Siap Aksi Besar, Serikat Buruh: Tidak Tepat Program Tapera Dengan Memotong Upah Buruh

Dilansir reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai tidak tepat jika program tabungan perumahan rakyat dilakukan dengan pengurangan upah buruh.

Ketua Umum Partai Buruh yang juga Ketua KSPI Said Iqbal mengatakan, dalam UUD 1945, negara diwajibkan menyiapkan dan menyediakan perumahan sebagai hak rakyat.

Karena perumahan merupakan hak asasi manusia, maka pada dasarnya merupakan kewajiban negara untuk menyediakannya. Hal ini juga masuk dalam platform ke-13 Partai Buruh, dimana jaminan perumahan merupakan jaminan sosial yang harus diperjuangkan.

Namun permasalahannya, kondisi saat ini belum memungkinkan bagi pemerintah untuk melaksanakan program Taper dengan cara mengurangi gaji pegawai dan peserta Taper, ujarnya dalam keterangannya, Rabu (29 Mei 2024).

Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa penyebab proyek Tapera tidak terlaksana dengan baik.

Pertama, belum jelasnya program Tapera, terutama kepastian karyawan dan peserta Tapera otomatis mendapat tempat tinggal setelah mengikuti program Tapera. Jika dipaksakan, bisa berbahaya bagi staf dan peserta Taper.

“Sesuai akal sehat dan matematis, iuran Taper sebesar 3 persen (pemberi kerja 0,5% dan pekerja 2,5%) tidak akan cukup bagi pekerja untuk membeli rumah di usia pensiun atau saat terkena PHK,” ujarnya. .

Saat ini rata-rata gaji pekerja Indonesia sebesar Rp 3,5 juta per bulan. Jika dikurangi 3% per bulan, maka kontribusinya kurang lebih Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Karena Tapera merupakan tabungan sosial, maka jumlah tabungannya adalah Rp12.600.000 hingga 25.200.000 dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.

“Pertanyaan besarnya, apakah harga rumah tersebut akan menjadi Rp 12,6 juta dalam 10 tahun ke depan atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Kalaupun keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera ditingkatkan, itu tidak akan mungkin terjadi. pekerja untuk membelanjakan uang yang dibawa ke rumah mereka sendiri.

Oleh karena itu, kontribusi sebesar 3% yang ditujukan untuk memastikan pekerja menjadi pemilik rumah tidak mungkin dilakukan oleh pekerja dan peserta Taper. Tidak bisa punya rumah,” kata Iqbal.

Alasan kedua mengapa Tapera tidak tepat diterapkan saat ini adalah karena selama 5 tahun terakhir upah riil buruh (daya beli buruh) mengalami penurunan sebesar 30%.

Upah tidak naik selama hampir 3 tahun berturut-turut, dan tahun ini upah naik sangat murah. Jika dipotong 3% lagi untuk Taper, tentu beban hidup pekerja akan semakin berat. Oleh karena itu, tidak tepat untuk menginstal Tapera saat ini.

Dalam UUD 1945, menurut Said, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyiapkan dan menyediakan perumahan yang terjangkau bagi rakyat, serta program jaminan kesehatan dan pangan yang terjangkau.

Namun dalam proyek Tapera, pemerintah tidak memberikan iuran apapun, hanya memungut iuran dari masyarakat dan pekerja.

“Tidak adil karena perumahan adalah tanggung jawab negara dan hak rakyat,” kata Iqbal.

Menurutnya, program Tapera belum layak dijalankan saat ini sebelum ada kontribusi dari pemerintah sebagai program bagi mereka yang mendapat manfaat dari kontribusi program jaminan kesehatan tersebut.

Alasan keempat, proyek Tapera terkesan terpaksa menghimpun dana masyarakat, khususnya dana pegawai, pegawai, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Jangan sampai korupsi baru tumbuh subur di Tapera seperti yang terjadi di ASABRI dan TASPEN.

Oleh karena itu, Tapera tidak akan dilaksanakan dengan baik sampai dilakukan pemeriksaan ketat untuk mencegah korupsi pada dana proyek Tapera. Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI mengusulkan proyek Tapera kepada pemerintah sebagai berikut: Merevisi UU Tapera dan peraturan pemerintah untuk memastikan bahwa hak atas perumahan adalah hak masyarakat dengan biaya yang wajar dan nyaman, nyaman/sesuai. , dan lingkungan yang sehat sehingga pemerintah wajib mendanai APBN untuk menyelenggarakan Tapera bagi masyarakat. Kontribusi pengurangan adalah tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya pengusaha perlu memberikan kontribusi sebesar 8%, pemerintah memberikan dana yang cukup dan mencukupi pada APBN untuk pemilik rumah dan pekerja memberikan kontribusi sebesar 0,5%, sedangkan akumulasi seluruh tabungan dapat dijamin ketika pegawai, PNS, TNI/Polri dan Taper. Pesertanya otomatis memiliki rumah yang layak, sehat dan nyaman tanpa biaya tambahan. Peserta yang telah memiliki rumah dapat menarik uang tunai dari tabungan Jamsostek pada akhir masa pensiun untuk memperbaiki atau memperpanjang rumah yang telah dimilikinya. Proyek Tapera sebaiknya tidak dilaksanakan sekarang tetapi harus ditinjau dan diawasi untuk mencegah korupsi hingga proyek ini siap dilaksanakan tanpa melibatkan staf, pegawai, TNI, Polri dan Tapera. Menaikkan upah yang layak bagi pekerja agar iuran Taper tidak membebani pekerja. Agar upahnya sesuai, pemerintah harus mencabut UU Omnibus Cipta Kerja yang menjadi penyebab rendahnya angka pengangguran di Indonesia.

Pak Said Iqbal menyampaikan, Partai Buruh dan KSPI menolak proyek Tapera yang sedang berjalan karena akan menambah beban kondisi perekonomian pegawai, PNS, TNI, Polri dan Tapera.

“Buruh dan KSPI sedang menyiapkan aksi besar-besaran untuk menolak Taper, RUU omnibus cipta kerja, dan program jaminan kesehatan KRIS yang semuanya membebani rakyat,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *