TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB Oleh Soleh menanggapi hasil penelitian World Digital Competitiveness Ranking (WDCR 2023) dari International Institute for Development Management (IMD) Swiss .
Riset menyebutkan, daya saing digital Indonesia meningkat ke peringkat 45 dunia.
Peningkatan ini merupakan lompatan signifikan dari posisi 51 dunia pada tahun 2022.
Di kawasan Asia, daya saing digital Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara Asia lainnya seperti India (peringkat 49), Filipina (59), dan Mongolia (63), menurut penelitian tersebut.
Namun di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Singapura (peringkat 3), Malaysia (peringkat 33), dan Thailand (peringkat 35).
Namun OpenSignal menempatkan Indonesia di urutan terbawah daftar negara dengan kecepatan fixed broadband di Asia Tenggara.
Fixed broadband adalah jenis layanan Internet berkecepatan tinggi yang menggunakan koneksi tetap melalui jaringan kabel atau serat optik yang dipasang di lokasi tertentu.
Berdasarkan data Speedtest Global Index 2020, Indonesia berada di peringkat 120 dengan rata-rata kecepatan akses 14,16 Mbps untuk download dan 9,5 Mbps untuk upload.
Angka ini masih jauh di bawah rata-rata global yaitu 31,95 Mbps (download) dan 11,32 Mbps (upload).
Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia harus mendistribusikan akses Internet secara efektif, kata Sula.
Selain efisien, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga harus menggunakan teknologi yang tepat guna dan relevan dengan kebutuhan saat ini.
Perlu juga ditingkatkan kecepatannya, seperti yang direncanakan di satelit Satria1. Masyarakat mengeluhkan internetnya lambat, kata Oleh Soleh, Sabtu (28/12/2024).
Legislator Daerah Pemilihan Jawa Barat
Sola mengatakan, Presiden Prabowo sangat menekankan pemerataan penduduk di setiap daerah yang terlihat dari pembentukan Kementerian Migrasi yang terintegrasi dengan Kementerian Migrasi.
“Hal ini juga harus dibarengi dengan pemerataan akses internet di berbagai pelosok Indonesia,” tegas Oleh Suleh.