Segara Research Institute: PP Kesehatan Berikan Kepastian Hukum Bagi Dunia Usaha

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – UU No. 17 Tahun 2023 tentang Pelayanan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) terkait No. 28 Tahun 2024 mendapat pengakuan masyarakat.

Peraturan baru ini dinilai cukup untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, melindungi masyarakat, melindungi kesejahteraan masyarakat, dan membantu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan.

Menurut Bitar Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Sekar Research Institute, UU Kesehatan merupakan tonggak penting dalam memenuhi amanat UUD 1945.

Menurutnya, PP 28 menyatakan bahwa pemerintah federal dan provinsi bertanggung jawab merencanakan, mengorganisir, mengatur, mendukung dan memantau pelaksanaan inisiatif kesehatan yang berkualitas, aman, efektif, adil dan dapat diakses oleh masyarakat.

“Inisiatif kesehatan ini bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kami menghargai niat baik pemerintah,” kata Bitter.

Bitter menjelaskan, undang-undang kesehatan dan PP 28 memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha yang bergerak di bidang kesehatan.

Para pedagang bisa fokus untuk meningkatkan usahanya dan memuaskan konsumen karena mereka merasa mempunyai batasan atau pagar pembatas yang jelas sehingga tidak menyimpang dari jalur hukum.

Terkait kesehatan anak, perintah medis menyatakan bahwa setiap anak sejak lahir hingga enam bulan berhak mendapatkan ASI eksklusif (ASI), apapun kondisi medisnya. Pengecualian medis ini sesuai dengan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI (Kode WHO).

“Dengan kata lain, PP No. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2024 menyebutkan susu formula dapat digunakan sebagai pengganti ASI apabila ASI eksklusif tidak dapat diberikan dan tidak tersedia pendonor ASI. “Ini sebagai bentuk konfirmasi dan validasi bahwa susu formula aman dikonsumsi untuk bayi 0 hingga 6 bulan,” kata Bitter.

WHO menerbitkan Kode WHO pada tahun 1981 untuk mempromosikan dan melindungi pemberian ASI dengan mengatur praktik perdagangan susu formula dan produk pengganti ASI lainnya (PASI). Sejauh ini Indonesia sangat berhasil menerapkan indeks WHO, terutama jika dibandingkan dengan rata-rata kinerja negara-negara di Asia dan dunia.

Pemasaran PASI: Laporan Implementasi Nasional Kode Internasional Tahun 2020. Capaian Indonesia pada tahun 2020 sebesar 50 persen. Penjualan berada di atas rata-rata di kawasan Asia (41 persen) dan global (11 persen).

Keberhasilan penerapan Kode WHO di Indonesia menunjukkan bahwa peraturan pemerintah mengenai praktik perdagangan susu formula dan produk pengganti ASI untuk anak di bawah satu tahun belum menghalangi pemberian ASI eksklusif. Di Indonesia. Presiden DPR RI Puan Maharani (tengah) bersama Wakil Presiden DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) dan Rakhmat Gobel (kanan) menggelar rapat paripurna ke-29 Sidang ke-5 Parlemen DPR RI 2022-2022. Kampus, Senayan, Jakarta, Selasa (7 November 2023). Dalam rapat paripurna tersebut, pimpinan dan anggota DPR RI menyetujui rancangan undang-undang konsolidasi bidang kesehatan (SZZ) menjadi Undang-Undang (SZ). Tribannews/Irvan Rizmavan (Tribannews/Irvan Rizmavan)

Ketersediaan susu formula dan upaya promosi ASI eksklusif tidak boleh bertentangan. PP 28 serta WHO mengakui bahwa susu formula aman dan dapat diberikan kepada bayi ketika ibu atau pendonor bayi tersebut tidak mampu menyusui.

Sehubungan dengan itu, menurut Pemohon, seharusnya ketentuan turunan PP 28 tersebut tidak boleh mengubah ketentuan yang sudah ada, yaitu pembatasan kegiatan iklan susu formula sesuai dengan PP Nomor 1. 69 Tahun 1999.

“Dulu PP mengatur iklan makanan untuk bayi secara ketat, sedangkan industri patuh karena aturannya sangat diatur,” kata Peter.

Bitter menambahkan, pendidikan gizi yang dapat dilakukan secara kolaboratif antar pemangku kepentingan sangatlah penting. Terlebih lagi, statistik prevalensi intersepsi baru-baru ini menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan.

Data BPS menunjukkan angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia akan meningkat dari 68,84 persen menjadi 72,04 persen (2022) dan 73,9 persen (2023) pada tahun 2020 hingga 2022.

Namun di sisi lain, prevalensi stunting pada tahun 2023 mengalami penurunan dari 21,6 persen pada tahun 2022 menjadi 21,5 persen pada tahun 2023 hanya sebesar 0,1 persen.

Mengingat kondisi saat ini seputar pemberian ASI eksklusif dan kebutuhan untuk mempercepat penurunan angka stunting, terdapat kebutuhan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, seperti kantor dan ruang publik, untuk mendukung pemberian ASI eksklusif, serta memperkuat akses terhadap informasi. . Pilihan makanan sehat untuk anak.

“Saya pikir akses terhadap produk dan informasi produk perlu ditingkatkan seiring dengan meningkatnya tingkat pengangguran dan jumlah perempuan yang bekerja,” kata Bitter.

Bitter yakin pemerintah dapat menjaga momentum positif ini untuk meningkatkan kondisi kesehatan dan perekonomian.

Kondisi regulasi yang optimal diperlukan untuk lebih meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif, memperbaiki angka stunting, dan menjaga kontribusi sektor gizi terhadap perekonomian. Hal ini patut dipertahankan di tengah tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini.

Menurut Kementerian Tenaga Kerja, PHK di sektor manufaktur mencapai 46 ribu pekerja pada tahun 2024.

Industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki menjadi sektor terbesar yang mengalami PHK akibat melemahnya permintaan konsumen selama tiga tahun terakhir.

Keterangan foto: Pahit Abdullah Redzalam, Direktur Eksekutif, Segara Research Institute

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *