TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Usaha kecil dan menengah (UKM) merasakan tekanan pada usahanya karena kenaikan harga pada usahanya.
Tingginya tingkat inflasi menghambat usaha mereka dan mereka harus melakukan banyak penyesuaian agar usahanya tetap berjalan.
Temuan ini berdasarkan survei internal UOB Indonesia terhadap ribuan pelaku UKM di kawasan ASEAN, Tiongkok dan Hong Kong, yang disampaikan pada presentasi UOB Media Editors Circle bertajuk “Elevating Indonesia’s SMEs Through Regional Connectivity and Digitalization Capabilities” di UOB Plaza, Jakarta, Senin, 12 Agustus 2024.
“Tantangan terbesar bagi UKM saat ini adalah tingginya tingkat inflasi. Ini mempengaruhi 88 persen pebisnis. Di Indonesia, 94 persen UKM terdampak, dan yang paling terdampak adalah UKM manufaktur,” ujar peneliti UOB Jasmine Yeoh saat memaparkan temuannya.
Dalam menghadapi inflasi yang tinggi, perusahaan UKM mengatasinya dengan menyeimbangkan pengeluaran dalam usahanya, termasuk menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas dan harga.
Yang menggembirakan adalah adopsi teknologi digital oleh para pengusaha di kawasan ASEAN saat ini sangat baik. Dalam hal ini, pengusaha UKM di Indonesia, Thailand, dan Tiongkok merupakan yang paling maju.
“Hingga 8 dari 10 pelaku bisnis di tiga negara ini sudah menggunakan digital. Di Indonesia, adopsi digital sebesar 89 persen,” ujar Jasmine Yeoh. Diskusi UOB Media Editors Circle bertajuk “Elevating Indonesia’s SMEs Through Regional Connectivity and Digitalization Capabilities” di UOB Plaza, Jakarta, Senin 12 Agustus 2024. (Tribunnews/Choirul Arifin)
Ia menjelaskan, jumlahnya sudah mencapai 86 persen di Indonesia dan 75 persen di Thailand.
Ia menjelaskan, UKM di ASEAN menghadapi banyak tantangan. Yang terpenting adalah pengenalan teknologi digital, masalah keamanan dan penerapan teknologi digital yang mahal serta keterbatasan kemampuan digital.
Tantangan lainnya adalah inkompatibilitas atau ketidakcocokan antara teknologi lama dan baru serta meningkatnya risiko pencurian data.
Terkait manajemen rantai pasokan (SCM), penelitian UOB menemukan bahwa 6 hingga 10 pengusaha di wilayah tersebut mengatakan bahwa ketegangan geopolitik berdampak pada bisnis mereka.
Ia mengatakan, UKM di Indonesia sangat tertarik untuk menjalin kerja sama dengan organisasi bisnis dan menjalin hubungan dengan pihak ketiga.
“Sebanyak 83 persen pengusaha UKM di wilayah ini mencari peluang pasar untuk ekspansi dalam tiga tahun ke depan,” ujarnya.
Dijelaskannya, pasar ASEAN menjadi yang paling dibidik, yakni mencapai 56 persen dari seluruh pelaku usaha, disusul pasar Tiongkok sebesar 30 persen.
Studi ini juga menemukan bahwa hingga 93 persen pengusaha di Indonesia ingin berekspansi ke pasar luar negeri, khususnya di ASEAN dan Asia Utara. Di ASEAN, pasar Malaysia sangat fokus pada ekspansi dengan pangsa sebesar 73 persen, diikuti oleh Singapura dengan pangsa 60 persen.
Secara umum, investor UKM di ASEAN memperkirakan kondisi bisnis akan membaik pada tahun 2024.
Jasmine mengatakan survei bertajuk “Business Outlook Study 2024” ini mencakup tanggapan dari 4.000 profesional bisnis di Asia Tenggara serta Tiongkok dan Hong Kong.
“Di Indonesia, kami melakukan survei terhadap 525 pengusaha UMKM dan pengusaha besar yang bekerja di sektor manufaktur, teknik, konstruksi, dan lainnya,” ujarnya.
Maya Rizano, Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia, mengatakan: “Penelitian UOB Indonesia terhadap UKM dan perusahaan besar bertujuan untuk menganalisis investasi mereka guna meningkatkan perekonomian Indonesia.”
“Sektor UMKM kita sejauh ini berkontribusi 70 persen terhadap PDB Indonesia,” ujarnya.
Harapanman Kasan, Direktur Perbankan Lingkungan Hidup UOB, mengatakan sektor UKM yang terus tumbuh dan berkembang akan memperkuat perekonomian Indonesia.
“Riset UOB menyoroti pandangan UMKM dan perusahaan besar terhadap tantangan ke depan. Hingga saat ini, UMKM menghadapi banyak kendala seperti terbatasnya akses terhadap pembiayaan dan pengenalan teknologi digital. Namun UMKM kita cukup tangguh dan tumbuh sebesar 5 persen,” kata Harapanman.
Dalam hal ini, kata dia, UOB Indonesia berperan sebagai insentif dan melakukan aktivitas media. “Kami sangat optimis dengan masa depan perekonomian Indonesia,” ujarnya.