Laporan Fahmi Ramadhan dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Manajer Keuangan Logam Mulia PT Antam Tbk Muhammed Furkon mengatakan, toko yang menjual Logam Mulia atau BELM Surabaya 01 ini memiliki emas sebanyak 152 kg hingga Desember 2018.
Furkon menjelaskan, hal itu diketahui berdasarkan hasil inventarisasi sisa logam mulia perusahaan negara tersebut.
Fakta itu terungkap saat hakim anggota Alfis Setyawan mempertanyakan Furqon soal pengumuman tambang emas milik PT Antam Tbk pada akhir 2018 lalu.
Mengenai itu, sudah dijelaskan perbedaannya di akhir tahun (2018) berdasarkan 152 kilogram? Iya, ada perbedaannya, bukan? tanya hakim saat melanjutkan pemeriksaan kasus korupsi jual beli emas PT Antam Tbk dan tersangka orang kaya asal Surabaya, Budi Said di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/10/2024).
“Sesuai Pak SO (Nama Saham) semester terakhir tahun 2018,” jawab Furkon yang duduk di kursi saksi.
Hakim kemudian mendalami apa saja perbedaan yang ada di benak Furqon dengan stok emas tersebut.
Furkon kemudian mengatakan, selisih emas itu diketahui setelah ada selisih antara stok tercatat dan stok buku kelompoknya.
“Apa bedanya?” tanya hakim.
“Bisa dikatakan perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan hasil persediaan antara persediaan fisik dan buku,” kata Furkon.
Furqon juga menjelaskan, inventarisasi pada bulan Desember 2018 merupakan kelanjutan dari inventarisasi sebelumnya.
Dalam penghitungan stok, diketahui selisih stok emas yang dimiliki PT Antam Tbk sebanyak 152 kilogram.
“Pada kuartal terakhir 4Q2018 selisih saldo buku dengan saldo fisik di Butik Surabaya 01 adalah 152 pak. Itu yang saya baca di laporan,” kata Furkon.
Namun saat ditanya hakim apakah ada selisih stok emas yang dimiliki PT Antam pada bulan sebelum Desember 2018, Furkon mengaku tidak mengetahuinya.
Pasalnya, kata Furkon, pihaknya tidak memiliki akses data pada November 2018 sehingga baru mengetahui inventarisasi pada Desember 2018.
“Saya belum bisa mengetahuinya sekarang, Pak, itu bukan wewenang saya,” kata Furcon.
Kejaksaan Agung (JPU) sebelumnya mendakwa orang kaya Trako Surabaya, Budi Said, atas dugaan korupsi pembelian emas lebih dari 7 ton untuk PT Antam.
Menurut jaksa, pembelian emas tersebut dilakukan Budi Said bekerja sama dengan Eksi Anggraeni selaku penjual dan beberapa karyawan PT Antam, yakni Manajer Antam BELM Surabaya 01 Endang Kumoro, Senior Officer Produksi dan Pelayanan Perdagangan Umum Ahmad. Purwanto dan BELM Surabaya 01 Staf manajemen Antam bernama Misdianto.
Dari persekongkolan tersebut, tercapai kesepakatan untuk membeli di bawah harga resmi dan tidak sesuai rencana Antam.
Total, Budi Said membeli emas sebanyak dua kali.
Beli Pertama 100 Kilogram Emas BELM Surabaya 01.
Namun BELM Surabaya saat itu tidak memiliki stok tersebut sehingga meminta bantuan kepada Unit Usaha Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam Pulo Gadung.
Harga yang dibayarkan kepada Budi Said untuk 100 kilogram emas adalah Rp25.251.979.000 (lebih dari dua puluh lima miliar).
Padahal, harga tersebut seharusnya 41.865 kilogram emas.
Kemudian pembelian kedua Budi Said membeli emas sebanyak 7.071 ton dari BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu, ia membayar Rp3.593.672.055.000 (lebih dari tiga miliar) untuk 7.071 kilogram atau lebih dari 7 ton emas Antam. Namun, berat badannya hanya bertambah 5.935 kg.
Budi Said kemudian keberatan dengan kekurangan emas sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton emas.
Rupanya dengan pembelian emas Antam sebanyak lebih dari 7 ton tersebut, terjadi perbedaan persepsi harga antara Budi Said dan Antam.
Saat itu, Budi Said mengaku setuju dengan BELM Surabaya dengan harga Rp 505.000.000 (lebih dari lima ratus juta) per kilogram emas. Harga tersebut ternyata berada di bawah standar yang ditetapkan Antam.
Berdasarkan perhitungan standar Antam, seharusnya dana Rp 3,5 triliun yang dibayarkan ke Budi Said seharusnya digunakan untuk lebih dari 5,9 ton emas.
Gara-gara ulahnya, negara disebut merugi Rp 1,1 triliun lewat PT Antam.
Sejak pembelian pertama, perbuatan Budi Said dan penjual serta BELM Surabaya telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 92.257.257.820 (lebih dari sembilan puluh dua miliar).
Setelah itu, dari pembelian kedua, negara merugi hingga Rp1.073.786.839.584 (lebih dari satu miliar).
Dalam kasus ini, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) ayat 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 18 dan Pasal 55 ayat (1) ke ayat (1) KUHP serta Pasal 64 ayat (1). ). ) dari KUHP.