Setoran Bea Cukai Tembus Rp 109,1 T, Sri Mulyani: Turun 7,8 Persen Dipengaruhi Cukai Hasil Tembakau

Wartawan Tribunnews.com Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan nilai pajak dan pajak penghasilan pada akhir Mei 2024 sebesar Rp 109,1 triliun atau 34 persen dari penerapan pajak anggaran negara (APBN).

Nilai tersebut turun 7,8 persen dibandingkan tahun 2023 yang besarnya Rp 1 triliun. Penurunan tersebut didorong oleh tarif Hasil Tembakau (HT) dan Bea Masuk (BM).

Menteri Keuangan Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak hingga akhir Mei mencapai Rp 81,1 triliun atau 33 persen dari target APBN. Harganya telah turun 12,6 persen YoY karena tarif produk tembakau.

Penurunan ini juga dipengaruhi oleh pergeseran produksi yaitu Kelompok I menurun sedangkan Kelompok II dan III meningkat.

“Jadi produsennya pindah, sekarang banyak yang pindah ke golongan III. Ini tentu menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dalam hal ini karena tujuan produknya adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok, yang diwujudkan dengan penurunan pendapatan. Namun mengenai tujuan yang tercapai, perubahan ini sangat perlu kita perhatikan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN, Kamis (27/6/2024).

Penerimaan tarif impor hingga akhir Mei kini mencapai Rp 20,3 triliun atau 35,4 persen dari target APBN. Angka ini turun 0,5 persen dibandingkan April 2024.

Pejabat Perbendaharaan Negara mengatakan penurunan bea masuk tersebut disebabkan oleh perselisihan lingkungan hidup sehingga harga bahan bakar efektif diturunkan dari 1,46 persen menjadi 1,34 persen. Serta penurunan nilai impor sebesar 0,4 persen per tahun.

Ini sekali lagi untuk bea masuk dengan sedikit pengurangan sebesar 0,5 persen. Kami telah dikurangi atau sangat rendah, mengurangi biaya masuk kami dari 1,4% menjadi 1,34% ditambah penurunan Impor 0,4. Persentase” jelas Sri Mulyani.

“Dalam hal ini volume impornya tidak bertambah, Dewan Bea Cukai juga berkurang sehingga biaya input kita dalam hal ini turun menjadi Rp 4,6 triliun,” tegasnya.

Sedangkan penerimaan tarif impor (BK) hingga akhir Mei mencapai Rp7,7 triliun atau 44,8 persen dari APBN. Jumlah tersebut meningkat sebesar 49,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh pajak ekspor tembaga sebesar Rp6,13 triliun, atau meningkat sebesar 1.134,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya karena penerapan rencana pemulihan.

Selain itu, pendapatan BK dari produk sawit turun 67 persen karena harga minyak sawit mentah (CPO) turun 9,32 persen.

Jadi sekarang harga turun, nilai impor kita turun, itulah sebabnya minyak sawit. Kita mengalami penurunan tajam sebesar 67%, padahal ekspornya meningkat, yaitu Mineral, khususnya tembaga. “Dia menjelaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *