Wartawan Tribunnews.com Fahmi Ramazan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Timah Tbk dikabarkan mengalami kekurangan produksi bijih timah terutama pada tahun 2015 hingga 2017, meski memiliki wilayah izin usaha pertambangan (IUP) yang sangat luas di Bangka Belitung.
Faktanya, BUMN tersebut kalah bersaing dengan smelter swasta pesaingnya dalam hal volume produksi tersebut.
Hal itu diungkapkan Ali Samsuri, Pimpinan Unit Manufaktur (Kanit) PT Timah Tbk Belitung, saat memberikan kesaksian pada sidang berikutnya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa PIK Helena Lim Cs yang tidak waras. . Di persidangan tindak pidana korupsi, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Fakta itu diketahui saat jaksa penuntut umum (JPU) memeriksa Ali soal kekurangan bijih timah.
“Tahukah Anda PT Timah mengalami kekurangan produksi pada tahun 2015, 2016, 2017? Apa yang dimaksud dengan produksi rendah?” tanya jaksa.
“Kalau begitu,” jawab Ali.
Jaksa heran kenapa PT Timah hanya memproduksi sedikit bijih timah padahal punya IUP besar.
Ali juga menjelaskan, minimum produksi bijih timah yang dimiliki perusahaannya merupakan rahasia umum.
Bahkan menurutnya, perusahaannya kalah bersaing dengan perusahaan rival.
Maksudmu pabrik besinya? tanya jaksa memastikan.
“Benar,” kata Ali.
Ali kemudian menjelaskan alasan di balik kekurangan produksi PT Timah.
Dia mengatakan, hal ini disebabkan adanya perbandingan harga antara PT Timah dengan smelter swasta dalam hal pembayaran kompensasi bijih timah.
“Sebenarnya ada kesenjangan harga di industri. Jadi bisa dikatakan PT Timah kalah bersaing dalam hal pembayaran kompensasi kepada penambang,” kata Ali.
“Apakah lebih mahal membeli bijih timah dari smelter? Dan kurang kompetitif,” tanya jaksa.
“Benar,” kata Ali.
Alhasil, pada tahun 2018 lalu, PT Timah menyebut melalui divisi produksinya, Ali mencoba bertukar pikiran untuk meningkatkan produksi bijih timah.
Salah satunya, PT Timah juga mendirikan program Izin Usaha Jasa Pertambangan Terbuka (IUJP) bagi para penambang.
“Seperti yang saya jelaskan, akan ada pihak berbadan hukum yang akan mengajukan permohonan kerja sama dengan PT Timah,” ujarnya.
Selanjutnya, lanjut Ali, para penambang yang mengikuti program IUJP menjalani pemeriksaan dan perjanjian untuk memastikan mematuhi setiap aturan.
Nanti surat persetujuan SP akan kami terbitkan, setelah perjanjian kaki selesai, unit akan meninjau lokasi tambang, ujarnya.
Saat ini, persidangan terhadap 22 orang sedang berlangsung sehubungan dengan situasi tersebut.
Enam di antaranya didakwa dengan tindak pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suvito Gunawan.
Selain itu, saudara laki-laki Tamron, Tony Tamsil alias Akhi, didakwa di Pengadilan Negeri Pangkalpinang dengan tuduhan menghalangi keadilan atau obstruksi keadilan.
Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp300 triliun.
Kerugian yang dimaksud antara lain biaya sewa smelter, pungutan bijih timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
Akibat perbuatan Jaksa yang merugikan negara, para tersangka pokok perkara dijerat dengan Undang-undang “Tentang Pemberantasan Tipikor” juncto Pasal 2, Bagian 1 dan Pasal 3 Ayat 1 Pasal 55 “Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” “Aktif” dijerat Pasal 18 UU tersebut. ) ) Bagian 1 KUHP.
Para tersangka TPPU dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pihak yang menghalangi keadilan dikenakan Pasal 21 UU Tipikor.