Sidang Ketiga Guru Supriyani di PN Andoolo Sultra, Eksepsi Ditolak Hingga Jaksa Hadirkan 8 Saksi

TRIBUNNEWS.COM, KONAWE SELATAN – Profesor Supriyani memasuki sidang ketiga di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Selasa (29/10/2024).

Sidang dimulai pukul 09.40 Wita dengan tujuan pembacaan putusan sementara majelis hakim. 

Majelis hakim memutuskan persidangan kasus guru terhormat Supriyani yang dituduh polisi menganiaya seorang anak tetap dilanjutkan.

Ketua Komisi Hakim Stevie Rosano serta anggota Majelis Hakim Vivy Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo dalam putusan musyawarahnya menolak keberatan kuasa hukum Supriyani.

Menyatakan keberatan kuasa hukum tidak diterima dan memerintahkan JPU melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo atas nama terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo, menunda perkara sampai tuntas. keputusannya,” kata. Yang mulia Hakim Stevie Rosano dalam keputusannya.

Usai pembacaan putusan pertama, pemeriksaan saksi dilanjutkan. Jaksa menghadirkan 8 orang saksi, 3 di antaranya adalah anak-anak

Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung menghadirkan 8 orang saksi dalam kasus tersebut.

Dari 8 orang saksi yang dihadirkan, 3 diantaranya merupakan anak-anak atau anak-anak.

Sehingga perkara di Pengadilan Negeri (PN) Andololo digelar di luar pintu.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengatakan, 3 saksi anak yang diperiksa tidak akan berperan sebagai saksi.

Karena tidak memenuhi syarat dan keterangan saksi tidak tersumpah. 

Dengan demikian, keterangan saksi anak hanya dijadikan pedoman fakta. Perbedaan Pernyataan Bukti

Pada beberapa anak yang diperiksa, ditemukan banyak pernyataan dalam Berita Acara Penilaian (BAP) yang tidak sesuai dengan yang disampaikan pada ulangan hari ini.

Begitu pula dengan kasus pengeroyokan yang menurut BAP mereka memukuli anak polisi tersebut pada pukul 10.00 Wita.

Sementara kasus ketiga, penganiayaan disebut terjadi pada pukul 08.30 WITA.

Sedangkan saksi anak lainnya atau saksi terakhir mengaku tidak tahu, meski di kepolisian, mereka bertemu dan mengatakan saat itu pukul 10.00 WITA.

Yang juga menarik adalah isu pemukulan, terungkap fakta bahwa anak polisi itu dipukuli sambil berdiri.

“Di depannya ada meja, dan di belakangnya ada kursi. Kursi itu setinggi bahu saat dia duduk. Saat dia berdiri, kursi itu menutupi pahanya.”

“Kalau dilihat dari bekasnya itu seperti paha, jadi aneh kalau dilihat. Andri usai sidang mengatakan, “Betapa dipukulnya setinggi paha, padahal ada pembatas tempat duduk di belakang.” dia. .

Andri mengatakan, keterangan saksi anak-anak tentang pemukulan mereka juga berbeda-beda.

Ada yang mengatakan mereka memukul dari atas, sementara yang lain mengatakan mereka memukul dari atas tetapi perlahan.

Lalu ada juga yang mengatakan anak polisi itu dipukul dengan gagang sapu, ada pula yang mengatakan ujung sapu.

“Jadi banyak inkonsistensi, makanya sejak awal keterangan anak ini menjadi dasar polisi dan jaksa mengetahui siapa tersangkanya,” 

Selain itu, banyak keterangan anak di BAP yang disalin. “Artinya sama,” jelasnya.

Sementara itu, ayah korban, Aipda HW saat dihubungi Tribunnewssultra.com enggan berkomentar usai kasus tersebut.

“Serahkan ke PH (Penasihat Hukum),” kata Aipda yang mengenakan kemeja berwarna coklat.

Sebelumnya, guru Supriyani memasuki sidang perdana dengan tujuan membacakan tuduhan pencabulan terhadap anak kelas satu SD yang juga anak seorang polisi, pada Kamis (24/10/2024).

Kemudian acara kedua dijadwalkan membacakan eksepsi pada Senin (28/10/2024).

(Tribunsultra.com/Dewi Lestari/ Samsul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *