Sekjen PDI Perjuangan Hasto Singgung Demokrasi Dikebiri Tetapi Banyak Orang yang Memilih Diam

Laporan Francisco Ajida dari Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.

Diantaranya adalah situasi saat ini, dimana banyak yang melihat ketidakadilan dan kemarahan.

Faktanya, Gasteau telah menunjukkan bahwa demokrasi kini sedang runtuh, namun banyak yang memilih untuk tetap diam ketika mereka menyaksikan hal ini terjadi.

Ia pun mengomentari diamnya tokoh pewayangan Kumbokarno saat pasukan Rama menyerbu Tanah Air. Tapi, melihat semua itu, dia pergi melawan Rama, meski dia harus bertarung.

Hal itu diketahui Gasto saat membuka pementasan Wayang dengan lakon “Sumatri Ngenger” dalam rangka HUT Kudatul ke-28 di halaman Masjid Taufik, Lenteng Agung seberang Sekolah DPP Partai PDIP. , Jakarta Selatan, Sabtu (3/8/2024) malam.

Begitulah demokrasi hancur, rakyat diam, demokrasi yang seharusnya untuk rakyat hancur. Banyak yang diam lalu bersikap seperti tokoh Kumbokarno. Dia tidak berbuat apa-apa saat negaranya menyerang tentara Rama, padahal dia sebenarnya memperjuangkan sebenarnya,” kata Hasto.

Jadi, karena rasa cinta tanah airnya, Kumbokarno turun gunung dan bertarung bersama Rama. Tapi hatinya menangis, dia mencoba menangis karena dia tahu apa yang harus dilakukan, kata Hasto.

Gasteau juga menelusuri perjalanan sosok Kumbokarno yang akhirnya meninggal namun tidak langsung masuk surga.

Kumbokarno kemudian berdoa agar seumur hidupnya ia tidak pernah berbuat dosa karena ia berpikir di puncak gunung dan tidak pernah berbuat dosa.

Pada akhirnya, kata Gasto, Kumbokarno L akan masuk surga bersama adiknya Gunavan Wibisono.

“Nah, ini cerita Wayang bapak dan ibu, pesan moral dari Kumbokarno adalah karena ia bingung antara jalan seorang pejuang dan jalan seorang Brahman. mana yang baik dan mana yang buruk menurut pandangan hatinya,” ujarnya.

“Tetapi dia tidak berbuat banyak untuk membela keadilan, meski hal itu harus mengorbankan jiwa dan raganya,” lanjutnya.

Politisi asal Yogyakarta ini mengenang, sosok Kumbokarno mirip dengan Ketua DPP PDIP Jenderal Megawati Soekarnoputri yang kantor partainya diserang rezim Orde Baru pada 27 Juli 1996.

“Seperti Bu Mega, seharusnya kantornya diserang oleh rezim otoriter,” tutupnya.

Sementara Ketua DPP PDIP Rano Karno, Ketua DPP PDIP Nusiirwan Soejono, Wakil Bendahara PDIP Ukeke Yurike turut serta. Pihak Emir Moise dan Duta Besar RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi turut hadir.

Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri pun menyaksikan pertunjukan tersebut secara online.

Ratusan warga sekitar Lenteng Agun pun turut datang menyaksikan penampilan Weiyang yang dibawakan Ki Warseno Slank.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *