TRIBUNNEWS.COM – Khaled Mashal kini menjadi calon pemimpin baru Hamas setelah Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh tewas terkena rudal di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7/2024).
Mashal mulai dikenal dunia setelah anggota Hamas itu lolos dari upaya pembunuhan agen Israel pada tahun 1997.
Israel menyemprotnya dengan racun di jalan di luar kantornya di ibu kota Yordania, Amman.
Upaya pembunuhan tersebut membuat marah Raja Hussein dari Yordania. Dia mengancam akan menggantung pelakunya.
Tak hanya itu, Hussein juga mengancam akan mencabut perjanjian damai dengan Israel jika obat penawarnya tidak diberikan.
Setelah mendapat tekanan, Israel akhirnya bersedia memberikan obat penawar bahkan membebaskan pemimpin Hamas lainnya bernama Sheikh Ahmed Yassin.
Mashal menjadi pemimpin politik Hamas di luar negeri, setahun sebelum Israel berusaha melenyapkannya.
Dia mempunyai pekerjaan yang memungkinkan dia mewakili Hamas dalam pertemuan gabungan dengan delegasi asing.
Sumber Hamas menyebutkan Mashal digadang-gadang menjadi sosok pengganti Haniyeh.
Selain Mashal, petinggi Hamas bernama Khalil Al Hayya kini berpeluang menggantikan Haniyeh. Hal ini menguntungkan Iran dan sekutunya di Timur Tengah.
Berbeda dengan Hayya, hubungan Mashal dengan Iran relatif buruk.
Mashal mendukung pemberontakan Muslim Sunni di Suriah pada tahun 2011 melawan Presiden Suriah Bashar Al Assad, yang didukung oleh Iran.
Dikutip dari laman ECFR, Mashal lahir di Kota Silwad, Tepi Barat, pada tahun 1956.
Dia tinggal di Tepi Barat selama 11 tahun dan harus meninggalkan sana bersama keluarganya karena Israel mencaplok wilayah tersebut. Kemudian mereka tinggal di Kuwait. Mashal mulai menempuh pendidikan tinggi di Universitas Kuwait pada tahun 1974, mengambil jurusan fisika. Dia juga mengepalai gerakan Islam Palestina di universitas tersebut.
Setelah lulus, ia menjadi guru fisika dan aktif dalam gerakan Palestina. Pada tahun 1984 dia berhenti mengajar untuk fokus pada gerakan.
Mashal mengumpulkan dana untuk membangun jaringan layanan Islam di Jalur Gaza dan Tepi Barat serta untuk meningkatkan kemampuan militer gerakan Palestina.
Menurut laman Encylopedia Britannica, ia pindah dari Kuwait ke Yordania setelah Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990.
Dua tahun kemudian Hamas mengumumkan keberadaan biro politik di luar negeri. Mashal juga diumumkan sebagai anggota.
Biro ini beroperasi di Israel dan bertanggung jawab atas hubungan internasional dan aktivitas penggalangan dana Hamas.
Ia terpilih menjadi kepala biro tersebut pada tahun 1996 dan berlanjut hingga tahun 2017. Selain itu, ia juga mengepalai biro politik “eksternal” yang berbasis di Qatar.
Pada tahun 1999 Yordania menindak Hamas dan memenjarakan Mashal.
Setelah tinggal sebentar di Qatar, ia mendapatkan tempat tinggal permanen di Damaskus, Suriah.
Mashal menjadi pemimpin dan tokoh utama Hamas pada tahun 2024 setelah terbunuhnya Syekh Ahmed Yassin dan penggantinya, Abd Al Aziz AL Rantissi.
Ia merupakan wakil Hamas di kancah internasional. Mashal menolak mengakui negara Israel.
Namun, dia mengindikasikan bahwa Hamas akan terbuka terhadap gencatan senjata jika Israel bersedia menarik diri dari perbatasan sebelum tahun 1967.
Mashal selesai menjabat sebagai kepala kantor politik Hamas pada tahun 2017 dan digantikan oleh Haniyeh. Kini dia berpeluang besar menggantikan Haniyeh. (Berita Tribun/Februari)