Wartawan Tribunnews.com Fransiskus Adhiyuda melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menyayangkan kisruhnya situasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ke-12 DPD RI 2023-2024. dalam rangka menyempurnakan tata tertib yang dibentuk pada rapat pleno sidang V. yaitu tanggal 12 Juli
Di sana, kisruh muncul karena Ketua DPD La Nyalla Mataliti ingin mengesahkan perintah (tatib) tanpa persetujuan senator.
Sebab, rancangan peraturan perundang-undangan yang dibacakan La Nyalla tidak sesuai dengan hasil usulan Panitia Khusus (Pansus) dan Kelompok Kerja (Timja).
Zainal juga mengatakan, La Nyalla sebenarnya belum bisa menyetujui aturan dari berbagai rancangan Pansus dan Timja.
“Perintah itu milik semua anggota. Semua anggota sama,” kata pria yang akrab disapa Uceng itu kepada wartawan, Senin (22/7/2024).
Ia juga mengatakan, jika La Nyalla menerapkan ratifikasi secara sepihak, maka berpotensi melanggar hak para senator.
Oleh karena itu, mekanisme yang disepakati seluruh anggota, bukan hanya pimpinan, menjadi kuncinya, lanjutnya.
Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu kemudian menyarankan agar dikembalikan kepada senator sesuai dengan aturan terkait perdebatan pengesahan SK tersebut.
“Kembali ke anggota masing-masing, mekanisme apa (seperti) yang ingin diselesaikan,” jelas Uceng.
Rapat Paripurna DPD RI pada Jumat (7/12/2024) pekan lalu dinilai diwarnai kisruh karena sejumlah senator tidak setuju dengan rancangan kode etik yang ingin disahkan La Nyalla.
Rapat Paripurna Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD) ke-12 Tahun V. 2023-2024 menemui jalan buntu tanpa adanya kesepakatan penyempurnaan Pedoman Perilaku DPD RI.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Papua Yorrys Raweyai mengkritik gaya kepemimpinan Presiden DPD RI La Nyalla Mattalitti menyusul kisruh di rapat paripurna.
Menurut keluarga Yorries, kerusuhan tersebut merupakan akibat dan akumulasi dari gaya kepengurusan La Nyalla dan Nono Sampono yang tertutup dan eksklusif.
Kekecewaan demi kekecewaan akibat gaya kepemimpinan Pak LaNyalla dan Pak Nono yang otoriter dan tertutup sudah lama menumpuk sehingga semakin banyak menimbulkan pertentangan, kata Yorrys dalam keterangannya, Selasa.
Ia menilai revisi aturan yang akan disahkan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai dalam rapat paripurna.
Padahal, ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib.