Reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang lanjutan dugaan korupsi sistem penjualan produk timah yang melibatkan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, mengungkap ada seorang jenderal polisi yang merupakan gadis dalam perjanjian kuota mengekspor barang. di Bangka Belitung.
Paki Ahmad Syahmadi selaku General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020 mengungkapkan, smelter swasta telah menerima lima persen ekspor pertambangan dalam izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Padahal, awalnya PT Timah mengusulkan agar besaran ekspor tersebut dibagi 50:50 dari hasil penambangan di wilayah IUP PT Timah.
Usulan ini disampaikan PT Timah ka Syahmadi selaku perwakilannya dalam pertemuan dengan pekerja independen smelter.
Pertemuan dilaksanakan di Hotel Borobudur, Jakarta pada bulan Mei 2018, yang dilanjutkan dengan pertemuan di Novotel Bangka Belitung.
Terakhir di Hotel Borobudur Jakarta, kata Syahmadi di Pengadilan Tipik Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
“Apa yang dibicarakan di Hotel Borobudur? Tadi di Novotel ternyata ada permintaan dari PT Timah untuk meningkatkan produksi PT Timah. Apa yang dibicarakan di Borobudur, Pak?” tanya jaksa kepada Syahmadi.
“Sumbernya sama. Dulu kami minta bantuan smelter melalui Kepala Daerah Kabupaten Bangka Belitung untuk membantu produksi bijih PT Timah. Saya minta sebelum saya keluar dari Operations Manager, Direktur dia ada keinginannya. bahwa pengerjaan logam dari Bangka Belitung itu lima puluh lima, Yang Mulia,” jelas Syahmadi.
Menurut Syahmadi, pembagian 50:50 itu dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas PT Timah.
Sebab sebelumnya PT Timah mengekspor kurang dari 50 persen ekspornya.
Karena kalau sejarah dulu output bijih besi dari Bangka Belitung 70 ribu ton, PT Timah sekitar 20 ribu, 21 ribu, begitulah sambung Yang Mulia, kata Syahmadi.
Syahmadi juga mengungkapkan Harvey Moeis yang merupakan terdakwa juga hadir dalam pertemuan di Hotel Borrobudur.
“Waktu itu di Borobudur, tersangka Harvey juga datang?” tanya jaksa.
“Ikuti,” jawab saksi.
Sayangnya, Syahmadi mengaku tak menghadiri pertemuan tersebut hingga usai.
Selanjutnya, hasil pertemuan di Hotel Borobudur diumumkan di grup Whatsapp “Smelter Baru” yang beranggotakan perwakilan perusahaan swasta smelter, PT Timah, dan Polres Bangka Belitung.
Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati perusahaan peleburan swasta itu akan memberikan lima persen porsi ekspornya.
“Jadi kelompok aktif bicara produksi Borobudur itu siapa, ada permintaan kesepakatan 50:50 tidak?” tanya jaksa.
“Iya faktanya saya pulang dulu Pak, saya tidak datang. Baru diumumkan di grup Whatsapp. Sebenarnya ambisi PT Timah 50%, rapat setuju 5%, Yang Mulia.” jawab Syahmadi.
Menurut Syahmadi, saat itu hasil pertemuan diumumkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polres Bangka Belitung.
“Siapa yang bilang begitu di grup Whatsapp?” tanya jaksa.
“Pak Dirreskrimsus,” jawab saksi.
Sebagai informasi, dalam kasus ini juga terungkap nomor Polres Bangka Belitung diucapkan Brigjen Mukti Juharsa yang kini menjabat Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.
Saat itu, Mukti Juharsa masih menjabat Kompol dan menjabat Direktur Reserse Kriminal Polres Bangka Belitung.
Saksi Syahmadi mengungkapkan, Mukti Juharsa merupakan pengelola grup Smelter Baru yang terlibat.
Seingat saya adminnya En Dirreskrimsus, En Kombes Mukti, kata Syahmadi.
“Pak Mukti. Siapa Mukti?” tanya Ketua Hakim Eko Ariyanto untuk mengonfirmasi.
“Juharsa,” jawab Syahmadi.
“Dari Kepolisian Negara?” tanya hakim.
“Dari Polres,” kata Syahmadi.
Selain itu, dari pihak Polri juga terdapat Wakil Direktur Reserse Kriminal Polres Bangka Belitung.
“Dari Polda, seingat saya ada dua. Wakil direktur yang satu lagi,” ujarnya.
Sekadar informasi, Harvey Moeis dalam kasus ini kerap dituduh mengkoordinasikan uang jaminan penambangan seng ilegal.
Atas perbuatannya, ia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 serta Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang yang namanya korupsi.
Selain itu, ia juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyembunyikan uang hasil tindak pidana korupsi yaitu Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.