Sehari Jual Puluhan Boks Tramadol, Pembelinya dari Kelompok Ini dengan Kode Madol TM hingga Dodol

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tramadol yang merupakan salah satu jenis obat keras dan tidak bisa dijual tanpa resep dokter, sebenarnya dijual gratis di Pasar Tanah Abang Jakarta, seperti Jembatan Jalan KS Toban.

Diantaranya, pada Rabu (11/9/2024), sejumlah masyarakat tengah mengantri panjang di pinggir jalan depan museum tekstil di Jalan KS Tobin, depan Pasar Tanah Abang.

Tampak masing-masing menjual tumpukan obat yang dibungkus plastik. Obat yang mereka jual yaitu tramadol merupakan obat ampuh yang tidak boleh dikonsumsi tanpa resep dokter.

Ibarat berjualan kacang rebus, para pedagang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ini menawarkan Tramadol kepada siapa saja yang lalu lalang di trotoar. Ada yang berdiri, ada yang duduk di kursi kecil.

Dari Jalan KS Tubon, Jalan Kebun Jati, Jalan Jembatan Tinggi dan kembali ke Jalan KS Tubon hingga Pitamboran, para pedagang sangat leluasa dan terang-terangan menjual Tramadol di pinggir jalan.

Seorang wanita yang sekaligus berjualan tramadol terlihat membawa uang Rp 50.000 dan Rp 100.000 di dalam tas kecilnya, hasil penjualannya.

Ia pun menolak meresepkan tramadol kepada awak Tribune News.

“Obat apa? Hai Modul, aku di sini. Kamu mau berapa?” – tanya ibunya sambil mengambil obat dari tas kecilnya.

Saat merokok, wanita tersebut mengaku menjual obat keras seharga Rp 30.000 per strip.

Kemudian, pihak perempuan secara terang-terangan menawarkan bisnisnya, sedangkan transaksi “properti” disebut “aman”.

“Apakah lalu lintas di sini aman, Bu?” Tribun Berita bertanya.

Wanita itu menjawab, “Aman, aman. Jangan khawatir, di sini aman. Di sini kamu juga bisa minum, pakai air saja.”

Sekitar 10 menit kemudian, penjual tersebut berbicara dengan teman profesionalnya tentang masalah penjualan Tramadol. Tramadol bekerja sangat cepat. Hal ini juga terlihat dari pembeli lain yang menghentikan sepedanya sejenak untuk mencari “apa” lalu pergi karena sudah terbiasa berbelanja.

Setelah itu, Tribun News berusaha mencari penjual lain hingga menemukan seorang pria yang menjual baju bekas.

Setelah meminta izin untuk beristirahat di bangku panjang di luar kiosnya, Tribun News kembali bertanya kepada pria tersebut tentang Tramadol. 

Pria berusia 58 tahun ini ternyata juga menjual obat kuat “Tramadol” secara gratis.

Iya saya juga jualan, ini (jual tramadol) pekerjaan tambahan,- kata bapak.

Seorang pria dengan bekas luka di wajahnya menjual tramadol dengan harga yang sama dengan penjual lainnya, yakni Rp 30.000 per strip. Namun jika tramadol tersebut dijual kembali, ia akan memberikan diskon.

Dalam sehari, pria ini mengaku bisa memakan puluhan kotak berisi lima strip dalam satu kotak. Selain satu strip, ia juga bisa menjual setengah strip atau lima tablet Tramadol.

Ia menyebutkan kliennya mulai dari pekerja proyek, pemilik toko di Pasar Tanah Abang hingga pedagang bus pinggir jalan dengan kode lain yang biasa disebut “TM”.

Katanya: “Bisa juga beli setengahnya (strip), harganya 15.000 Afghan. Biasanya supir bus beli setengahnya dulu, baru setengahnya setelah makan siang.” Sejumlah warga menjual obat keras Tramadol secara ilegal di sepanjang Jalan KS Toban, Tana Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (11/9/2024).  (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

Menurut dia, penjualan obat ilegal sudah berlangsung selama setahun terakhir.

Ia mulai menjual narkoba karena membutuhkan uang tambahan untuk kebutuhan sehari-hari. Pendapatan dari usaha utama yaitu penjualan pakaian tidak dapat diandalkan.

Apalagi, dua dari empat anaknya kini menganggur akibat PHK.

Layaknya seorang sales profesional, pria berkemeja polo dan bertopi ini memberikan informasi mengenai efek penggunaan Tramadol yang dapat meningkatkan stamina dan menenangkan pikiran.

Pria tersebut juga mengakui, obat untuk meredakan nyeri hebat tersedia bebas di Pasar Tanah Abang.

Operasi petugas keamanan biasanya dilakukan menjelang tengah malam. Waktunya tidak diketahui. Begitu banyak pedagang yang hanya berdagang pada siang hari.

“Di sini gampang (jual tramadol), polisi tidak peduli, mobil lewat saja. Iya, saya punya bagiannya (petugas keamanan),” ujarnya. Itu sudah terjadi selama bertahun-tahun

Peredaran tramadol di Pasar Tana Abang sudah berlangsung bertahun-tahun.

