Siap-siap Tak Semua Kendaraan Bisa Beli Pertalite, Pemerintah Beri Sinyal Peraturan Segera Rampung

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengindikasikan peraturan pembatasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) pertalite akan segera diselesaikan dan diterapkan.

Plt. Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait memutuskan jenis kendaraan yang boleh mengonsumsi bahan bakar dengan kadar oktan atau RON 90. .

Namun detail model kendaraannya belum diungkapkan ke publik.

Untuk informasi anda; Aturan tersebut berlaku dalam pendistribusian BBM, yang akan tertuang dalam Keputusan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang penyerahan dan harga jual.

(Kalau jenis kendaraannya) ya, kendaraan pribadi tentunya,” kata Jakarta. kata Dadan, Rabu (29/5/2024) di Gedung DPR.

“Saya akan (mengklarifikasi) detailnya. Saya khawatir saya salah. Tapi kami sudah mulai memastikannya. Kita tunggu saja,” imbuhnya.

Pertalite dikenal sebagai salah satu bahan bakar bersubsidi pemerintah.

Namun, aturan pengirimannya tidak didefinisikan secara jelas seperti pada bahan bakar diesel bersubsidi.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan undang-undang yang membatasi distribusi produk BBM bersubsidi harus segera diterapkan.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya keuangan tidak didistribusikan dan digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan.

“Iya, Juni nanti kita uji (untuk pemutakhiran Perpres), dan Juni bisa kita lakukan,” kata Arifin.

“Ya kita bahas dulu, lihat apa yang terjadi, kalau sebelum bulan Juni situasinya buruk, mari kita bahas,” ujarnya. Kita harus bersiap menghadapi kejadian yang tidak akan merugikan umat manusia.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah menyiapkan situasi yang tidak berdampak pada masyarakat miskin terkait rencana pemerintah menerapkan pembatasan distribusi BBM bersubsidi.

Bahwa pembatasan pengiriman bahan bakar yang diberikan Mulyanto harus diterapkan secara hati-hati di lapangan; Mulyanto mengingatkan, perlu kehati-hatian dalam menetapkan standar mobil dan memperbaruinya.

Mulyanto mengatakan, “Kebijakan ini jangan sampai menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat.

Maklum, hal ini tertuang dalam dokumen Kerangka Makroekonomi dan Prinsip Kebijakan Fiskal 2025.

“Pemerintah harus melakukan pembatasan distribusi BBM bersubsidi,” kata Mulyanto.

Wacana ini sudah lama berkembang karena diketahui adanya target yang tidak tepat sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam pendistribusian bahan bakar yang diketahui digunakan oleh orang kaya atau mobil mewah.

“Sebenarnya subsidi ini diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan rentan,” kata Mulyanto.

Penetapan sasaran subsidi BBM yang tidak tepat juga terjadi di sektor pertambangan dan industri; Kendaraan Tambang yang seharusnya tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi di pabrik dan ladang ditemukan menggunakan bahan bakar tersebut di lapangan.

Oleh karena itu, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk meninjau kembali Perpres tentang distribusi BBM dan menjadikannya adil, jelas Mulyanto.

Ia menambahkan, saat ini Komisi VII DPR RI sendiri belum membahas teknologinya. Pertamina mengatakan, “Kemungkinan besar pokok-pokok RAPBN tahun 2025 akan dibahas setelah pembahasan.”

Pasokan bahan bakar; Maklum, pemerintah sudah beberapa waktu berupaya merevisi Keputusan Presiden Nomor 191 (Perpres) Nomor.

Sebelumnya, Irto Ginting Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pemerintah sedang membahas revisi Perpres tersebut, dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai regulator dalam hal ini.

“Badan sedang menyelesaikan revisi Perpres 191,” kata Irto kepada Tribunnews.

Ia melanjutkan, Pertamina Patra Niaga senang aturan tersebut bisa selesai pada tahun ini.

Sebagai pembalap, timnya akan bertindak sesuai keputusan pemerintah. Dalam hal ini, penyaluran BBM bersubsidi sesuai konsumsi.

“Secara hukum, kami sebagai karyawan siap mendukung apa yang diberikan direktur,” lanjutnya Gantikan Pertalite.

Pertamina telah melakukan kajian internal untuk mengganti Pertalite dengan bahan bakar beroktan lebih tinggi bernama RON 92.

Soal harga, targetnya Pertamina menjual dengan harga yang sama dengan Pertalite, yakni Rp 10.000 per liter.

Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan Pertamina selalu berusaha berinovasi dan produk yang dijual ke masyarakat memenuhi ketentuan pemerintah.

Dalam hal ini, sesuai Undang-Undang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.P/20/menlhk/setjen/kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Tahun 2017, tidak ada niat untuk menjual Pertalite di masa depan. Emisi Bagian M untuk kendaraan golongan M; Tipe N dan Tipe O.

Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahan bakar jenis bensin mempunyai angka oktan minimal (RON) sebesar 91.

“Kami sedang mempelajari dan bernegosiasi dengan pemerintah (Kementerian ESDM). Nanti Pertalite akan diganti dengan RON 92 dengan harga yang sama yakni Rp 10.000 per liter,” kata Fadjar saat ditemui di Jakarta, Selasa. 26.3.2024) malam.

Jika hal ini dilakukan, maka biaya yang dikeluarkan Pertamina untuk menghasilkan produk di atas RON 90 akan bertambah.

Apalagi harga pasaran Pertalite saat ini Rp 10.000 per liter, tapi tersedia RON 92.

“Kami berkepentingan dengan kualitas BBM. Terutama kaitannya dengan lingkungan, karena yang menjadi persoalan saat ini adalah udara bersih. Jadi kami belum melihat (beban biayanya),” kata Fadjar.

Namun Fadjar belum bisa memastikan kapan keinginan tersebut akan terealisasi karena Pertalite merupakan Bahan Bakar Khusus (JBKP) milik pemerintah.

“Kita tunggu dari pemerintah, kita belum tahu kapan mulainya, tapi kalau disetujui akan kita lakukan secara bertahap,” kata Fadjar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *