TRIBUNNEWS.COM – Keberhasilan Gregoria Mariska Tunjung melaju ke babak perempat final Olimpiade Paris 2024 membuat Indonesia bisa menaikkan harapan medali seperti biasanya.
Saat ini, Gregoria alias Jorji menjadi satu-satunya pemain voli Indonesia yang tertinggal di Olimpiade Paris 2024.
Setelah melalui penampilan alot hingga menyingkirkan Kim Ga Eun (Korea Selatan) di Top 16, Jumat (2/8/2024) pagi.
Jorji yakin akan melanjutkan perjuangannya di Olimpiade Paris 2024, jelas pada kuarter ketiga.
Kebetulan lawan yang dihadapi Jorji adalah Ratchanok Intanon yang merupakan juara putri Thailand.
Pertarungan Jorji untuk memperebutkan tiket semifinal dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (3/8/2024) siang atau malam WIB. Tunggal putri Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung beraksi di Olimpiade Paris 2024 (PBSI).
Bicara soal Gregoria, atlet berusia 24 tahun itu digadang-gadang bisa menjadi juara putri pertama Indonesia.
Namanya menjadi sangat populer setelah mampu mencetak sejarah dengan membawa pulang gelar juara dunia BWF tingkat junior.
Pada edisi 2017, Gregoria dengan gemilang mengalahkan pesaingnya dan meraih gelar juara.
Sejak saat itu, citra Gregoria siap menghidupkan kembali sektor tunggal putri Indonesia.
Maklum saja, sudah lama sekali perempuan lajang Indonesia pada tahun-tahun itu terhitung jauh.
Tidak mengherankan jika Gregoria mempunyai tugas berat dalam menyemangati perempuan lajang di Indonesia. Pemain bola voli Indonesia Gregoria Mariska bersaing dengan Tereza Svabikova (Republik Ceko) pada penyisihan Grup G Olimpiade Paris 2024 di Porte De La Chapella Arena, Paris, Prancis, Rabu (31/7/2024). (PBSI/Bulu Tangkisfoto/Mikael Ropars)
Saat Gregoria memasuki level profesional atau mahir, Gregoria langsung merasakan jalanan terjal dan berkelok-kelok.
Sayangnya konflik Gregoria berlangsung terlalu lama sehingga menuai kritik.
Terbukti, Gregoria baru bisa meraih gelar BWF World Tour pertamanya pada awal tahun 2023.
Tepat di ajang Spain Masters, Gregoria akhirnya pecahkan telurnya dan sejak itu performanya berangsur-angsur meningkat.
Dalam 1,5 tahun terakhir, pertumbuhan dan kemampuan bertarung Gregoria semakin berkembang.
Gregoria kerap tersingkir di babak pertama atau kedua saat mengikuti kompetisi bola basket.
Sekarang bisa memakan waktu hingga biasanya mencapai perempat final, semi final, dan bahkan final.
Mengingat ketatnya persaingan di dunia tunggal putri, Gregoria terus membuktikan kemampuannya.
Hingga puncak Olimpiade Paris 2024, ia akan tetap berada di Indonesia sebagai satu-satunya wakil tenis.
Jalan terjal Gregoria menyelamatkan sejarah Indonesia di Olimpiade
Fakta Jorji -sapaan Gregoria Mariska- menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang masih bermain tenis di Olimpiade Paris 2024 jelas memberikan beban berat bagi dirinya pada Jumat (2/8/2024).
Gregoria membenarkan hal tersebut sesaat setelah mengalahkan lawan Kim Ga Eun di babak 16 besar.
“Kompetisi ini bebannya berat karena di Olimpiade saya sendirian,” kata Gregoria, dikutip dari laman Kemenpora.
“Saya khawatir saya tidak akan bisa memberikan yang terbaik,” katanya.
Ucapan Gregoria seolah menjadi tanda bahwa ia terbebani dengan kondisinya saat ini. Bola voli putri Gregoria Mariska Tunjung melawan Supanida Katethong pada laga babak 16 besar Indonesia Open 2024 di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). Gregoria Mariska Tunjung lolos ke perempat final Indonesia Open 2024 setelah mengalahkan Supanida Katethong dua game langsung 21-13 dan 21-15 di babak 16 besar Indonesia Open 2024 Super 1000. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)
Ia hanya mengatakan tak ingin mengecewakan masyarakat negaranya, Gregoria terus berjuang untuk memenangkan persaingan.
Keberhasilan lolos ke babak perempat final menjadi harga mahal bagi perjuangan Gregoria di kompetisi Olimpiade ini.
Lolosnya Gregoria ke kompetisi ini turut menopang harapan Indonesia untuk mempertahankan medali di Olimpiade.
Melihat ke belakang, para atlet Indonesia yang mewakili Olimpiade kerap memberikan jaminan meraih medali.
Padahal, selisih medali yang selalu dibawa pulang oleh Indonesia di Olimpiade sudah ada sejak lama.
Yang jelas, sejak Olimpiade Barcelona tahun 1992 lalu, dikenal sebagai awal mula sejarah indah bulutangkis Indonesia.
Pada Olimpiade Barcelona tahun 1992, kontingen Indonesia khususnya tenis meraih kejayaan yang tak terlupakan.
Petinju Indonesia itu meraih tak kurang dari lima medali di Olimpiade 1992.
Susi Susanti, Alan Budi Kusuma, Ardy Wiranata, Hermawan Susanto dan Eddy Hartono/Tony Gunawan bersama-sama membawa pulang penghargaan. Susi Susanti saat meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 (BWF).
Terutama Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma yang sama-sama sukses membawa pulang medali emas di ajangnya masing-masing.
Setelahnya, medali perak diraih Ardy Wiranata dan Eddy Hartono/Tony Gunawan, sedangkan medali perunggu diraih Hermawan.
Selain lima medali dari tenis, Indonesia meraih empat medali dari cabang taekwondo di Olimpiade 1992.
Perolehan medali Indonesia berlanjut pada tiga edisi berikutnya, dimulai pada Olimpiade Atlanta 1996, Sydney 2000, dan Athena 2004.
Pada Olimpiade Atlanta 1996, Indonesia membawa pulang empat medali, semuanya dari tenis.
Empat tahun kemudian, Indonesia meraih enam medali di Olimpiade Sydney 2000, termasuk tiga medali di tenis.
Pada Olimpiade Athena 2004, Indonesia kembali membawa pulang empat medali, tiga di antaranya dari tenis.
Indonesia masih memegang medali Olimpiade mulai dari Olimpiade Beijing 2008, Olimpiade London 2012, Olimpiade Rio 2016, hingga Olimpiade 2020.
Apalagi di Olimpiade 2012, pertama kalinya Indonesia gagal meraih medali di cabang olahraga bulu tangkis.
Di Olimpiade Tokyo 2020, Indonesia pulang dengan membawa setidaknya lima medali, dua di antaranya berasal dari tenis.
Kini di Olimpiade Paris 2024, lolosnya Gregoria membuat peluang Indonesia untuk meraih juara, khususnya di tenis, masih tetap terjaga.
Hanya saja tak mudah bagi Gregoria mengelola medali Indonesia di Olimpiade.
Pasalnya, lawan Gregoria semakin kesulitan dari babak perempat final hingga final mendatang.
Ratchanok Intanon, Chen Yufei, An Se-yuong, Carolina Marin, dan Akane Yamaguchi akan mempengaruhi impian Gregoria meraih medali di Olimpiade Paris 2024.
Jika gagal, Gregoria akan membatalkan tradisi medali Indonesia di Olimpiade Paris, namun jika berhasil maka ia akan mengulanginya.
(Tribunnews.com/Dwi Setiawan)