Seperti diketahui awak media pada tahun 2018, obat keras merek Tramadol juga dijual bebas di pinggir jalan kawasan Tanah Abang.

Sejumlah warga di jalan itu menjual obat pereda nyeri dengan kode khusus bernama “Dadool” kepada warga.

Pantauan Kompas.com, pada 23 Agustus 2018, saat berjalan dari Stasiun Tanah Abang menuju Blok G Tanah Abang, seorang pria berkaos abu-abu dan berkacamata hitam sedang duduk di pinggir jalan sambil menjual produk bernama “.dodol”.

Di perempatan Jatibaru, lebih tepatnya di sebuah toko kecil, seorang pemuda berkemeja hitam putih dan celana pendek menawarkan produk bernama “dodol”. Usulan ini juga ditolak.

Seorang laki-laki jangkung kurus berkemeja biru lalu tersenyum ke arah pemuda yang menawarkan produk tersebut.

“Kalau begitu, jangan ajak aku, temui orang lain,” kata pria itu.

Berjarak tiga meter dari kedua pria tersebut, seorang pemuda pemilik toko plastik menghampiri dua orang yang berada di toko tersebut. Tawaran membeli “Kusam” kembali terdengar.

“Mau beli coretan?” – tanya pria berkemeja biru.

Laki-laki itu berkata, “Berapa strip? Harganya Rp 35.000. Tramadol dijual murah di sini. Kalau mahal tidak perlu tawar-menawar.”

Pria tersebut kemudian mengambil kantong plastik hitam dari dalam toko dan duduk di atas pembatas beton atau beton. Pria tersebut mengabaikan para pejalan kaki, meraih sabuk tramadol dan rupanya meminum obat tersebut.

“Ini stripnya,” kata penjual itu.

Setelah menerima barang, pelanggan pergi.

Usai transaksi, penjual duduk di luar toko sambil mengeluarkan semua tramadol dari tasnya.

Lebih dari 10 strip tramadol dikeluarkan dari tas. 

Lalu Kompas.com ingin berpura-pura membeli tramadol dari penjual yang merekomendasikannya terlebih dahulu.

“Apakah ada kepala yang panjang?” tanya Kompas.com. “Doodle? Tidak ada apa-apa,” jawab pria itu. Namun setelah beberapa saat dia menelepon.

Sekembalinya ke sana, kedua orang itu menanyakan berapa dodol yang ingin dibelinya. Penjualnya terdengar dalam bahasa lokal.

– Ayo duduk, berapa banyak uang yang kamu butuhkan? – tanya penjual.

Penjualnya mengaku bisa menawarkan sekotak Tramadol lima strip seharga Rp 120.000. Tapi dia bisa menjual tramadol dalam jumlah kecil.

“Kalau dapat Rp 50.000, dapat dua strip. Satu strip isi 10 biji. Tenang saja, di sini aman,” ujarnya.  Efek kesenangan dan kecanduan

Universitas Gadja Mada (UGM), spesialis farmakologi dan farmakologi klinik, prof. Tramadol sebenarnya adalah obat, kata dr.

“Iya, tramadol itu obat yang biasa digunakan untuk meredakan nyeri. Jadi istilahnya painkiller, pereda nyeri, seperti morfin, kokain dan kawan-kawan dari golongan itu,” kata Zolze kepada Tribune News.

Tramadol disebut-sebut merupakan jenis obat yang legal. Jika ingin mengonsumsinya harus dengan resep dokter dan sesuai gejala penyakitnya.

Seperti halnya obat pereda nyeri lainnya, seperti paracetamol, tramadol juga memiliki dosis tertentu untuk tujuan terapeutik.

“Dosisnya bisa dipakai 50 sampai 100 mg 2 sampai 3 kali sehari tergantung sakitnya. Jadi kalau sakitnya subjektif sekali ya, dan tingkat sakitnya juga bisa bermacam-macam ya sekitar 100 mg, jadi kalau sakitnya parah bisa pakai yang seperti ini, tapi dosis maksimalnya, “tidak boleh lebih dari 400 miligram per hari,” ujarnya.

Zullis tidak memungkiri, Tramadol kerap disalahgunakan oleh sebagian masyarakat karena obat tersebut menimbulkan efek euforia atau halusinasi.

“Karena bekerja pada sistem syaraf pusat, membuat orang terbang, padahal efek pengobatan normalnya kadang-kadang tidur, atau mungkin santai, jadi semacam relaksasi. Itu obat,” jelasnya .

Selain itu, tramadol bekerja sebagai obat golongan opioid (narkotika) pada sistem saraf untuk mengubah cara tubuh merasakan dan merespons rasa sakit.

Orang yang kecanduan obat Tramadol biasanya mempunyai hubungan fisik yang berbahaya.

“Jika disalahgunakan, tramadol dapat menimbulkan efek ketagihan dan ketagihan,” ujarnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *