TRIBUNNEWS.COM – Serikat pekerja yang tergabung dalam Lembaga Kerjasama Tripartit Daerah (LKS TRIPDA) Provinsi Banten sepakat menolak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Administrasi Negara (PP) ) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan PP No. 25 Tahun 2020 tentang Pemeliharaan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kedua aturan ini dinilai sangat berbahaya bagi pekerja, khususnya peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam Focus Group Discussion (FGD), Wakil Ketua LKS TRIPDA Provinsi Banten Dedi Sudarajat mengatakan para buruh di daerahnya sepakat menolak kedua kebijakan tersebut dan akan segera diumumkan kepada pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.
“Setelah kami baca bersama melalui FGD, para pekerja kami di seluruh Banten sepakat untuk menolak undang-undang P2SK ini, karena undang-undang ini sangat berbahaya bagi pekerja yang mengikuti program Jaminan Lanjut Usia dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan,” kata Dedi.
“Jika usulan sudah ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir, maka usulan tersebut akan kami teruskan ke DPR RI, Presiden, Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menteri Kemanusiaan, LKS negara ketiga,” imbuhnya. .
Sementara itu, anggota LKS Tripda Banten Afif Johan mengatakan pihaknya menolak UU P2SK, khususnya pada bab Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Menurutnya, sistem penggajian di Indonesia masih belum cukup untuk melaksanakan rencana pemerintah yang membagi JHT menjadi 2 rekening.
“UU P2SK memang ditolak karena Bab JHT akan memiliki dua rekening dengan UU P2SK, yaitu rekening tetap dan rekening tambahan, sedangkan kondisi kerja di Indonesia belum,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, seluruh serikat pekerja di Provinsi Banten akan menggelar aksi massal jika pemerintah terus melanjutkan kebijakan tersebut.
Maka saya tegaskan, jika pemerintah terus menindas buruh, saya jamin seluruh serikat buruh se-Banten akan mengambil tindakan besar untuk menolak dan membatalkan UU P2SK dan Tapera, tegas Afif Johan.
Sebelumnya, penolakan serupa juga diungkapkan Ketua Umum Federasi Pekerja Tambang Kimia, Energi, dan Media Seluruh Indonesia (PP FSP KEP SPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar juga menegaskan, UU P2SK membuka celah bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) untuk ikut serta dalam pengelolaan dana JHT dan JP. Hal ini dinilai berisiko besar terhadap keamanan finansial para pekerja karena saat ini banyak permasalahan yang terjadi pada DPPK/DPLK.