Laporan reporter Tribunnews.com Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Mantan Wakil Kapolri Komjen (purn) Oegroseno menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menghadapi tuntutan pidana dan proses etik karena menyita ponsel dan dokumen PDI Perjuangan dari Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto ·Hasto Kristiyanto berstatus saksi.
Ogroseno, mantan Kepala Unit Propam Polri, juga mengaku telah mengajukan pengaduan etik yang serius terhadap anggota polisi yang terbukti menjadi saksi tuduhan tersebut.
“Jadi sebenarnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada tahun 2009, serupa. Ada saksi yang diperiksa, lalu ditanyai di mana seharusnya tidak, dia ditanyai di mana seharusnya dijelaskan, kan”, Oegroseno Zhou Enam (15 Juli 2009). 2024) kepada wartawan.
Ogroseno juga mengatakan bahwa para saksi sebenarnya bisa menyerahkan lokasi tersebut kepada pihak berwenang untuk diperiksa.
Selain itu, saksi juga berhak menolak suatu lokasi jika dirasa tidak aman.
“Saksi juga tidak bisa digeledah, ini kejadian tahun 2009, digeledah juga seolah-olah di sana ditemukan narkoba lho,” tegas Ogroseno.
Lanjut Oegroseno yang saat itu menjabat Kepala Divisi Propam. Petugas tersebut kemudian ditangani karena pelanggaran etika yang serius.
“Baiklah sekarang, misalnya saksi digeledah seperti kemarin, Hasto, apa yang dicari dari saksi itu sekarang, kan, keterangan saksi? Jadi, kamu tahu kan? “Kemudian barang-barang berharga itu diambil, kejahatan yang sama yang dilakukan polisi,” jelas Ogroseno.
Lebih lanjut Oegroseno mengatakan Kompol Rossa Purbo Bekti melanggar pasal 363 KUHP (KUHP).
“Saya katakan itu sama saja dengan perampokan dengan kekerasan,” tegasnya.
Purnawirawan jenderal bintang tiga Polri itu menambahkan, aparat penegak hukum pun tidak bisa sembarangan menyita orang yang dianggap mencurigakan.
Penyitaan harus dilakukan dengan peraturan yang ketat dan barang yang disita harus berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka.
“Ketika saya belajar di Amerika, itu adalah soal etiket. Jadi ketika polisi menggeledah rumah tersangka dan membaca ponsel istri tersangka, itu merupakan pelanggaran profesional yang serius, dan polisi harus melakukannya untuk saya. Dikatakannya, kalau KPK mengambil tindakan – “Langkah ini diatur dalam undang-undang, di UU KPK ya, tapi di KUHAP saya kira tidak ada undang-undang khusus yang bagus, tapi menurut saya undang-undang ini salah dan harus diperbaiki,” jelas Oegroseno.
Ia juga menyoroti, menurut undang-undang, KPK tidak bisa menggunakan ponsel dan barang milik Hasto sebagai barang bukti karena proses penyitaannya tidak sah.
“Apa yang ingin kamu gunakan sebagai bukti? “Mereka menganut asas praduga tak bersalah, jadi kalau saksi menyatakan demikian, tidak boleh. Misalnya kalau ada tersangka korupsi dibawa sopir, apakah mobilnya bisa disita saat itu juga?” “Ini tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan telepon seluler ya, tersangkanya sudah diketahui, kemudian telepon selulernya disita,” jelas Ogroseno.
Karenanya, Oegroseno menegaskan, perbuatan Kompol Rossa bisa diproses hukum.
“Propam pasti akan dihukum karena melanggar etika profesi. Namun jika dia melakukan tindak pidana, lebih baik dakwaan tersebut diselesaikan terlebih dahulu. milik seseorang. “Bawa dia dengan paksa,” katanya.
Hal ini menyusul kunjungan tim Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi dan pengacaranya Petrus Selestinus ke Bareskrim Polri, Kamis, untuk melaporkan tindakan penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti (13 Juni 2024). Mereka tiba di Bareskrim Polri sekitar pukul 14.25.
Kompol Rossa diduga melakukan intimidasi dan penyitaan barang-barang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Kusnadi, termasuk buku catatan partai dan telepon pintar.
Saat itu, Kusnadi termasuk yang mendampingi Hasto saat dimintai keterangan.
Rosa kemudian mendekati Kusnadi dan berbisik bahwa Hastor sedang mencarinya dan harus meneleponnya. Tanpa disadari, Kusnadi akhirnya menyusul Rosa hingga ke lantai atas Gedung KPK.
Di sana, Kusnadi mengaku diintimidasi, digeledah, hingga barang-barang pribadi miliknya dan Hasto disita. Faktanya, Kusnadi tidak diperiksa pada hari itu.