Sikapi Revisi UU Pilkada, Akademisi hingga Pakar Hukum Ancam Lakukan Pembangkangan Sipil

Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pakar hukum dan akademisi yang tergabung dalam Masyarakat Hukum Konstitusi dan Administrasi (CALS) mengancam pembangkangan sipil dan boikot terhadap Pilkada 2024.

Hal ini menyikapi pengujian Undang-Undang Pemilihan Umum Legislatif (BALIG) DPRRI oleh Komite Ketenagakerjaan (PANJA) yang menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024. Calon akan dihitung sekaligus menentukan pasangan calon unggulan.

Panitia Kerja RUU Pilkada menyepakati batasan usia calon cagub dan cawagub minimal 30 tahun sebelum dilantiknya pasangan calon pimpinan daerah terpilih.

“Jika revisi UU Pilkada terus mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, maka seluruh masyarakat sipil akan melawan tirani dan otokrasi pemerintahan Presiden Joko Widodo serta partai politik pendukungnya pada Pilkada 2024. akan melakukan pembangkangan sipil dengan memboikotnya” – pernyataan CALS yang diterima Tribunnews.com, Rabu (21/8/2024).

CALS menduga, Jokowi dan koalisi Indonesia Maju Plus (KIM) Plus mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi dan menggunakan segala cara untuk mempercepat dominasi Gurita kekuasaan dan keluarga politik pada Pilkada 2024 . .

Upaya ini didasarkan pada hasil pilkada di banyak daerah, khususnya di Jakarta, yang didominasi oleh KIM Plus dan tidak ada calon yang nyata.

Selain itu, CALS menduga DPR Balig membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka jalan bagi putra Jokowi, Kesang Pangarep, untuk mencalonkan diri sebagai wakil gubernur Jawa Tengah meski masih belum memenuhi batasan usia. Pencalonan pimpinan daerah

Mahkamah Konstitusi 70/PUU-XXII/2024. Dalam Keputusan Nomor tersebut disebutkan bahwa batasan usia minimal pencalonan kepala daerah adalah 30 tahun yang dimulai sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan pada saat pelantikan.

CALS pun menetapkan Mahkamah Konstitusi 60/PUU-XXII/2024. Putusan Nomor itu menafsirkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang sebenarnya mengatur nilai ambang batas pencalonan calon kepala daerah berdasarkan perolehan mandat dan perolehan suara. Pemilihan DPRD, berdasarkan suara sah yang diperoleh di provinsi/kabupaten/kota, sebanding dengan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap, dengan persentase pencalonan perseorangan. 

“Ketentuan ini menjamin persaingan yang adil dan setara bagi seluruh partai politik, baik partai pengusung DPRD maupun non-penguasa DPRD, serta memberikan peluang bagi calon pemimpin daerah alternatif untuk menantang dominasi koalisi yang lebih besar.”

Namun, Panja RUU Pemilu Teritorial Lonceng sepakat ketentuan tersebut tidak berlaku bagi partai politik yang tergabung dalam DPRD, hanya berlaku bagi partai politik non-parlemen.

Oleh karena itu, CALS meminta Jokowi dan DPR berhenti membahas revisi UU Pilkada dan melaksanakan UU 60/PUU-XXII/2024 MK. dan 70/PUU-XXII/2024. dan meminta KPU melaksanakan keputusan tersebut. .

Sejumlah profesional hukum dan akademisi yang menjadi anggota CALS antara lain:

1.Aan Eko Widiarto

2. Alaviani Sabilullah

3. Orang Suci Khasanufa

4. Beni Kornea Ilahi

5. Bivitri Susanti

6. Carolee Samabura

7. Danny Andriana

8. Dzul Ayun

9. Fadli Ramzanil

10. Feri Amsari

11. Hardianiya Hamzah

12. Herlambing P. Weeratraman

13.Hesti Armiwulan

14. Idul Fitri

15.Ivan Satriavan

16. Mirza Satria Bawana

17.Muhammad Ali Safat

18. Mohammad Noor Ramadhan

19. Perry Rehendra Sabot

20. Richo Andi Wibowo

21. Susi Doi Harijanti

22. Taufiq Farman

23. Titi Anggraini

24. Viola Renanda.

25. Warakhtun Najeeda

26. Yance Arizona

27. Zainal Arifin Mukhtar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *