Sidang Vonis SYL Berakhir Ricuh, Seorang Wartawan Berteriak Terhimpit Aksi Saling Dorong

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) berakhir ricuh.

Kericuhan pun terjadi saat SYL hendak meninggalkan ruang sidang.

Massa pendukung SYL yang sejak awal persidangan memenuhi ruang sidang, tiba-tiba menghampiri SYL saat eks Gubernur Sulawesi Selatan itu hendak keluar ruang sidang.

Massa pendukung SYL sesekali terdengar meneriakkan takbir “Allahu Akbar”.

Jurnalis yang sedang melakukan pemotretan atau sekedar ingin meminta masukan mengalami kesulitan untuk mendekati SYL.

Lalu terjadilah aksi saling dorong. Bahkan beberapa jurnalis berteriak karena mendapat tekanan.

Kerusuhan berlangsung sekitar dua puluh menit.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dikabarkan memvonis SYL 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta, ditambah empat bulan penjara.

Majelis hakim menilai SYL terbukti melakukan pemerasan kepada anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan) dan mendapat imbalan terkait jabatannya sebagai Menteri Pertanian.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Syahrul Yasin Limp, yakni pidana penjara 10 tahun,” kata Ketua Senat Rianto Adam Pontoh saat membacakan putusan SYL/2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11/2007). ).

“Dia memvonis terdakwa Syahrul Yasin Limpo sepuluh tahun penjara dan denda Rp 300 juta setara empat bulan kurungan,” imbuhnya.

Selain hukuman pokok, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada SYL berupa kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp14,1 miliar ditambah $30.000 paling lambat satu bulan setelah sahnya perkara tersebut.

Jika denda tidak dibayar dalam jangka waktu yang ditentukan, maka harta kekayaan SYL akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian.

SYL akan divonis dua tahun penjara jika harta kekayaannya tidak mencukupi untuk membayar ganti rugi.

Hukuman ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, JPU KPK menuntut SYL divonis 12 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan uang pengganti Rp44,7 miliar.

Saat mengucapkan kalimat ini, juri mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan.

Terkait hal yang memberatkan, Majelis Hakim menilai SYL rumit dalam memberikan informasi, tidak memberi contoh sebagai menteri, dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Berdasarkan putusan tersebut, SYL dan tim JPU KPK memutuskan untuk memikirkannya terlebih dahulu sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa SYL melakukan pemerasan kepada bawahannya dan menerima imbalan senilai Rp44,5 miliar.

Aksi ini dilakukan SYL bersama Kasdi Subagyon dan Muhammad Hatta.

Jaksa mendakwa puluhan miliar dana bounty dan hasil pemerasan di Departemen Pertanian digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Ada yang untuk undangan, Partai Nasdem, acara keagamaan, carter pesawat, bantuan bencana alam, kebutuhan luar negeri, umrah, dan donasi.

Selain kasus pemerasan dan gratifikasi, SYL juga didakwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang saat ini masih dalam tahap penyidikan.

Dalam kasus itu, KPK menduga SYL menyembunyikan atau menutupi akibat korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *