Sistem KRIS Mirip Perubahan KA Era Jonan, Ini Bedanya dengan Sistem Kelas BPJS Kesehatan

Laporan Koresponden Tribunnews Willy Widianto  TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh jajaran rumah sakit mitra BPJS Kesehatan untuk menggunakan Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebelum 30 Juni 2025.

KRIS akan menggantikan sistem rawat inap berbasis fase 1, 2, 3 yang diterapkan BPJS Kesehatan.

Perubahan rencana BPJS Kesehatan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 dan Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan diterapkannya rencana ini, seluruh peserta BPJS akan mendapat kamar rumah sakit dengan fasilitas yang sama.

Lalu apa bedanya KRIS dengan program tim bangsal rawat inap tahap 1, 2, 3 yang dilaksanakan BPJS Kesehatan?

Wakil Ketua Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena, menilai layanan KRIS merupakan perbaikan yang dilakukan Direktur PT KAI Ignasius Jonan dan berhasil mengubah wajah perkeretaapian. di Indonesia.

Diketahui, semasa menjabat sebagai General Manager PT KAI, Jonan melakukan perubahan besar, salah satunya dengan mengubah kelas ekonomi yang sebelumnya semrawut, kamar mandi berbau pesing, dan tidak memiliki AC seperti saat ini.

Kereta kelas ekonomi nyaman, ber-AC, toilet bersih, kursi empuk dan nyaman.

“Kalau kita ingat, zaman Pak Jonan dulu kelas ekonomi semrawut, ramai, semrawut, WC bau, tidak ada AC. Lalu ada Pak Jonan dan dia memperbaiki kereta kelas 3. Ya, ada orang. perjalanan, sampai kelas 3 mereka dapat tiket yang jelas, AC. “Nah. Begitu juga dengan KRIS, akan tersedia di seluruh Indonesia,” kata Melki, Jumat (24/05/2024).

Melki juga menyampaikan bahwa kebijakan KRIS merupakan kebijakan yang sangat baik sejak tahun 2004, karena Undang-Undang Kesehatan Nasional telah memiliki dokumen yang jelas bahwa KRIS harus digunakan di seluruh rumah sakit di Indonesia.

Melki kemudian melanjutkan, 20 tahun kemudian keluar kebijakan presiden ke-59 yang menekankan agar KRIS dimulai secara sistematis dan mulai tahun 2022 DPR RI dan BPJS Kesehatan, Dewan BPJS Kesehatan, DJSN, Kementerian Kesehatan membahas hal tersebut dengan serius. . untuk digunakan di 15 rumah sakit dan melihat implementasi ini sebagai bagian dari implementasi KRIS di Indonesia.

“Tujuan KRIS sangat baik adalah memastikan pelayanan rumah sakit kembali ke kategori rawat inap, bukan pengobatan yang datang berobat lalu pulang atau rawat jalan memenuhi 12 standar pelayanan,” kata Melki.

Politisi Partai Golkar ini juga menjelaskan seperti apa layanan KRIS ke depan.  Misalnya, katanya dahulu kala di rumah sakit tingkat tiga ada bangsal dengan 12 tempat tidur di ruang sakit. Dengan KRIS, kapasitas maksimal kelas 3 adalah empat tempat tidur.

Lalu lanjut Melki, dulu ada kamar kelas tiga dengan 12 tempat tidur, tidak ada kamar mandi dalam, sekarang kamar mandi pribadi wajib, lalu dengan KRIS ventilasi harus bagus, cahaya bagus, suhu ruangan terkontrol dengan baik. . . , sejuk dan lapang, ada tirai, lalu diatur jalan menuju tempat tidur, kemudian laki-laki dan perempuan harus dipisahkan ke ruang infeksi dan non-infeksi.

“Nah, ini untuk memastikan pasien mendapat pelayanan yang bermutu dan tepat bagi seluruh pasien di rumah sakit dan ini harus diterapkan di seluruh tanah air dan diberikan 12 cara yang sama untuk mengatur pelayanan di kelas 3, Papua dan Papua. Rote Miangas atau Sabang dan semuanya harus sama,” kata Melki.

Melki mengatakan, seluruh layanan rumah sakit melalui KRIS akan dilaksanakan secara bertahap pada akhir Juni 2025 dan dapat diberikan ke seluruh rumah sakit pusat dan daerah, pemerintah dan swasta di Indonesia.

Tentu saja hal ini akan membuat masyarakat mendapat pelayanan yang lebih baik di seluruh tanah air dan meningkatkan pelayanan BPJS kesehatan. Kebijakan ini akan membuat BPJS Kesehatan semakin baik jika bekerjasama dengan rumah sakit yang memiliki pelayanan rawat inap yang baik di seluruh Indonesia, ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Melki, penerapan KRIS harus dilakukan dengan baik. Diharapkan beberapa undang-undang yang mengawasi kebijakan Presiden diturunkan dari tingkat Menteri Kesehatan dan seterusnya.

Ia juga meminta rumah sakit swasta dan rumah sakit keagamaan tidak khawatir dengan biaya peralihan layanan ke KRIS. Sebab, kata Melki, pemerintah akan mencari pihak swasta untuk membantu program CSR tersebut.

“Kami terus melakukan pengujian dan terakhir, khususnya rumah sakit swasta dan keagamaan yang sedang kesulitan (finansial), kami akan mencari pihak swasta yang mempunyai CSR yang baik dan dapat membantu mendukung rumah sakit swasta dan keagamaan untuk dapat mendukung layanan KRIS,” kata Melki. . 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *