TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang praktik salam lintas agama mendapat banyak tanggapan, salah satunya dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Secara sosiologis, pengaruh ijtima terhadap ucapan selamat hari raya keagamaan dan selamat hari raya keagamaan mengancam kelangsungan Pancasila dan keutuhan kehidupan berbangsa, kata Pengarah BPIP Amin Abdullah.
“Tradisi ini sudah diwariskan nenek moyang kita selama ratusan tahun. Jangan sampai kita memberikan kelonggaran kepada aliran agama tertentu yang mampu mempolarisasi dan merusak keutuhan negara yang sudah ada ratusan tahun ini,” kata Amin. Dalam keterangan yang diterima Tribun (10/06/2024).
Amin menjelaskan, hasil ijtima dalam fikih Islam hanya mempunyai kekuatan untuk mengikat umat Islam di forum internal keagamaan umat Islam sehingga tidak memaksa mereka secara eksternal untuk masuk ke forum publik sehingga melemahkan nilai-nilai persatuan. Menghormati keberagaman bangsa.
Amin melanjutkan, peran negara dan masyarakat sangat penting untuk menjaga kehadiran Panchashela di ruang publik guna menciptakan kesetaraan bagi setiap warga negara.
“Setiap orang yang menyatakan diri sebagai orang Indonesia dan memegang Kartu Tanda Penduduk WNI wajib memenuhi Konsensus Pancasila melalui toleransi dan menghargai perbedaan,” kata Amin.
Berikut visi lengkap BPIP dan rekomendasi salam lintas agama: Secara teologis terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. Ijtima merupakan hasil pemikiran keagamaan yang mempunyai beberapa penafsiran, tidak bersifat mutlak, sehingga tidak mempunyai kebenaran yang utuh dan mutlak. Hasil pertemuan tersebut harus dirumuskan dalam perspektif yang lebih luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan perjanjian internasional seperti Pesan Amman tanggal 9 November 2004; Deklarasi Marrakesh tentang Hak-Hak Agama Minoritas di Dunia Islam, 25-27 Januari 2016; Deklarasi Abu Dhabi, 4 Februari 2019, Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan (Declaration on World Peace and Human Fraternity for Coexistence); Universitas Al-Azhar Kairo, 27-28 Januari 2020 dan Final Seminar Internasional; dan harus diuji di depan umum. Pancasila sebagai ijtihad yang disepakati semua pihak (sehingga menjadi ijma/konsensus yang tertinggi, mutlak dan mengikat) merupakan derajat yang teruji dan terbukti dalam Islam. Pancasila tidak didominasi oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila mewakili hakikat ajaran agama. Dalam Negara Pancasila, ajaran Islam “Ubuddya” dipegang teguh dan menjadi semangat dan motivasi untuk mewujudkan etika menjadi manusia berkualitas, bersosialisasi dan anggun dalam “Muamala”. Agama merupakan motif batin yang mengungkapkan nilai-nilai moralitas dan persatuan yang tinggi, sehingga semakin religius seseorang maka semakin dia menganut nilai-nilai Pancasila. Dari sudut pandang sosiologi, pengaruh sosial pelarangan ucapan selamat hari raya keagamaan dan lintas agama mengancam kelangsungan Pancasila dan keutuhan kehidupan berbangsa. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun dari nenek moyang kita. Persatuan bangsa yang sudah terbentuk ratusan tahun ini, tidak boleh dirusak oleh aliran-aliran agama tertentu yang mampu mempolarisasi, memecah belah, dan memecah belah persatuan bangsa. Dari sudut pandang fikih Islam, hasil ijtimah hanya mempunyai kekuatan untuk mengikat umat Islam secara internal dalam kancah keagamaan umat Islam, sehingga tidak dapat dipaksakan secara eksternal dalam kancah publik, karena hal ini melemahkan nilai-nilai persatuan dan penghormatan terhadap keberagaman bangsa. . Menurut konstitusi, Pancasila harus taat dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hukum tertinggi bagi segala kebijakan. Pancasila merupakan pedoman penyusunan seluruh produk hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Untuk menciptakan kesetaraan bagi setiap warga negara, kehadiran negara dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga kehadiran Panchasil di masyarakat. Setiap orang yang menyatakan diri sebagai orang Indonesia dan memegang kartu identitas warga negara Indonesia wajib melaksanakan Konsensus Pancasila dengan cara toleransi dan menghargai perbedaan.
(Tribunnews.com/Willie Vidianto)