Subsidi BBM Membengkak, Pemerintah Diminta Menekan Pembiayaan Tidak Produktif

Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destriavan melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta pemerintah mengkaji ulang pendanaan yang tidak produktif dan tidak berdampak pada masyarakat.

Menurut Sugeng, hal itu untuk melindungi belanja pemerintah akibat subsidi APBN yang meningkat di tengah melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar.

“Seperti dulu, misalnya proyek mercusuar dihentikan, dampaknya dalam waktu dekat tentu luar biasa,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (30/6/2024). .

Di sisi lain, Sugeng juga meminta pemerintah serius mengkaji ulang subsidi bahan bakar minyak (BBM). Perlu adanya kajian untuk menyikapi persoalan subsidi yang dirasa mencekik APBN.

Masalah lain muncul seiring dengan meningkatnya biaya produksi bahan bakar. Biaya produksi bahan bakar Pertalite meningkat dari Rp 12.400 menjadi Rp 13.500 per liter. Angka tersebut lebih tinggi Rp3.500 dibandingkan harga jual SPBU Pertamina saat ini yang Rp10.000.

“Pertalite yang harga jualnya Rp 10.000 (per liter), biaya produksinya sekitar Rp 12.400. Bahkan belakangan ini naik sekitar Rp 3.500. Jadi sebenarnya harganya Rp 13.500,” dia kata.

Dia mengatakan, perbedaan biaya produksi dan harga jual bisa membebani Pertamina. Apalagi jika penyaluran perlite melebihi kuota yang ditetapkan pada tahun 2024 yaitu 31 juta kiloliter.

“Setiap liternya sekitar Rp 3.500 kali 31 juta kiloliter. Itu yang kita targetkan untuk Pertalite di 2024. Dan perkiraan saat ini lebih tinggi, bahkan sampai 32 juta kiloliter. Nah, itu tanggungan perusahaan. Ada beban juga seperti saya disebutkan tadi,” jelas Sugeng.

Sugeng mengatakan, selain Pertalite, solar juga mengalami permasalahan yang sama. Harga solar keekonomiannya mencapai Rp 12.100, sedangkan harga jual di SPBU hanya Rp 6.800. Padahal, subsidi dari pemerintah hanya sebesar Rp 1.000 per liter.

“Tenaga surya juga masalah serius, karena kita sudah tetapkan subsidi antara Rp 1.000-Rp 3.000 untuk solar, tapi pemerintah tetap di Rp 1.000 per liter. Nah ini yang selalu kita andalkan,” jelasnya .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *