TRIBUNNEWS.COM, BRUSSELS – Platform e-commerce global Tiongkok, Temu, baru-baru ini menarik pedagang lokal dari seluruh dunia, termasuk negara-negara di Eropa, sehingga mendorong Komisi Eropa untuk melakukan intervensi.
Aplikasi Temu sendiri telah lama populer di Eropa sejak memasuki pasar iklim pada tahun 2023, dengan rata-rata Temu memiliki sekitar 75 juta pengguna aktif di blok tersebut pada tahun ini.
Namun kemunculan Temu di negara-negara Eropa membuatnya khawatir. Selain persepsi bisnis yang merugikan UKM swasta, Komisi Eropa juga menyatakan kecurigaannya terhadap permohonan Tiongkok yang diduga menjual barang ilegal.
Sesuai dengan aturan Digital Activity Act (DSA) yang berlaku di Eropa, Temu harus mengungkapkan aktivitas dan informasi terkait risiko perlindungan konsumen terhadap kesehatan mental dan fisik pengguna.
Komisi Eropa, sebagai pengawas digital Uni Eropa, telah meminta Temu menjelaskan apa yang dilakukannya untuk mencegah pedagang menjual produk ilegal di platformnya.
Gallia24 melaporkan, permohonan Temu memiliki batas waktu 21 Oktober untuk memberikan berbagai informasi yang diminta Komisi Eropa.
Jika Temu tidak memberikan informasi yang diminta dalam jangka waktu tersebut, Komisi Eropa menyatakan akan mengambil tindakan hukum yang dapat berujung pada denda jika terbukti melakukan pelanggaran.
Pada tanggal 15 Mei, pengguna Temu di Eropa mengajukan keluhan ke Komisi Eropa sebelum kasus pengadilan dibuka. Semuanya diduga menggunakan metode kasar untuk mencegah pengguna menggunakan toko dan pelanggaran lainnya.
Itu sebabnya enam negara anggota Uni Eropa Austria, Denmark, Prancis, Jerman, Belanda, dan Polandia meminta Brussel memperkuat kontrol terhadap gereja.
Program Indonesia Temu Gagal
Sebelum Uni Eropa memberlakukan pembatasan terhadap Temu, pemerintah Indonesia sempat membantah keberadaan aplikasi asal China tersebut. Bukannya setengah hati melarangnya, pemerintah Indonesia malah meminta Google dan Apple segera menutup perusahaan e-commerce asal Tiongkok tersebut.
Langkah itu dilakukan untuk mencegah masyarakat mengunduh aplikasi Temu yang bertujuan melindungi usaha kecil dan menengah di Indonesia dari produk murah yang ditawarkan Temu milik PDD Holdings.
Tak hanya itu, pemerintah tak segan-segan memblokir investasi Temu di e-commerce lokal jika perusahaan tersebut terbukti melakukan hal tersebut, lapor Reuters.
Kehadiran Temu belakangan menjadi sorotan karena program kartu tersebut memiliki model bisnis berbiaya rendah untuk pengiriman paket dari China ke pelanggan di beberapa negara.
Model bisnis Temu berbahaya bagi pemain MKOC dalam negeri karena Temu secara langsung menghubungkan pengguna dengan pabrik di Tiongkok untuk menurunkan harga secara signifikan, yang merupakan persaingan tidak sehat.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, “PSE (Penyediaan Sistem Elektronik) tidak akan diberikan untuk Temu dan permohonan serupa tidak akan diajukan.”
Selain itu, pemerintah juga melobi Apple dan Google untuk melakukan pemblokiran serupa terhadap layanan belanja Tiongkok, Shain. Hingga saat ini, Temu, Shein, Apple dan Google belum menanggapi permintaan komentar.
Namun, pemerintah yakin larangan tersebut merupakan upaya untuk melindungi ekosistem UKM Indonesia dari persaingan berbahaya dari perusahaan asing.