Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadil
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang tindak pidana korupsi tahap selanjutnya di Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap fakta terkait uang yang diduga disedot oleh terdakwa untuk membeli mikrofon senilai puluhan juta rupiah.
Dalam persidangan yang digelar Senin (20/5/20) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dihadirkan saksi dari aparatur sipil negara Kementerian Pertanian, antara lain: Direktur Jenderal Pertanian (Dirjen) Andija Nur Alamsyah. ; Sekretaris Badan Karantina, Wisnu Haryana; Lucy Anggraini, petugas perencanaan muda di badan karantina; Sekretaris Kabinet PPSDMP, Siti Munifah; Nina Murdiana, Kepala Kelompok Urusan Keuangan dan Aset Publik BPPSDMP; dan Chief Financial Officer, Badan Keamanan Pangan, Sugiarti.
Di dermaga: Syahrul Yasin Limpo, mantan Menteri Pertanian; Muhammad Hatt a, mantan Direktur Alat dan Mesin, Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal (Sekretaris), Kementerian Pertanian.
Aliran uang yang digunakan untuk membeli mikrofon diungkap saksi Andi Nur Alamsia.
Dia mengatakan SYL memintanya untuk membeli mikrofon tersebut melalui pesan Whatsapp.
“Saksi bilang ada permintaan microphone saksi karena saksi bilang BAP (berita acara pemeriksaan). Ingat saksi?” tanya jaksa pada Andi.
“Itu lewat chat,” jawab Andi.
Harga mikrofon yang diinginkan mencapai 25 juta rupiah.
Menurut Andy, jenis mikrofon yang dipilih adalah SYL. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menunjukkan permintaan tersebut melalui proyektor yang dilengkapi gambar mikrofon.
Dalam obrolan yang ditampilkan, Andi sebagai bawahan cenderung mengikuti dan mengabulkan tuntutan SYL.
Andi berkata: “Pak Menteri bilang kepada saya harganya sekitar 25 juta dan kami membelinya.
“Saksi bilang ‘Baik Menteri’ dan ‘Saya siap Menteri’ kan? Ada rekaman langsung. Apakah dia meminta saksi atau KTP menanyakannya langsung?” tanya jaksa sambil menunjukkan bukti percakapan Andi dengan SYL.
“Dari dia,” jawab Andi.
Singkat cerita, Andi membeli mikrofon melalui seorang pegawai bernama Sukim.
Sukim kemudian membawanya ke Kompleks Vidya Candra, rumah dinas Menteri Pertanian, dan ditemui sopirnya.
“Pak Sukim yang membelinya,” kata Andi.
“Sepengetahuan saksi Pak Sukim, siapa yang membawanya ke Vikan (Vidya Chandra)?” tanya jaksa.
“Sopir, Pak Harry kalau tidak salah,” jawab Andi.
Sekadar informasi, dalam kasus ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar.
Jumlah tersebut diterima SYL antara tahun 2020 hingga 2023.
“Jumlah uang yang diperoleh terdakwa dengan cara paksaan sebagaimana disebutkan di atas selama menjabat Menteri Pertanian RI adalah sebesar 44.546.079.044 rupiah,” kata Jaksa KPK Masmudi di persidangan, Rabu (28/2). /2024) pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
SYL menerima jumlah tersebut dengan merujuk pada pejabat Eselon I Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, melainkan dibantu oleh Muhammad Hatta, mantan Kepala Departemen Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian. Pertanian. . dan terdakwa.
Selanjutnya uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Menurut dakwaan, jumlah terbesar uang dihabiskan untuk acara keagamaan, kegiatan pelayanan dan pengeluaran lain yang saat ini tidak dirahasiakan, yaitu sebesar $16,6 miliar.
Uang ini dikeluarkan atas kemauan dan perintah terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 18, Pasal 12 f Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, Pasal 55 Bagian Kesatu dan Pasal 64 Bagian 1 KUHP. Hukum Kriminal.
Kalimat kedua: Pasal 18 ayat 12 f UU Pemberantasan Korupsi, Pasal 55 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Pasal 3 Selain ketentuan Pasal 18 Ayat 12 B, Pasal 55 Ayat 1, Ayat 1 Pasal 64, Ayat 1 Ayat 1 KUHP.