Senator Sulut Pertanyakan Agenda Perubahan DPD RI yang Digagas Yorrys Raweyai

Reporter Tribunnews.com Reza Deni melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sulawesi Utara (Sulut) Zafar Alqatiri, Ketua Komite II Ioris Raveyai meminta DPD menghentikan gaya premanisme dalam memajukan agenda politik. 

Pasalnya, kegaduhan yang dilontarkan Yorrys Cs akan merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap DPD.

“Beberapa anggota DPD pendukung Ioris menyebut dirinya ‘Kelompok DPD Pro Perubahan’. Pertanyaannya perubahan apa yang ingin mereka ubah,” kata Jaber kepada wartawan, Senin (29/7/2024).

Dia mengatakan, manuver politik yang dilakukan Ioris di DPT telah membuka ingatan masyarakat terhadap agitasi politik yang dilakukan di DPR pada tahun 2015 yang dilakukan mantan politikus Partai Golkar tersebut.

Saat itu, Ioris menunjukkan gaya sembunyi-sembunyi menguasai sekretariat Divisi Golkar di DPR.

“Dia mendobrak pintu sayap Partai Golkar di DPR. Apakah cara-cara itu dianggap Joris sebagai agenda perubahan DPR ke depan,” sindir mantan anggota Partai Rakyat Daerah itu. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) Sulawesi Utara.

Maklum, rapat paripurna DPD pada Jumat (12/7/2024) berlangsung panas karena sejumlah anggota DPD tak sepakat menyetujui peraturan baru (Tatib) DPD. Sejumlah senator menginterupsi rapat yang dipimpin Ketua DPD Lanyala Mataliti, kemudian mendatangi meja ketua dan mengambil shell untuk mengakhiri sidang.

Kericuhan di depan meja Ketua membuat banyak anggota melakukan advokasi persetujuan aturan baru DPD untuk memperkuat meja Ketua. Namun, saat rapat berakhir tertib, para anggota yang sempat adu mulut dengan pimpinan berjabat tangan dan meminta maaf.

Melanjutkan pernyataannya, Jafar mengatakan Senator Ioris Raveyai asal Papua, salah satu peserta Rapat Paripurna DPD yang digelar di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen, Jumat (12/7/2024). Namun yang membuatnya kecewa, Ioris justru memperburuk keadaan dengan memfitnah pimpinan DPD yang bersifat diktator dan diktator.

Memang, lanjutnya, Sidang Paripurna DPD pada Jumat (12/7/2024) memutuskan untuk menginstruksikan Panitia Penyusun Peraturan Perundang-undangan (PPUU) untuk melakukan harmonisasi Pedoman Perilaku. Hasil ini merupakan bukti nyata kerja sama seluruh pimpinan dan anggota DPD dalam menyelesaikan permasalahan.

“Pernyataan Ioris yang menyebut DPD sebagai perseorangan atau pemimpin sangat menyesatkan. Kita tahu, kepemimpinan DPD merupakan upaya kolektif, kolektif dan kolaboratif yang melibatkan empat pimpinan dan seluruh anggota,” ujarnya.

Zafar mengatakan pihaknya mengundang Ioris dan beberapa pendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD masa jabatan 2024-2029.

Namun, dia meminta senator asal Papua itu tetap mematuhi norma hukum, etika, dan prosedur struktur organisasi.

Pada Rapat Paripurna DPD Jumat (12/7/2024), salah satu agendanya adalah pengesahan Tata Tertib DPD. Perintah tersebut memuat pasal yang menyatakan bahwa calon pemimpin haruslah orang yang tidak pernah ada. DPD Terima Sanksi dari Badan Kehormatan (BK) “Pasal tersebut bermasalah karena ada masyarakat yang sudah mendapat sanksi etik dari BK namun tetap ingin mencalonkan diri.

Menurut Jaffer, wajar dan lumrah jika DPD mencantumkan pasal tersebut dalam kode etiknya. Padahal, kata dia, lebih baik menjaga harkat dan martabat perusahaan di mata masyarakat.

“Ini juga bukan aturan baru, sudah ada sebelumnya. Kalau kita usut sekarang, seluruh anggota DPD dan masyarakat, kalaupun curiga, bisa paham bahwa DPD sedang mencoba menyusupkan kepentingan ke dalam organisasi,” ujarnya. ditekankan.

Anggota DPD RI Daerah Konstituensi Papua, Ioris Raveyai diduga menanggapi kesimpangsiuran sesama senator dalam rapat paripurna DPD RI yang digelar Jumat (12/7/2024).

Saat itu, beberapa anggota DPD bergegas menuju meja ketua pengadilan dan meraih tangannya. 

Ioris Raveyai menilai kekacauan merupakan gerakan yang tidak bisa dihindari karena modalitas Laniala Mahmood dan gaya kepemimpinan Nono Sambono. 

“Ini respon mayoritas anggota DPD dan sudah tidak bisa dibendung lagi. Frustrasi terhadap gaya kepemimpinan Pak Lanyala dan Pak Nono yang otoriter dan tertutup sudah terbentuk sejak lama, sehingga memunculkan oposisi yang semakin besar,” kata Ioris. wartawan pada Senin (15/7/2024).

Ketua Pengurus DPD II Sejak awal, seluruh anggota DPD mempunyai keyakinan yang tinggi terhadap pimpinan DPD untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam organisasi DPD. 

Namun seiring berjalannya waktu, tidak ada perubahan yang dilakukan. 

“Pak La Nyala dan Pak Nono telah menempatkan DPD pada posisi di mana suara-suara kritis dan perbedaan pendapat serta aspirasi anggota diabaikan,” kata Ioris.

Menurut Iori, puncak kekhawatiran anggota DPD itu diungkapkan pada Sidang Paripurna DPD kemarin. 

Peraturan DPD RI Tahun 2022 Peraturan No. Sebagaimana disebutkan pada angka 1, perubahan peraturan perundang-undangan yang akan disetujui dalam rapat paripurna tidak melalui prosedur dan prosedur yang baik. 

“Kode etik ini dibuat untuk mengatur dan mengurus kerja DPD agar berdampak maksimal bagi masyarakat. Oleh karena itu, kode etik harus dipahami dan disepakati bersama, termasuk usulan perubahan yang mendesak,” kata Ioris. .

Ketua MPR Papua Laniala Mahmood menilai Modalitas dan Nono Sambono gagal memimpin DPD. 

Perubahan kode etik yang harus diakui disesuaikan dengan kepentingan individu dan kelompok. 

Keduanya diketahui juga telah diumumkan sebagai calon Ketua DPD periode mendatang. 

Bisa dibayangkan betapa rusaknya organisasi DPD ke depan jika gaya kepemimpinan Pak Lanyala dan Pak Nono terus berlanjut, ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Rapat Paripurna DPD RI pada Jumat (12/7/2024) berlangsung ricuh.

Pantauan Tribunnews.com, kericuhan terjadi di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta saat Ketua DPD RI La Nyala Mataliti membacakan rancangan perubahan (tatib) peraturan perundang-undangan. Komite Tatibi khusus dan Komite Tatibi dilaksanakan.

Sementara peraturan tersebut mengatur landasan hukum sistem paket kepemimpinan dalam pemilihan pimpinan DPD RI periode 2024-2029.

Awalnya, banyak anggota DPD RI yang menentang perubahan aturan tersebut.

Interupsi datang dari Philip Wamafma, anggota DPD RI asal Papua Barat.

Namun La Nyalla tak menanggapi gangguan tersebut. DPD La Nyalla terus mengkaji perubahan peraturan perundang-undangan RI.

Tak lama kemudian, beberapa anggota DPD RI termasuk Philip tiba di meja pimpinan DPD RI yang dihadiri oleh La Nyala, Wakil Presiden DPD RI Nono Sambono dan Wakil Presiden DPD RI Sultan Najamuddin.

Rupanya, anggota DPD RI berupaya merampas tameng pengadilan. Meski demikian, La Nyala berhati-hati dalam mengikuti putusan pengadilan.

Bamdal (Pengamanan Dalam Negeri) memberikan pengamanan kepada Ketua DPD RI.

Setelah itu, seluruh sidang DPD RI ditunda selama 10 menit.

Sementara itu, anggota DPD RI terpilih kembali dan baru terpilih masa jabatan 2024-2029, beberapa anggota DPD RI saat ini melakukan pencanangan Paket Pimpinan DPD RI 2024-2029.

Mereka sepakat mengusung AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Elviana dan Tamsil Linrung sebagai paket pimpinan DPD RI periode 2024-2029.

Acara tersebut digelar pada Minggu (23/6/2024) di Restoran Telaka Senayan Jakarta Pusat.

Hal ini menimbulkan perdebatan karena paket kepemimpinan DPD RI tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan DPD RI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *