasan pesisir Pulau Pantura, Pulau Jawa, yang mengalami abrasi parah.
Susi Pudjiastuti mengkritik pemerintah melalui unggahan cuitannya di media sosial
Hal ini mengingatkan kita bahwa pasir, bagaimanapun kita menyebutnya sedimen, sangat penting bagi keberadaan kita.
“Kalau mau ambil pasir/sedimen, ayo kita manfaatkan untuk meninggikan kawasan Pantura Jawa dan lain-lain yang terkena abrasi parah dan tenggelam sebagian,” saran Susi Pudjiastuti. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ia pun menyarankan agar pemerintahan Joko Widoda memulihkan lahan dan persawahan masyarakat Pantura yang kini hilang akibat erosi laut.
“Kembalikan tanah untuk persawahan rakyat kami di Pantura. JANGAN EKSPOR!! Saya berharap dan berharap Yang Mulia mewakili rakyat Indonesia memaklumi. Terima kasih,” tulis Susi Pudjiastuti. Perpres tersebut menyerukan pembatalan ekspor pasir laut
Rencana ekspor pasir laut atau sedimen laut menuai banyak kritik. Amin Ak, Anggota Komisi VI DPR RI, meminta pemerintah membatalkan izin ekspor pasir laut atau produk sedimentasi laut.
Amin mengatakan, hasil kajian yang ada, baik laporan berbagai kekuatan masyarakat sipil maupun hasil pemantauan komisi terkait di DPR, menunjukkan bahwa teknologi, sistem, dan pengawasan di laut masih lemah.
Kegiatan penambangan akibat sedimentasi laut dan ekspor pasir laut pada hakikatnya lebih banyak menimbulkan kerusakan atau kerugian dibandingkan manfaat yang diperoleh.
Siapa yang bisa menjamin pasir yang dikeruk itu hasil sedimentasi dan bukan hasil laut? Teknologi pengawasan yang canggih diiklankan pemerintah, nyatanya kita belum siap memantau aktivitas penangkapan ikan secara terukur dan penangkapan ikan ilegal, kata Ma’ruf, Kamis di Jakarta ( 19/9/2024).
Menurut dia, masih banyak kasus pengambilan pasir laut ilegal di lapangan, misalnya di Kepulauan Riau dan Seribu.
Tanpa pengawasan dan pengendalian yang ketat, kata Amin, kebijakan pasir laut atau dampak sedimentasi laut akan menjadi kontraproduktif terhadap publisitas pemerintah untuk mengembangkan ekonomi hijau.
“Jika ekosistem rusak akibat ekstraksi dan sedimentasi pasir laut, maka janji-janji ekonomi hijau hanya omong kosong belaka. Karena ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang sedang rusak,” kata Amin. Pada Senin (14/2/2022), aparat menyita kapal penambang pasir laut ilegal di perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Pemerintahan Jokowi kembali mengizinkan ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun. (dok. Kompas.com)
Kritik terhadap rencana ekspor pasir laut juga diungkapkan pengamat kelautan Indonesia dari ikatan alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Capt. Marcello Hakeng Jayawibawa.
Menurut dia, secara teknis sedimen laut merupakan material yang terakumulasi di dasar laut dan terdiri dari berbagai partikel, termasuk pasir.
Meski berbeda istilah, proses penangkapan sedimen dalam jumlah besar tetap melibatkan pemindahan material dari dasar laut, kata Marcello saat dihubungi Tribunnews, Selasa (17/09/2024).
Menurutnya, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir.
Ekstraksi sedimen yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan topografi dasar laut dan mengubah keseimbangan ekologi, seperti erosi pantai, sehingga mengakibatkan degradasi habitat laut dan ancaman terhadap biota laut.
“Penurunan sedimen laut secara signifikan juga dapat merusak ekosistem sensitif seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan bakau,” jelas Marcellus.
Selain itu, juga berpotensi mencakup habitat penting. Misalnya, terumbu karang sangat bergantung pada air bersih dan jernih, sedangkan keberadaan sedimen berlebih dapat menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan alga simbiosis untuk berfotosintesis, sehingga membahayakan kelangsungan terumbu karang.
“Dampak jangka panjangnya bisa berupa berkurangnya keanekaragaman hayati laut dan berkurangnya populasi ikan, yang secara langsung berdampak pada nelayan lokal yang bergantung pada ekosistem ini,” jelas Marcellus.
Selain dampak ekologis, pembuangan sedimen juga dapat mempercepat erosi pantai, ujarnya. Sedimen di dasar laut berperan penting dalam menstabilkan pantai dan melindunginya dari erosi alam.
Penghilangan sedimen secara besar-besaran dapat melemahkan fondasi alami pantai, mempercepat erosi dan menyebabkan hilangnya tanah, terutama di wilayah pesisir yang sensitif.
“Bagi masyarakat pesisir, erosi pantai dapat mengancam pemukiman, infrastruktur, dan mata pencaharian. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat erosi dapat mengakibatkan biaya pemulihan yang sangat tinggi, baik secara ekonomi maupun ekologi, sehingga memerlukan intervensi pemerintah dalam jangka panjang,” ujarnya. . katanya. Setelah 20 tahun membeku, keran ekspor pasir laut kembali dibuka
Ekspor pasir laut dan sedimen laut dibuka kembali oleh pemerintahan Joko Widodo di akhir masa jabatannya, setelah dibekukan selama 20 tahun.
Kementerian Perdagangan telah merevisi dua peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang ekspor pasir laut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan ekspor pasir laut hanya bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
“Ekspor hasil sedimentasi lepas pantai berupa pasir laut dapat ditentukan jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya, dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa (9 Oktober 2024). Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim (Kompas.com/Elsa Catriana)
Isy menilai tujuan pengaturan ekspor pasir laut sesuai PP Nomor 26 Tahun 2023.
Menurut dia, penyesuaian tersebut dilakukan untuk mengatasi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya dukung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut.
Lebih lanjut dikatakan, dengan adanya pengaturan ekspor pasir laut, maka hasil sedimentasi di laut dapat dioptimalkan untuk pengembangan dan pemulihan ekosistem pesisir dan laut.
Jenis pasir laut yang dapat diekspor diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan n. 21 Tahun 2024 yang mengingatkan kembali pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan n. 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Sedimentasi Lepas Pantai untuk Ekspor.
Untuk mengekspor pasir laut dimaksud, harus dipenuhi serangkaian ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 21 Tahun 2024.
Ketentuan tersebut ditujukan sebagai eksportir terdaftar (ET) yang memiliki persetujuan ekspor (PE) dan memiliki laporan geodesi (LS).
Untuk dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kementerian Perdagangan, pedagang dan eksportir harus mendapatkan izin pemanfaatan pasir laut dari KKP.
Baca juga: Tanggapan Menteri Kelautan dan Perikanan Luhut terhadap Ekspor Pasir Laut: Masih Dilarang
Pedagang dan eksportir juga harus mendapatkan izin pertambangan untuk dijual dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk dapat ditetapkan sebagai ET.
Selanjutnya, pelaku ekonomi dan eksportir harus memberikan surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi laut yang diekspor berasal dari tempat pengambilan sesuai dengan titik koordinasi yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan.
Setelah memenuhi persyaratan ET, pelaku ekonomi dan eksportir dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan PE.
Syaratnya, harus memiliki rekomendasi ekspor pasir sedimen lepas pantai dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan memenuhi kebutuhan nasional melalui mekanisme Internal Market Obligation (DMO).
Jenis pasir laut yang dilarang ekspornya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2024.
Kedua Peraturan Menteri Perdagangan tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 2024 dan akan mulai berlaku 30 hari kerja sejak tanggal diundangkan.
“Kami berharap para pelaku ekonomi dapat menerapkan aturan ini dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan dampak yang baik bagi perekonomian Indonesia,” tutup Isy.
Sekadar informasi, revisi dua peraturan Menteri Perdagangan ini bertujuan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
Lebih lanjut, hal tersebut juga merupakan kelanjutan dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Revisi tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan n. 20 Tahun 2024 sehubungan dengan perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Ekspor
Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan n. 21 Tahun 2024 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2023 tentang kebijakan dan peraturan ekspor.