TRIBUNNEWS.COM – Houthi Yaman kembali menunjukkan kekuatannya dengan meluncurkan rudal baru yang diklaim mampu menembus kubah besi Israel.
Senjata yang diberi nama “Palestina” ini merupakan satu-satunya yang memiliki prajurit yang digambarkan berjilbab kotak-kotak seperti bendera Palestina.
Peluncuran rudal Palestina diumumkan setelah Houthi menggunakan rudal baru mereka dalam serangan terhadap pelabuhan militer Eilat di Teluk Aqaba di Israel selatan, yang dikutip oleh APNews.
Tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut, namun tembakan rudal Palestina yang dilakukan oleh kelompok Houthi menyebabkan sirene baja Israel meraung-raung sehingga meningkatkan kekhawatiran warga.
Menurut media lokal, sirene terdengar di sekitar 30 wilayah Israel tengah, termasuk Tel Aviv.
Sementara itu, sirene peringatan dibunyikan pertama kali dalam enam bulan oleh pengerahan militer pada 7 Oktober 2023.
“Angkatan bersenjata Yaman dikirim untuk menargetkan sasaran militer Israel di wilayah Umm al-Rashrash, selatan wilayah Palestina yang diduduki,” kata juru bicara militer Yaman Brigadir Jenderal Yahya Saree. Bentuk rudal Houthi “Palestina”.
Rekaman rudal Palestina yang diluncurkan kelompok Houthi pada Rabu malam (5/6/2024) menunjukkan senjata tersebut diangkat dari peluncur yang bergerak.
Rudal tersebut terbang cepat ke udara dengan kepulan asap putih yang keluar dari mesinnya.
Houthi sendiri tidak meluncurkan rudal khusus ke Palestina.
Namun jika dilihat dari rekamannya, rudal perkotaan Houthi berbahan bakar padat karena ketika diluncurkan akan mengeluarkan kepulan asap berwarna putih.
Harap dicatat bahwa asap putih biasa terjadi pada rudal berbahan bakar padat.
Dengan fokus tersebut, rudal Palestina bisa terbang dengan kecepatan di atas Mach 5
Kelompok Houthi mengklaim bahwa rudal canggih tersebut diproduksi secara lokal.
Namun, karena kelompok Houthi tidak memiliki sumber daya sendiri untuk membuat sistem rudal di Yaman, banyak yang percaya bahwa rudal Palestina dibuat oleh paramiliter Garda Revolusi Iran.
Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa elemen desain rudal tersebut mirip dengan rudal lain yang dikembangkan oleh paramiliter Garda Revolusi Iran.
Salah satunya adalah rudal Fattah yang mampu mencapai jarak hingga 1.400 kilometer (870 mil).
Kali ini kecepatannya diperkirakan mencapai Mach 14 (15.000 km/jam).
“Kami dapat mengatakan dengan sangat yakin bahwa ini adalah senjata propelan padat presisi yang dikembangkan Iran,” tulis Fabian Hinz, pakar rudal dan peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis.
Meski para ahli rudal belum bisa mengidentifikasi secara pasti versi rudal buatan Houthi mana yang digunakan Palestina.
Namun mereka mengatakan rudal Palestina adalah bagian dari rudal berbahan bakar padat (Guard) yang lebih canggih dan presisi yang dapat menembus sistem pertahanan udara musuh.
Selain itu, ketika ditanya tentang kesamaan antara Palestina dan misilnya, misi Iran untuk PBB mengatakan kepada Associated Press bahwa Teheran “tidak terlibat dalam aktivitas apa pun yang bertentangan” dengan resolusi PBB. Kelompok Houthi di Yaman menjadi gila
Usai meluncurkan rudal ke Palestina, Houthi kembali menggila dengan melancarkan serangan terhadap kapal kargo di Laut Merah dan perbatasan Israel.
Hal ini terjadi ketika kelompok tersebut terus mendukung milisi Hamas di Gaza yang berperang melawan Israel.
Ambrey, badan keamanan Inggris, mengatakan ledakan terjadi di kawasan Laut Merah, sekitar 30 kilometer dari pantai Yaman.
Sebuah ledakan menghantam sebuah kapal yang berlayar antara Eropa dan Uni Emirat Arab.
Tak hanya di Laut Merah, Houthi juga menyerang dua kapal di Haifa, Israel.
Sebuah kelompok pro-Iran di Yaman mengatakan serangan itu adalah bagian dari operasi militer yang diluncurkan bersama dengan kelompok Irak yang memberikan pelajaran kepada Israel dari serangan Rafah.
Selain menimbulkan kerugian, serangan rudal yang dilakukan oleh kelompok Houthi juga berhasil menimbulkan kerusakan pada kapal-kapal sekutu Israel yaitu Amerika Serikat dan Kerajaan Arab Saudi karena menambah donasi atau biaya asuransi yang semakin meningkat. menjadi 50 persen Kenaikan tarif terjadi setelah angkatan bersenjata Houthi Yaman terus menyerang tiga kapal. Akibatnya, perusahaan asuransi meninggalkan tarif premi yang lebih tinggi hingga ratusan ribu dolar pada perusahaan di Amerika Serikat. Inggris dan Israel “Kapal yang memiliki koneksi ke Amerika Serikat, Kerajaan Inggris atau Israel akan dikenakan tarif yang lebih tinggi, sekitar 20 hingga 50 persen, lebih banyak dibandingkan kapal lain yang berlayar di Laut Merah,” jelas David Smith, direktur McGill Merchant Insurance . . dan rekan, dikutip oleh Al Mayadeen.
Selain itu, pasca serangan Houthi, banyak perusahaan Israel, Amerika, dan Inggris kini mulai menunda operasional bisnisnya sehingga menyebabkan stagnasi nilai ekspor dan impor.
(Tribunnews.com/Namira Yunia)