Soal Dugaaan Larangan Penggunaan Jilbab di RS Medistra, Ketua PB IDI: Salahi Aturan UU

Laporan jurnalis Tribunnews.com Rina Ayog

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Persatuan Dokter Indonesia atau PB IDI, Mohamed Adib Kumaidi buka suara terkait larangan berhijab bagi dokter yang hendak bekerja di RS Medistra Jakarta.

Ia menyayangkan Jakarta memiliki rumah sakit ternama yang diduga melakukan diskriminasi terhadap calon pegawainya karena kebebasan beragama dilindungi undang-undang.

Hal ini mengacu pada Pasal (1), (2) Pasal 28 E UUD 1945. 

Pasal 28e Pasal 2 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan hati nurani, kebebasan berpendapat, dan berpendapat.

Setelah itu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Pasal 22 menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan setiap orang untuk mengamalkan agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.

“Kebebasan beragama dilindungi undang-undang, jadi kami sangat menyayangkan jika ada lembaga kesehatan yang melakukan pembatasan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Adib mengatakan, sumpah profesi dokter melarang seorang tenaga kesehatan memilih pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, dokter harus melayani semua orang tanpa memandang golongan, ras, dan agama.

“Dari sudut pandang kami, dalam profesi kami, dokter sudah bersumpah untuk memberikan pelayanan kesehatan tanpa membeda-bedakan ras, agama. Jadi kemandirian profesi jelas di sana. Jadi ketika ada fasilitas kesehatan yang melarang (berhijab) dalam perspektif hukum negara, ini sudah merupakan pelanggaran,” jelasnya 

Pihaknya juga berupaya memberikan dukungan kepada dr Diani yang sebelumnya telah melayangkan surat protes ke RS Madistra atas pelarangan hijab.

“Kami siap mendukungnya dalam aspek ini karena apa yang dilakukannya adalah langkah yang juga melindungi negara,” tegas Dr. Adib.

Pada kesempatan lain, Benny Satria, Kepala Biro Hukum Pembinaan dan Perlindungan Anggota Pengurus IDI, mengatakan berhijab merupakan hak asasi karyawan dan tidak bisa dilarang oleh rumah sakit/perusahaan.

Anak saya menyarankan untuk melapor ke tim medis Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan petugas kesehatan yang dilarang berhijab di rumah sakit.

“Praktik ini mendiskriminasi pekerja atas dasar agama, dan praktik ini juga tergolong pelanggaran hak asasi pekerja untuk bekerja,” kata Bani kepada wartawan. Rumah Sakit Medistra meminta maaf

Setelah viral dan mendapat perhatian, RS Medistra Jakarta meminta maaf.

 Manajemen RS Medistra meminta maaf dan menyayangkan adanya kesalahpahaman dalam proses wawancara pegawai RS Medistra. 

Rumah Sakit Medistra mengklaim selalu memenuhi persyaratan dan tunduk pada peraturan yang berlaku, serta selalu berkomitmen untuk menghormati keberagaman dan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh karyawan tanpa memandang jenis kelamin, suku, ras, agama, dan golongan (SARA).  

“Kami tidak sepenuhnya melarang penggunaan hijab bagi pegawai yang berhijab saat bertugas. RS Medistra sangat menghargai dan menghargai segala perbedaan keyakinan serta menjamin hak seluruh pegawai untuk bekerja sesuai keyakinannya,” kata Main. . . Direktur Dr. Agung Budisatria, MM, FISQua di Jakarta, Senin (2/9/2024).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *