TribuneNews, dilansir dari Mario Christian Suempo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPR diam-diam diam-diam mengubah beberapa undang-undang seperti UU Mahkamah Konstitusi (MK) dan UU Media.
Langkah tersebut dinilai Guru Besar Filsafat Driakara Philosophical College (STF), Franz Magnis Suseno SJ atau Romo Magnis, sama sekali tidak menunjukkan itikad baik.
“Mereka bukanlah tanda kebenaran yang tersembunyi dari (rakyat) siapa yang mereka pilih, siapa yang mereka wakili, apa yang telah mereka lakukan,” kata Pastor Magnis dalam diskusi di STF Driakara, Jakarta, Senin (20/5/2024). ).
Selain itu, perlu adanya kritik terhadap pengurus DPR karena menghindari opini publik dan diam-diam mengesahkan undang-undang, menurut mereka hal ini serius, apalagi jika hasil review digunakan untuk memanipulasi pemilu atau merugikan masyarakat.
“Yang patut dikritisi adalah kecenderungan DPR yang membahas proyek-proyek penting parlemen dengan menghindari opini publik. Penting dilakukan secara tertutup,” ujarnya.
“Yang saya maksud adalah hukum Mahkamah Konstitusi. Jelas kalau dikeluarkan Mahkamah Konstitusi bisa digunakan. “Seperti yang diduga di media, dan skema hukum informasi yang membatasi penyebaran penyidikan dan lain-lain,” ujarnya.
Seperti diketahui, Senin (13/5/2024) Rapat Komisi III dengan Pemerintah memutuskan pengesahan Undang-Undang Tata Negara (RUU) di DPR.
Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto serta Menteri Hak Asasi Manusia Yassonna Laoli hadir sebagai perwakilan pemerintah saat libur DPR.
Sementara itu, rancangan undang-undang media menimbulkan kontroversi. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) merupakan pasal yang paling banyak dimuat karena memuat aturan yang hanya melarang transmisi jurnalisme investigatif. Berikut pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang berbunyi:
Selain memuat aturan kesesuaian informasi dan materi siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat batasan terkait:…(c.) jurnalisme investigatif siaran khusus.