Reporter Tribunnews.com Ilham Rian memberi tahu Pratam tentang hal ini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kasus pungli atau pungutan liar di Lapas KPK.
Penyidikan bermula dari temuan Dewan Kewaspadaan (Dewas) KPK yang kemudian digerakkan.
Sebanyak 93 pegawai lembaga KPK mengajukan perkara ke pengadilan etik terkait tuntutan pungli.
Sidang diadakan sebagian.
Pada 27 Maret 2024, Dewas KPK mengadili dua orang yang dianggap sebagai “prinsipal” dalam kasus ini.
Dua pimpinan yakni Karutan KPK Cabang KPK Achmad Fauzi (AF) dan PNYD Plt Karutan KPK 2021 Ristanta (RT).
Belakangan, Komisi Pemotongan (KPK) memberikan larangan tegas terhadap keduanya dalam bentuk petisi terbuka.
Setelah fakta pemerasan uang Rutan KPK terungkap, terungkap pula adanya penyidikan lain.
Tepat dua hari setelah keputusan Dewas KPK, tim penyidik dan tim Biro Umum melakukan pemeriksaan di sel C1 gedung lama KPK.
Saat dilakukan penggeledahan, ditemukan minuman beralkohol dan telepon seluler di dalam sel.
Seorang aparat penegak hukum yang mengetahui proses penggeledahan mengatakan kepada Tribunnews.com bahwa “setelah keputusan Dewas, saat mereka digeledah, masih ditemukan alkohol dan telepon seluler di dalam penjara. Jadi tidak ada yang bisa menghentikannya.” . Senin (8/7/2024).
Hari ini, Senin (8/7/2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa beberapa saksi untuk mengusut kasus dugaan pemerasan tersebut.
Mereka adalah Zuraida Retno Pamungkas, Kepala Biro Sumber Daya Manusia KPK dan Tri Agus Saputra, Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Biro Sumber Daya Manusia KPK.
Keduanya diperiksa di rumah Merah Putih KPK.
Keduanya diperiksa terkait proses pemecatan pejabat KPK yang dituduh melakukan provokasi.
Juru Bicara KPK, Tessa, mengatakan, “Masalah yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi dan Biro Sumber Daya Manusia Biro Sumber Daya Manusia terkait dengan pemecatan administratif terhadap tersangka pegawai Lapas. Mereka diduga ikut serta dalam dugaan kabur dari penjara.” Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Senin (8/7/2024).
Departemen Pemberantasan Korupsi memecat 66 pejabat yang terlibat pemerasan uang di lembaga KPK.
66 pegawai diberhentikan dari jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Keputusan ini berdasarkan pendapat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Pemberantasan Korupsi selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Ali Fikri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan pada konferensi pers bahwa “Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bahwa 66 pegawai negeri harus dihukum dengan hukuman berat sehubungan dengan pengusiran mereka dari negara tersebut. Di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/4/2024).
Ali mengatakan, Sekretariat Jenderal (Setjen) KPK bersama Biro Sumber Daya Manusia (SDM) dan pimpinan petugas lapas telah menyelesaikan penyidikan pada 2 April.
Mereka menyimpulkan, 66 dari 93 pegawai KPK yang terlibat dinyatakan melanggar Pasal 4(i) dan Pasal 5(K) Peraturan Pemerintah Nomor 2021.
Sekretaris Jenderal KPK Jahya H. Harefa juga mengeluarkan surat pada 17 April 2024 tentang skorsing atau pemberhentian.
“Masalahnya dalam undang-undang pemerintahan adalah pemecatan sebagai PNS tanpa permintaan Anda. Dengan demikian, ada 66 orang yang dipecat sebagai pegawai KPK, kata Ali.
Diketahui, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi dan korupsi di lembaga pemasyarakatan dan sudah 15 orang didakwa.
Ke-15 tersangka tersebut adalah Achmad Fauzi (AF), pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Pejabat Holding PNYD KPK 2018–2022, Hengki (HK); PNYD Plt. Komisi Pemberantasan Korupsi 2018 Deden Rochendi (DR); Petugas Keamanan PNYD, Sopian Hadi (SH); PNYD Plt. Komisi Pemberantasan Korupsi 2021, Ristanta (RT).
Kemudian, petugas Lapas PNYD KPK Ari Rahman Hakim (ARH); Petugas Tahanan PNYD KPK, Agung Nugroho (AN); Pejabat Komisi Anti Korupsi PNYD 2018–2022, Eri Angga Permana (EAP); Pakar Anti Korupsi, Muhammad Ridwan (MR); Kepala Cabang Lapas KPK, Suharlan (SH).
Kemudian Inspektur Lapas KPK, Ramazan Ubaidillah A. (RUA); Pakar Anti Korupsi, Mehdi Aris (MHA); Pejabat Anti Korupsi, Wardoyo (WD); Petugas Lapas KPK Muhammad Abduh (MA) dan Petugas Lapas KPK Ricky Rachmanwanto (RR).
Achmad Fauzi dan lainnya diduga memungut uang pungli untuk perusahaan lain di Lapas untuk para narapidana.
Biaya proyek sebesar Rp 6,3 miliar pada 2019-2023.
Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membawa ponsel dan menyewa power bank.
Bahkan ada layanan penggalian informasi penyidikan di instansi KPK.
Sehingga narapidana yang membawa alat atau rokok bisa menunggu sebelum diserang.