Laporan jurnalis Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex membantah kabar perusahaannya terlilit utang dan terancam bangkrut.
CFO Sritex Welly Salam mengatakan, hingga saat ini perseroan masih beroperasi dan masih menerima pesanan yang masuk.
“Banyak pemberitaan di media yang memberitakan perusahaan terancam bangkrut, kami pastikan hal itu tidak benar,” kata Welly dalam keterbukaan publik tahunan secara virtual, Selasa (25/6/2024).
“Karena selama ini kami masih bekerja dengan segala fasilitas yang kami miliki, dan kedepannya juga akan ada order book di perusahaan kami. Jadi untuk koin franchisenya tidak perlu khawatir,” lanjutnya.
Walley mengatakan perseroan juga menyajikan informasi yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Salah satunya terkait kreditur perseroan yang dinilai telah menyetujui usulan restrukturisasi utang perseroan, mengingat saat ini perseroan sedang menjalani 3 proses restrukturisasi, yaitu proses PKPU di Indonesia, moratorium di Singapura, dan Amerika Serikat.
“Hal ini sudah kami sampaikan kepada Bursa Efek Indonesia yang pada minggu lalu juga meminta update atau informasi terkini mengenai perkembangan hingga PKPU perseroan,” kata Welly.
“Padahal sebelumnya sudah kami sampaikan bahwa proses PKPU dan putusan PKPU mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak terbaca, yakni ditentukan oleh putusan PKPU awal tahun 2022 yaitu 25 Januari 2022,” ujarnya. lanjutan. .
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasmita, sebelumnya dikutip Kompas, mengaku akan mengkaji permasalahan yang terjadi di PT Sri Rejeki Isman Tbk, termasuk isu bangkrutnya perusahaan tersebut.
“Kita harus pelajari kenapa bisa bangkrut,” kata Agus di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Menurut dia, Kementerian Perindustrian akan mengkaji model bisnis yang dijalankan perusahaan berkode saham SRIL tersebut. Ego ingin mengetahui bahwa kebangkrutan Sritex hanya karena masalah di industri tekstil atau masalah lain yang dihadapi kantor pusat.
Pasalnya, pasar Indonesia dibanjiri produk tekstil impor karena beberapa alasan.
“Iya kita perlu lihat model bisnis Sritex group seperti apa. Apakah bangkrutnya hanya karena tekstil, apakah ada masalah di pusat,” kata Agus.