Sempat Menolak, Mahfud MD Kini Enggan Permasalahkan Revisi UU MK, Khawatir Hakim Bisa Dikendalikan

TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD tak mau terlalu memperhatikan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait Perubahan Keempat UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) kini telah disetujui DPR.

Menurut dia, hal itu merupakan peraturan negara.

Di sisi lain, kekhawatiran akan membahayakan independensi hakim dalam memutus hasil Pilpres 2024 juga sudah hilang.

Mahfud menilai perubahan SK tersebut bisa dimaknai positif atau negatif.

“Misalnya kalau mau dilihat positif, mungkin undang-undangnya sudah disahkan lalu harus dimintai konfirmasi tiga hakim MK, Saldi dan Enny dari presiden, lalu Suhartoyo dari MA, lalu tiga orang. . yang mereka nyatakan meneruskan dinasnya, dapat mengukuhkan sampai habis masa berlaku ketetapannya.”

“Tapi bisa segera diganti. Ya silakan, itu sudah terjadi sekarang, apalagi pemilu presiden sudah berakhir,” kata Mahfud, Rabu (15/1/2024).

Menurut Mahfud, ketiga hakim MK tersebut tidak akan menjadi ancaman bagi pemerintah.

“(Mereka) tidak lagi melakukan pemilihan presiden, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilanjutkan (mengubah UU Mahkamah Konstitusi).”

“(Mereka) hanya harus menangani kasus-kasus rutin dan sering kali merupakan kebijakan moral bagi pemerintah untuk menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak akan memecat mereka meskipun peraturannya sudah seperti itu. Silakan saja. Itu saja.” perlakuan moralnya, tapi saya belum tahu apa itu. Akan ada perkembangan lebih lanjut,” kata Mahfud.

Mahfud mengaku khawatir dengan kemungkinan hakim menjadi wakil organisasi jika amandemen UU Mahkamah Konstitusi disahkan.

Namun, dia mengingatkan, keputusan tersebut tetap menjadi milik Presiden dan DPR RI, karena dapat diambil dengan alasan yang baik.

– Tetap saja, terserah mereka untuk memutuskan, jadi hakim bisa melakukan apapun yang dia mau, dan mungkin ada alasan seperti itu.

Mahfud mengatakan: “Itu mungkin benar, tergantung alasannya, mungkin begitu dan masuk akal, tapi menurut saya itu tidak masalah, masalah itu bisa dikendalikan, itu yang saya katakan, (soal) kemerdekaan. .” Mahfud menolak

Saat menjabat (Menko Polhukam), Mahfud menolak perubahan UU Mahkamah Konstitusi.

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari.

Mahfud mengatakan, perubahan UU Mahkamah Konstitusi berpotensi menghancurkan independensi hakim.

Khususnya permasalahan yang berkaitan dengan peraturan peralihan dari Pasal 87.

Oleh karena itu, dia menolak memberikan amandemen tersebut.

Makanya saya juga (dulu) menolak, jadi menghambat kemerdekaan.”

“Kenapa? Orang ini diancam secara halus, kamu sudah dicopot, kamu sudah dikukuhkan, jawaban hari ini tidak, hentikan, kamu sudah selesai peranmu sebagai hakim, oleh karena itu independensi lembaganya (hakim) menjadi sandera. , menurut saya,” kata Mahfud.

Diketahui, dalam perubahan Pasal 87 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi diatur bahwa hakim Mahkamah Konstitusi yang telah mengadili lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10 tahun harus meminta pengukuhan kepada badan pengusul.

“Yah, saya waktu itu (sebelumnya) tidak setuju, karena bisa mempengaruhi independensi hakim MK.”

Mahfud melanjutkan, “Saat itu pemilu presiden sudah dekat, sehingga hakim Mahkamah Konstitusi bisa dibayangi oleh ancaman untuk mengukuhkan usulan badan tersebut, sehingga saat itu saya minta agar tidak dilanjutkan.”

Soal perubahan sikap pemerintah yang kini sepakat mengajukan RUU Mahkamah Konstitusi ke tahap pengambilan keputusan II di Rapat Paripurna DPR RI, Mahfud tak mau berkomentar banyak.

Mahfud mengatakan, saat ini dirinya tidak bisa menghentikan siapa pun yang ingin melakukan perubahan UU Mahkamah Konstitusi.

“Sekarang saya sudah pergi, tiba-tiba (perubahan UU Mahkamah Konstitusi) disahkan, jadi saya tidak bisa menghentikan siapa pun.”

“Tapi begitulah, saya pernah buat jalan buntu, sekarang undang-undangnya sudah disahkan, isinya (usulan perubahan) tetap sama, saya tolak, tapi menurut saya, tidak bisa menghentikannya,” kata Mahfud.

Mahfud menilai perubahan UU Mahkamah Konstitusi hanya langkah untuk menyamakan garis politik masing-masing partai.

Lebih lanjut, kata dia, belakangan ini banyak perbincangan mengenai fakta bahwa desentralisasi dilakukan secara rahasia dan canggih.

“Pada akhirnya semuanya ada di tangan, akan ada kemunduran, kemandirian akan terbatas.”

“Salah satunya hanya pemakzulan, sekedar mencari konfirmasi, tapi yang lebih sulit lagi, sebelum diperdebatkan, ada di dalam RUU, DPR atau organisasi yang diusulkan bisa ditarik, yaitu pemakzulan yang tidak disengaja. , ini tidak, mereka meminta konfirmasi, bukan penarikan,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, mantan Ketua MK dan hakim Mahkamah Konstitusi juga bertemu untuk membahas persoalan tersebut. 

Mahfud mengatakan tokoh-tokoh seperti Jimly Asshiddiqie, dirinya, Hamdan Zoelva, Haryon dan lainnya sepakat independensi hakim tidak boleh diganggu.

Pada akhirnya, lanjut Mahfud, permintaan perubahan itu ditolak.

Namun, kini muncul rencana lain yang berpotensi melemahkan independensi hakim.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Gita Irawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *