Demikian dilansir jurnalis Tribunnews.com, Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Raja tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) alias PT Sritex, dinyatakan pailit setelah 58 tahun berjuang menguasai industri tekstil sejak tahun 1966, tepatnya.
PT Sritex dinyatakan pailit oleh Ketua Mahkamah Agung Moh Ansor pada 21 Oktober 2024, setelah Sritex gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang berdasarkan keputusan homologasi pada Januari 2022.
2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg Keputusan, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, bersama PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya diumumkan. PT Indo Bharat dalam melaksanakan tugasnya kepada kabupaten.
Pernyataan pailit Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya dengan segala akibat hukumnya, kata Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Semarang (PN Semarang).
Akibat kebangkrutan ini, sisa 20.000 karyawan grup Sritex terancam kehilangan pekerjaan.
Sejarah Sritex
Sritex didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Pintar, Solo.
Setelah itu Lukminto memulai pabrik percetakan pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna.
Kemudian pada tahun 1978, Sritex didaftarkan sebagai perseroan terbatas pada Kementerian Perdagangan dan pada tahun 1982, Lukminto mendirikan pabrik tekstil pertamanya.
Kemudian, pada tahun 1992, Sritex memperluas pabriknya dengan empat lini produksi meliputi manufaktur pemintalan, tenun, dekoratif, dan garmen. Lini produksi dilakukan di bawah satu atap.
Kesuksesan Sritex juga terlihat di Barat, di mana pabrik tekstil tersebut menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.
Meski Indonesia mengalami krisis mata uang, Sritex justru mampu menggandakan pertumbuhannya hingga delapan kali lipat dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013 dengan simbol SRIL.
Awal Kejatuhan Sritex
Namun pada tahun 2021, Medium Term Note (MTN) Tahap III III 2018 milik SRIL dihentikan karena keterlambatan pembayaran pokok dan bunga (USD- SRIL01X3MF).
Penangguhan akan berlanjut hingga 18 Mei 2023. BEI berulang kali mengeluarkan surat peringatan kepada emiten di sektor TPT mengenai kemungkinan likuidasi.
Baru-baru ini pada tahun 2022, Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Kemudian datanglah PT Indo Bharat District yang menggugat Sritex karena dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati.
Utang Sritex bertambah, dan hingga September 2022, total liabilitas SRIL disebutkan mencapai US$1,6 miliar atau setara Rp24,66 triliun (kurs Rp15.500). Besaran utang, seperti dikutip Bloomberg, didominasi oleh pinjaman perbankan dan obligasi.
Para ekonom menilai penurunan Sritex disebabkan oleh turunnya permintaan global terhadap tekstil dan pakaian sebelum COVID-19 melanda Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang menyebabkan terganggunya rantai pasokan dan penurunan ekspor akibat perubahan preferensi masyarakat Eropa dan Amerika.
Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, industri tekstil juga menghadapi pelemahan akibat paparan tekstil yang berlebihan di Tiongkok.
Hal ini akan berujung pada dumping harga dan meninggalkan pasar Indonesia.