Laporan Rahmat V Nugraha dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang kasus suap Hakim Pengadilan Negeri Tri Surabaya terkait bebasnya Ronald Tanur akan dilanjutkan awal tahun depan.
Dalam persidangan berikutnya, mereka melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi kecuali terdakwa Hera Hanindyo dan terdakwa Erintuah Damanika dan Mangapul.
Makanya kami tunda sidangnya ke 2 Januari 2025, Kamis. Ada keberatan atau pengecualian dari tim kuasa hukum khususnya terkait Saudara Hera. Agar saudara Erintuah dan Mangapul dapat memeriksa silang para saksi, kata Ketua Hakim Teguh Santoso di Pengadilan Tipikor Pusat, Selasa (24/12/2024).
Diketahui, terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan JPU.
“Permisi, Yang Mulia.” Kami merupakan kuasa hukum dari Pak Erintuah dan Pak Mangapul. “Kami menanggapi dakwaan tersebut, beberapa di antaranya kami yakini cacat,” kata kedua pengacara di persidangan.
Dia melanjutkan, Jaksa akan mengajukan bukti atas kedua dakwaan tersebut di persidangan.
“Tapi prinsipnya kami ingin membuktikannya dengan bukti-bukti nanti. Makanya kami tidak membuat pengecualian,” jelasnya.
Terdakwa Erintuah Damanik mengaku menjelaskan jumlah uang yang menurut jaksa merupakan hasil gratifikasi.
“Menurut halaman 4 dan 9 surat dakwaan jaksa, sisa uang sebesar S$30.000 adalah milik terdakwa Erintuah Damanik. ‘Tetapi kami tidak membutuhkan apa yang kami miliki,’ kata terdakwa Erintuah dalam persidangan.
“Sebenarnya saya sudah menyatakan di pernyataan saya ada minat, tujuannya apa, jadi saya punya ini. “Saya simpan apa yang akan kita hadirkan nanti di persidangan,” jelasnya.
Terhadap Erintuah Damanika dan Mangapulu, terdakwa Heru Hanindyo mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa.
“Pada pertemuan berikutnya kami akan menyampaikan keberatan resmi kami kepada Yang Mulia secara tertulis. Namun pada prinsipnya kami akan mengajukan keberatan dan eksepsi atas dakwaan yang dibuat JPU, jelas pengacara.
Setelah membenarkan keberatannya, terdakwa Heru Hanindyo meneruskan keberatannya atas dakwaan yang dikenakan padanya.
“Selain apa yang disampaikan oleh penasehat hukum, saya ingin menyampaikan bahwa dakwaan kumulatif JPU berasal dari SDB. SDB tersebut merupakan warisan dari orang tua yang ditetapkan sebagai ahli waris kedua anak laki-laki yaitu saya dan saudara laki-laki saya Arief Budi Harsono, kata terdakwa Heru Hanindjo dalam persidangan.
Lanjutnya, detektif membuka SDB tersebut tanpa memberitahu bahwa di dalamnya terdapat surat kerja dari orang tuanya.
Serta surat-surat kerjanya, ijazah dari salah satu keluarga, orang tuanya, saudara laki-lakinya dan dirinya sendiri.
Ia menjelaskan, SDB juga memiliki tanah yang dapat diwariskan, termasuk uang yang disebutkan dalam dakwaan.
“SDB murni harta warisan dan selebihnya tidak diberikan kepada kami. Sertifikat tanah, ijazah, perhiasan orang tua, Yang Mulia berkata demikian. “Saya berharap JPU bisa ditekan untuk mengembalikannya karena semuanya merupakan bidang warisan yang belum dibagi menjadi warisan,” pintanya.
Dia dituduh menerima suap senilai Rp 1 miliar dan S$308.000
Tiga hakim PN Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Haninjo didakwa menerima suap senilai Rp 1 miliar dan Dolar Singapura (SGD) 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait penanganan kasus Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut menerima uang dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaya yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.
“Dia melakukan perbuatan atau ikut serta dalam perbuatan yang menerima hadiah atau janji senilai Rp1 miliar dan S$308.000,” kata jaksa saat membacakan dakwaan.
Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dalam dakwaannya menyebut para terdakwa menerima uang miliaran miliar untuk membebaskan Ronald Tanur.
“Setelah itu, terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul memutuskan untuk membebaskan Gregor Ronald Tannur dari segala dakwaan yang diajukan jaksa,” ujarnya.
Lebih lanjut jaksa mengatakan, uang tersebut dibagi kepada ketiga orang tersebut dengan jumlah yang berbeda.
Sementara Lisa dan Meirizka memberikan uang tunai sebesar S$48.000 kepada Erintuah Damanik.
Selain itu, keduanya juga memberikan uang tunai senilai S$48.000 yang dibagi kepada ketiga juri, S$38.000 untuk Erintuah dan S$36.000 untuk Mangapul dan Hera.
Sisanya sebesar S$30.000 milik terdakwa Erintuah Damanik, jelas jaksa.
Selain uang tersebut, Lisa dan Meirizka juga menyerahkan uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan S$120.000 kepada terdakwa.
“Padahal diketahui atau patut diduga pemberian atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang dirujuk ke persidangan,” ujarnya.
Akibat perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dan diancam dengan Pasal 12(c). Pasal 18 UU Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001, perubahan UU Tahun 1999 No. 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Angka 1 KUHP. Sekilas tentang pembebasan Ronald Tanur
Terkait dengan perkara Ronald Tannur sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusannya berpendapat bahwa Gregor Ronald Tannur tidak dapat dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan atau penyiksaan yang menyebabkan meninggalnya Dini Sera Afriyanti yang dicintainya.
Ronald Tanur juga diyakini masih berusaha menolong korban di saat-saat genting, terbukti dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mencari pertolongan.
Oleh karena itu, Ronald Tannur tidak diakui terbukti secara sah dan meyakinkan menurut KUH Perdata. Pada dakwaan pertama Pasal 338 KUHPerdata. dalam ayat 3 pasal kedua atau dalam pasal 351 KUHPerdata. Pada pasal ketiga Pasal 359 dan Bagian 1 Pasal 351 KUHPerdata.
Majelis hakim kemudian membebaskan Ronaldo dari dakwaan di atas dalam sidang Rabu 24 Juli 2024.
Vonis ini menuai kritik dari masyarakat dan anggota DPR.
DPR III. Panitia juga menggelar pertemuan dengan keluarga korban untuk mendengarkan keterangan keluarga korban.
Ronald Tannur dinyatakan bersalah di tingkat pembatalan Mahkamah Agung dan dijatuhi hukuman 5 tahun.
Putusan ini menggantikan putusan Pengadilan Negeri (DC) Surabaya sebelumnya yang membebaskan Ronald Tanur.
Ronald Tanur terbukti melanggar KUHPerdata. Ayat 3 Pasal 351 dan divonis 5 tahun penjara.
Ronald Tanur kemudian dieksekusi selama 5 tahun penjara.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tanur dalam kasus ganti rugi.