Soroti Kasus Polisi Tembak Polisi, Reza Indragiri Sebut Ada ‘Wabah’ di Tubuh Polri

TRIBUNNEWS.COM – Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti insiden penembakan polisi yang sedang ramai diperbincangkan.

Perlu diketahui, insiden penembakan polisi sudah berulang kali terjadi.

Baru-baru ini, terkait Direktur Keamanan Solok Selatan AKP, Dadang İskender, Kepala Badan Reserse Kriminal Keamanan Solok Selatan AKP, Ulil Ryanto Anşari, tewas ditembak.

Reza menekankan perlunya pengawasan untuk mencegah penggunaan senjata api oleh polisi.

Pengamatan ini mencakup pembatasan pengendalian senjata.

Namun, dalam kasus penembakan polisi, masalahnya bukan pada senjatanya. Kekerasan dan korupsi

Reza menilai permasalahan utama dalam situasi ini adalah kebrutalan dan korupsi.

“Akar masalahnya bukan pada senjata itu sendiri. Masalahnya bukan pada orang yang memiliki senjata itu.”

Reza dari saluran YouTube Nusantara TV, Jumat (29/11/2024), mengatakan, “Ada dua kata subkultur dalam rapat polisi. Pertama kebrutalan dan kedua korupsi.”

Reza menilai kebrutalan telah menimpa Polri.

“Savage juga merupakan subkultur bersama untuk Tribrata Corp kita tercinta.”

Oleh karena itu, dalam praktiknya (masalah) ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan adanya sistem notifikasi kapan senjata akan habis, tegasnya.

Reza mengungkapkan, kunci menghentikan penyalahgunaan senjata api adalah dengan mengubah pola pikir seluruh aparat kepolisian.

Khususnya bagi polisi yang diperbolehkan membawa senjata.

“Perubahan utamanya ada pada konsepnya, bukan tenggat waktunya,” ujarnya.

Reza mengatakan, harus ada perubahan pemikiran dan keyakinan sejak penerimaan anggota baru Polri.

Ada syarat penting dalam proses ini. Pertama, Polri harus bisa melihat potensi calon anggota Polri dengan tanggung jawab yang jelas di masa depan.

“Harusnya mereka yang bisa kita ceritakan perkembangan pekerjaannya. Ini untuk menggantikan kepercayaan (polisi baru), karena ada orang yang punya DNA polisi dari nenek moyangnya. Ini harusnya dihilangkan.”

Reza menjelaskan, “Syarat kedua, siapa pun yang masuk kantor ini harus memiliki tingkat kekerasan yang paling rendah. Sehingga organisasi Polri tidak berhasil.” Resiko tidak bisa dipilih

Reza kemudian menjelaskan betapa berbahayanya jika penyelidikan tim Polri dilakukan dengan baik.

Persentase tertentu dari polisi bisa sangat marah.

“Korbannya siapa? Kita yang paling terkena dampaknya lalu polisi menggunakan senjata secara tidak adil,” sambungnya.

Terakhir, Reza berharap ada Kapolri baru yang mau memperbaiki organisasi.

“Dalam situasi seperti ini, yang sangat dibutuhkan Polri adalah pemimpin yang memiliki arahan nyata untuk memperkuat organisasi,” ujarnya.

(Tribunnews.com/Endra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *